kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Siapkah bank syariah sambut era VUCA?


Kamis, 07 Desember 2017 / 15:05 WIB
Siapkah bank syariah sambut era VUCA?


| Editor: Tri Adi

Bennet dan Lemoine pada awal tahun 2014 menulis sebuah artikel menarik di Harvard Business Review tentang perubahan lanskap bisnis dunia zaman now yang sekarang lebih ngetren dan dikenal sebagai istilah VUCA. Yakni singkatan dari  volatility (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas) dan ambiguity (ambiguitas).

Situasi VUCA itu menurut pengamatan penulis beberapa tahun belakangan tidak hanya melanda bisnis dunia tetapi juga telah merubah lanskap Indonesia termasuk industri keuangan syariah. Industri keuangan syariah Indonesia pada kondisi terkini begitu merasakan betapa lanskap bisnis zaman now serba volatile, serba tidak pasti, serba kompleks dan ambiguitas akibat datangnya disrupsi-disrupsi besar yang berkembang beberapa tahun terakhir termasuk akibat hadirnya financial technology atau fintech baik dibidang dana, pembiayaan maupun sistem pembayaran.

Di era VUCA sebagaimana yang terjadi saat ini menurut pengamatan penulis terdapat beberapa karakteristik VUCA yang perlu diwaspadai bank syariah.

Pertama, karakteristik volatiliti adalah tantangan tidak terduga dan tidak diketahui berapa lamanya tetapi tantangan ini tidak terlalu sulit dimengerti dan pengetahuan tentang itu sering tersedia. Misalnya harga yang berfluktuasi. Produk bank syariah yang  punya skema jual beli, ijarah muntahiyya bittamlik merupakan skema yang secara nature-nya rawan terkena volatility. Produk pembiayaan pemilikan rumah diantaranya adalah produk yang volatile dibiayai bank syariah. Pendekatan yang bisa dilakukan oleh bank syariah menghadapi era VUCA ini antara lain merekrut talent yang dapat meminimalkan risiko bank syariah dalam bisnisnya.

Kedua, karakteristik ketidakpastian adalah, meskipun kurang informasi, penyebab dasar dan akibat dari peristiwa yang diketahui. Misalnya peluncuran produk pesaing mengacaukan bisnis dan pasar. Seperti kehadiran Grab dan Uber di transportasi. Pendekatan yang dapat dipersiapkan oleh bank syariah adalah berinvestasi di informasi. Mengumpulkan informasi dan menambah jaringan analisis informasi akan bisa mengurangi ketidakpastian yang tengah berlangsung.

Ketiga, karakteristik kompleksitas. Banyak bagian dan variabel yang saling berhubungan. Beberapa informasi tersedia dan bisa diprediksi tapi jumlah ataupun sifatnya sangat banyak untuk diproses. Misalnya bila bank syariah ingin berbisnis di banyak negara maka di tiap negara itu pasti memiliki banyak aturan yang berbeda. Untuk menghadapi hal itu maka bank syariah harus merekrut sumber daya yang memadai untuk mengatasi kompleksitas.

Potret terkini

Terakhir adalah ambiguitas, karakteristiknya adalah hubungan sebab akibat sama sekali tidak jelas. Tidak terlihat adanya preseden bank syariah menghadapi hal-hal yang memang tidak diketahui. Misalnya ketika bank syariah memutuskan untuk pindah ke pasar yang belum berkembang atau meluncurkan produk di luar kompetensi intinya. Pendekatan yang bisa digunakan oleh bank syariah adalah eksperimen. Bank syariah harus merancang eksperimen dengan baik sehingga bisa dipetik pelajaran yang berharga untuk bisnisnya. Apalagi bank syariah baru dikembangkan lebih dari dua dekade di Indonesia.

Memperhatikan karakteristik dan pendekatan diatas, bagaimanakah pertumbuhan perbankan syariah di era VUCA saat ini?

Berdasarkan data statistik perbankan syariah terbaru yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bulan lalu menunjukkan perkembangan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) setahun terakhir. Dari sisi pertumbuhan aset BUS dan UUS dari posisi september 2017 dibandingkan dengan September tahun 2016 lalu mencatat pertumbuhan aset bank syariah lebih kurang 19% setahun terakhir. Pertumbuhan aset tertinggi dicatat oleh UUS yang tumbuh 33% dibandingkan dengan BUS yang hanya tumbuh 14%.

Pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia setahun terakhir ternyata banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan penghimpunan dana yang melonjak 21 %. Sebagaimana pertumbuhan aset perkembangan dana pihak ketiga setahun terakhir baik tabungan, giro dan deposito di UUS ternyata tumbuh lebih tinggi dibandingkan BUS. Pertumbuhan dana di UUS  melesat 34 % sedangkan di BUS hanya 17 %. Keberadaan unit layanan syariah ternyata sampai dengan tahun 2017 masih terbukti efektif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dana perbankan syariah.

Pertumbuhan pembiayaan setahun terakhir ternyata hanya tercatat 16 %. Namun Alhamdulillah kenaikan nominal non performing financing hanya 4 %. Berarti kehati-hatian perbankan syariah semakin baik dalam penyaluran pembiayaan di perbankan syariah tersebut.

Melihat pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana perbankan syariah diatas yang masih bisa tumbuh diatas dua digit, kita masih cukup bersyukur. Namun untuk bisa bertahan apalagi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan oleh OJK dibawah range 5,5 % (Harian KONTAN, 23 November 2017) perbankan syariah harus mampu melakukan lompatan yang lebih tinggi dan lebih sistematis di era VUCA.

Menghadapi perubahan lanskap bisnis diatas bank syariah tidak perlu pesimis. Mengapa? Karena peluang untuk memenangkan kompetisi bisnis masih sangat terbuka apalagi melihat prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018.

Jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia yang sekarang telah berjumlah 262 juta dan sebagian besar muslim, peningkatan kelas menengah, negara peringkat 3 pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) diantara G20 dan pengguna mobile connection telah melebihi 360 juta.  Fakta ini merupakan potensi yang tidak bisa tidak harus digarap secara lebih serius oleh bank syariah dengan segera bersiap menggarap pasar digital.

Untuk bisa memenangkan persaingan di era VUCA maka seluruh bank syariah hanya dapat eksis bila menerapkan tiga pilar di era VUCA. Pertama, penurunan biaya dalam semua aktivitas operasional yang ditawarkan baik berupa biaya interaksi maupun biaya transformasi sehingga memiliki distinctive capabilities (Cravens, 2013).  Kedua, menerapkan transparansi dan kompetitif dalam menghadapi perubahan lanskap bisnis dan ketiga menerapkan layanan pelanggan 24 jam.

Ini merupakan tiga pilar wajib diterapkan di era digital saat ini. Dengan menerapkan tiga pilar diatas kita yakin dan percaya bahwa bank syariah di Indonesia dapat semakin tumbuh, berkembang dan  siap memenangkan persaingan di era VUCA. Semoga.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×