kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Biar dibilang menjual, saya tetap jalan terus


Senin, 22 Januari 2018 / 18:24 WIB
Biar dibilang menjual, saya tetap jalan terus


Reporter: Lamgiat Siringoringo, Ragil Nugroho | Editor: Mesti Sinaga

Niat pemerintah menggeber proyek infrastruktur belakangan memancing pro dan kontra. Banyak ekonom yang mengkritik pilihan pemerintah karena infrastruktur tidak memberikan dampak langsung ke pertumbuhan ekonomi sekarang ini.

Padahal, dana yang dibutuhkan untuk membangun proyek infrastruktur tidaklah sedikit. Ada juga yang menyorot keterlibatan swasta dalam proyek infrastruktur.

Salah satu proyek infrastruktur yang bakal tuntas dalam waktu dekat adalah proyek kereta Bandara Soekarno Hatta. Tahun depan, kereta yang akan menghubungkan bandara dengan Jalan Sudirman, Jakarta itu dijadwalkan untuk beroperasi.

Salah satu pekerjaan yang tersisa di kereta bandara adalah penetapan harga tiket. Pemerintah menginginkan harga tiket berkisar Rp 70.000-Rp 80.000. Namun operator kereta bandara menyatakan tarif ekonomis kereta itu sebesar Rp 100.000.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Presiden pernah mengungkapkan keinginan agar harga tiket itu bisa lebih murah. Namun menurut Budi, pemerintah tak bisa serta merta menetapkan tarif itu. Sebaliknya, pemerintah akan menetapkan harga tiket mengikuti mekanisme bisnis.

Pembangunan kereta bandara, tutur Budi, tidak hanya mengandalkan anggaran negara. Pemerintah turut melibatkan BUMN dan swasta dalam pembangun proyek.

Keterlibatan sektor usaha menjadikan proyek kereta bandara dipandang negatif sebagai saran penjualan aset bangsa, Namun Budi tak terlalu peduli. karena fasilitas bandara dan pelabuhan di dalam negeri sudah tertinggal dari negara lain.

Kepada wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo dan Ragil Nugroho, Budi menjelaskan tentang proyek infrastruktur transportasi yang sudah bergulir selama ini.
Berikut nukilannya:

KONTAN: Sudah sampai di tahap apa pengerjaan proyek kereta bandara?
BUDI:
Sebelum menjelaskan sejauh mana, saya mau cerita dulu soal kereta bandara. Saya mau cerita soal angkutan massal dulu. Jakarta, kami lihat sebagai kota besar, yang punya masalah besar, yaitu kemacetan.

Nah, angkutan massal merupakan satu cara untuk menyelesaikan kemacetan itu. Dengan membangun mass rapid transit (MRT), light rail transit, Commuter Line, termasuk kereta bandara.

Dengan keadaan ini, kereta bandara menjadi penting, karena bisa memindahkan 30% orang yang akan menuju ke bandara. Kereta bandara akan otomatis terkoneksi dengan angkutan massal lain.  Untuk pengoperasian sudah aman kok. Sekarang tahap sinkronisasi dengan pengoperasian jadwal kereta lain.

KONTAN: Kapan kereta dioperasikan untuk umum?
BUDI:
Tanggal 1 Januari nanti bisa beroperasi.

KONTAN: Presiden Joko Widdo (Jokowi) dikabarkan keberatan dengan harga tiket sebesar  Rp 100.000?
BUDI:
Dengan pentingnya kereta bandara ini memang ada pemikiran agar beban masyarakat tidak terlalu besar. Memang Rail Link menyatakan dalam proposalnya bahwa harga tiket Rp 100.000.

Nah, Presiden Jokowi dalam satu diskusi dengan saya dan Menteri BUMN mengatakan kalau harga tiket bisa lebih murah, tentu lebih bagus. Supaya masyarakat lebih bagus.

Saya melihat ini bentuk keberpihakan ke masyarakat. Namun, diskusi kami dengan Menteri BUMN, untuk kereta komersial, penentuan tarif bukan di tangan kami, tetapi mengikuti mekanisme bisnis.

Ada maknanya dengan harga Rp 70.000, maka demand dari kereta bandara akan tinggi sekali. Kita punya pengalaman di bandara di Kualanamu, harga tiket Rp 100.000 itu berat. Jadi saya pikir harga Rp 70.000 akan baik dengan pertimbangan demand-nya lebih banyak.

KONTAN: Presiden menyebut harga tiket yang layak untuk kereta bandara?
BUDI:
Menyebut perkiraan saja. Di harga Rp 70.000-80.000.

KONTAN: Tetapi tidak bisa penetapan harga di kisaran Rp 70.000 hingga Rp 80.000?
BUDI:
Kami hanya mengarahkan saja. Kami tidak bisa memutuskan.

KONTAN: Pemerintah mengebut banyak proyek infratsruktur seperti bandara. Tetapi banyak yang menyangsikan dampaknya langsung ke kegiatan perekonomian?
BUDI:
Ini pilihan pemerintahan mau ke mana. Tetapi saya mau bicara soal pertumbuhan. Memang, pertumbuhan Indonesia tidak tinggi. Tetapi kalau dilihat secara keseluruhan, kan tinggi.

Tertinggi setelah China dan India di negara G20. Tidak ada yang seperti kita. Kalau dipermasalahkan dulu 7%, sekarang kok 5%. Karena apa? Yang lalu nggak ada masalah, 7% itu rangking ke berapa.

Di masa kini, perekonomian dunia lambat. Kalau pemerintah ingin mendapat popularitas, memang jangan ke infrastruktur. Tetapi kita lagi membangun bangsa. Kalau membangun kita harus lihat dasarnya.

Apa backbone-nya. Kalau kita tidak ada tulang punggung, langsung bangun tangan, kaki, ya memang cepat. Tetapi tidak ada satu kekuatan yang menyanggah.

Saya nggak mau bicara yang lain-lain, tetapi pelabuhan dan bandara saja. Di dua itu, Indonesia sangat tertinggal dari Malaysia dan Singapura.

Untuk bandara, kita sangat tertinggal. Masak iya kita tidak bangun Terminal 3? Rangking Singapura itu nomor satu, sebelumnya kita 65. Dengan kita bangun terminal 3, rangking kita langsung naik ke-43.

Rangking bandara internasional. Kita harus berkompetisi. Ini yang kami lakukan. Di laut, berapa kapasitas untuk pelabuhan di Singapura per tahun? 30 juta kontainer per tahun. Di Malaysia 12 juta-14 juta kontainer per tahun. Berapa di Indonesia? Jika ditambah yang baru, di Tanjung Lepas,  kapasitas kita cuma 7 juta.

KONTAN: Apa saja bandara yang sudah selesai dibangun?
BUDI:
Bandara-bandara yang sudah selesai banyak. Contoh Pangkalpinang, Silangit, Pontianak, Raden Inten, Lampung.

KONTAN: Apa yang berubah dari penambahan bandara-bandara saat ini?
BUDI:
Mari kita lihat pertumbuhan penumpangnya dulu. Pertumbuhan penumpang tahun lalu 9% secara nasional. Itu angka yang sangat besar. Bahkan, di Palembang bisa tumbuh sampai 16%.

Itu pertumbuhan yang cukup besar. Dengan adanya penambahan kualitas dari bandara baru. Ini dia atas rata-rata. Target kami awalnya 6% hingga 7%. Pertumbuhan 9% itu memang kalau diakumulasikan berarti naik dua kali lipat.

Kami memang harus mengatur lebih baik. Supaya ada pengaturan lalu lintas antara penerbangan di dalam dan luar negeri. Soekarno Hatta dan Bali akan kami naikkan, supaya konektivitas ke luar negeri lebih banyak lagi.

Soekarno-Hatta itu ke luar negeri hanya 40 titik. Kami ingin ke 100 titik. Seperti Malaysia dan Singapura. Selain mempromosikan ke pihak lain, kami juga mengatur kapasitas Soekarno Hatta yang dalam negeri agar tidak terlalu over.

Karena saat ini porsi luar negeri itu cuma 15% dan sisanya yang dalam negeri. Kami akan mengurangi yang dalam negeri.

Dengan cara apa? kita lihat yang paling banyak itu dari Sumatera ke Jawa. Itu dikoneksikan dari kota ke kota. Jadi dari Medan ke Surabaya, Yogya dan Semarang. Begitu juga Palembang. Jadi mereka bisa langsung, tanpa harus ke Jakarta, Jadi ada yang kosong, hingga kami lebih leluasa untuk menambah rute ke luar negeri.

KONTAN: Apa maskapai mau mengubah rute?
BUDI:
Maskapai sudah oke karena mereka secara alamiah akan berubah. Sekarang Solo sudah menjadi homebase Lion Air. Semarang jadi homebase Sriwijaya. Lalu Surabaya menjadi homebase Garuda.

Dengan sistim itu, pertumbuhan penumpang sampai 25%. Dulu 1,5 juta mungkin sekarang sudah sampai 2 juta. Jadi kalau dari Medan mau ke Solo, pasti mikir kenapa harus ke Jakarta dulu.

Sekarang sudah bisa langsung ke Solo. Atau sebaliknya. Lebih murah dan tidak menghabiskan waktu. Dan paling penting, membuat kami memiliki lebih banyak ruang untuk menambah rute ke luar negeri.

KONTAN: Targetnya berapa untuk rute ke luar negeri?
BUDI:
Kami ingin ada 100 titik. Dan perbandingannya 60%:40%.

KONTAN: Berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga Bandara Soekarno Hatta bisa memiliki 100 titik penerbangan luar negeri?
BUDI: Mungkin tiga tahun.

KONTAN: Kalau dari pelabuhan apa yang bisa diharapkan dari proyek-proyek yang ada?
BUDI:
Kalau pedagang kan mencium sebenarnya di Indonesia lebih murah. Dan pelabuhan mulai berubah dan bertambah. Makanya kami mau bangun Patimban.

Memang, ini semua tidak popular, pemerintah dari awal kan tidak membagi-bagi bantuan langsung, bagi-bagi uang, yang membuat orang senang. Tetapi sesuatu yang bagus untuk masa depan.

KONTAN: Apakah pembangunan Pelabuhan Patimban sudah bisa jalan?
BUDI:
Sudah berjalan di Januari ini dan bisa selesai di April 2019. Ini harus berjalan.

KONTAN: Pendanaan proyek infrastruktur kan seret, jika proyek diserahkan ke swasta apa tidak takut dituduh menjual aset?
BUDI:
Memang tidak gampang membiayai transportasi massal dengan APBN. Padahal dunia infrastruktur transportasi yang advance di negara maju sudah melibatkan swasta.

Makanya sekarang kalau kita hitung, kebutuhan dana yang ideal  selama lima tahun untuk transportasi Rp 1.300 triliun. Jadi ada gap sekitar Rp 700 triliun. Kami membangun pelabuhan kecil-kecil lima tahun.

Makanya kami ajak kerjasama, bukan menjual, ya. Kerjasama untuk beberapa fasilitas. Untuk kami ada 20 pelabuhan dan bandara. Untuk beberapa bandara yang menengah ke atas sudah bisa ke yang lain. Uang APBN bisa membangun yang kecil-kecil. Walau orang banyak yang bilang ini menjual atau apa lah, saya tidak terlalu mendengarkan.

Saya tetap jalan terus, karena, kalau tidak, kita semakin tertinggal. Ini juga memberikan ruang bagi swasta untuk berusaha. Ini kan ada dampak ekonomi.

KONTAN: Ada arahan dari Presiden untuk mengebut pelaksanaan proyek infrastruktur di tahun politik?
BUDI:
Ada arahan Presiden, kalau membuat proyek jangan berpikir proyeknya, tetapi berpikir kegunaannya. Kami mau setiap pekerjaan bermakna. Contoh sederhana Bandara Silangit. Itu kami kasih izin, kasih dorongan.

Tanya saja sama orang Batak tentang manfaat Bandara Silangit. Mereka pulang kampung bisa lebih cepat. Dulu pulang kampung bisa tujuh jam dari bandara. Ini harus delivered. Nah pesan seperti ini kadang tidak sampai karena tertutup noise.

KONTAN: Gubernur Jakarta menyebut proyek MRT dan LRT sebagai biang keladi banjir di ibukota?
BUDI: Tidak apa-apa lah. Nanti seiring waktu berjalan, kita bisa tahu apa yang terjadi. Masukan dari Pak Anies bisa menjadi evaluasi.

KONTAN: Apa mungkin proyek infrastruktur bisa membebaskan Jakarta dari macet di tahun 2019?
BUDI:
Tidak semuanya bisa selesai di 2019. MRT dan LRT belum menyelesaikan masalah. Sekarang yang naik Commuter Line kira-kira 1 juta. MRT mungkin 600.000-700.00. Lalu LRT 400.000. Jadi cuma dua juta.

Di Jakarta, yang pakai kendaraan pribadi di jalan bisa lebih dari 7 juta. Jadi memang akan paripurna jika MRT dan LRT jalan, lalu kereta api jalan.

LRT ada enam ruas bisa jalan. Yang sekarang naik kendaraan umum nggak sampai 10%. Semua naik motor yang efisien dan murah. Yang penting, tiga-empat tahun lagi, ada pilihan lain, baru akan berbeda.

Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan

Riwayat pendidikan:
- S1 Jurusan Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Riwayat pekerjaan:
- Direktur Utama PT Jakarta Propertindo
- Komisaris PT Philindo
- Direktur Keuangan PT Pembangunan Jaya Ancol
- Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk
- Direktur Keuangan PT TIJA
- Direktur Utama Angkasa Pura II

- Menteri Perhubungan  o

* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 26 - 31 Desember 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Biar Dibilang Menjual, Saya Tetap Jalan Terus"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×