kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Desa wisata dan derap modernisasi


Senin, 16 Juli 2018 / 12:46 WIB
Desa wisata dan derap modernisasi


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Selama liburan Hari Raya Idul Fitri belum lama ini, para wisatawan atau pemudik secara bersamaan  menyerbu beragam  tempat wisata yang ada di sekitar. Salah satunya adalah Desa Wisata Religi Bongo di Gorontalo. Saat itu, setiap hari terdapat 10.000 orang hilir mudik menuju pesisir utara Teluk Tomini. Lokasi wisata dengan mayoritas pengunjung berasal dari Sulawesi Utara tersebut menyajikan wisata religi berupa Masjid Walima Emas di puncak gunung dengan dikelilingi kolam indah.

Banyaknya pengunjung lokasi wisata di wilayah pedalaman menunjukkan bahwa desa mempunyai daya tarik tersendiri. Keistimewaan, kekhasan, dan keunikan desa mampu menyedot perhatian publik. Seiring  mengentalnya nilai-nilai urban dalam diri manusia, sentimentalitas dan rasa kangen terhadap hal-hal berbau kampung merupakan keniscayaan. Itulah mengapa, dalam dasawarsa terakhir ini, kehadiran desa wisata semakin marak dan fenomenal. Tak hanya ada di areal Teluk Tomini saja, tapi juga sudah menyebar ke mana-mana, termasuk juga di pulau Jawa yang banyak terdapat areal wisata yang menonjolkan kekhasan suasana desa .

Tak heran apabila para pegiat pariwisata berusaha menonjolkan pemandangan udik yang terbungkus dalam destinasi wisata  yang bernama keren: desa wisata. Dalam berbagai kesempatan, para sponsor mengukuhkan desa sebagai ikon destinasi, terutama untuk menggaet wisatawan.

Sekali lagi ini menunjukkan, betapa sektor pariwisata di level lokal turut digenjot oleh ketertarikan masyarakat terhadap panorama desa yang selain menjanjikan keindahan juga menyimpan kearifan lokal. Keteduhan, kesejukan, serta ketenteraman desa juga menjadi komoditas berharga yang mesti dimanfaatkan dengan baik oleh para pemangku kepentingan supaya tetap terawat.

Banyak lokasi wisata di berbagai penjuru negeri ini yang sejatinya mempunyai potensi luar biasa, tapi belum sepenuhnya digarap secara serius. Persoalan klasik, seperti terbatasnya anggaran, minimnya kapasitas pengelolaan, serta rendahnya political will mengakibatkan manfaatnya menjadi kurang dirasakan oleh warga masyarakat setempat. Fakta ini antara lain ditemukan di sejumlah daerah di Kalimantan Timur dan Sumatra Barat.

Kondisi hutan dan lanskap di Desa Setulang dan Desa Sengayan sebenarnya sangat mendukung dalam upaya mengembangkan kawasan ekowisata. Di desa pertama, berdiri kuburan tua yang cukup potensial untuk menarik minat para pengunjung mancanegara. Adapun di dua desa yang berada di Malinau, Kalimantan Timur tersebut, tradisi dan budaya lokal masih sangat kuat. (Kade Sidiyasa, dkk., 2006: 49). Inilah yang menjadi modal dasar dalam ikhtiar memajukan wilayah perdesaan.

Sayangnya, pemerintah setempat tampak belum menunjukkan keberpihakan terhadap potensi lokal. Sehingga, kawasan ekowisata yang ada cenderung terabaikan.

Kerjasama semua pihak

Berdasarkan pemberitaan media setempat,  objek wisata alam Goa Tambubuang Rayo di Jorong Gumarang, Nagari III Koto Silungkang, Kecamatan Palembayan, Sumatra Barat, hingga detik ini belum terjamah. Pada atap dan dasar gua sepanjang sekitar 100 meter berpintu gerbang luas tersebut melekat batu stalaktit dan stalagmit. Tersusun rapi secara alamiah, tampilan batuan tersebut menimbulkan keindahan tersendiri.

Dalam gua bersarang kelelawar dan burung “layang-layang sarok”. Selain itu, tersedia juga pemancingan ikan di sungai sekitar gua yang memanjakan setiap pengunjung.

Padahal, pemberdayaan sektor pariwisata di wilayah pedalaman dipercaya mampu menggerakkan roda perekonomian lokal. Berbagai data menunjukkan, seiring berkembangnya desa wisata, tingkat perekonomian warga ikut terdongkrak. Kemiskinan akut yang merongrong sebagian masyarakat dapat dihindarkan apabila objek-objek wisata yang bertebaran di wilayah pedalaman  dikelola secara maksimal.

Dengan diresmikannya desa wisata, masyarakat setempat dapat mengekspresikan kreativitas dengan menjajakan panganan tradisional dan menawarkan produk lokal. Lebih jauh, rumah penduduk yang berada di sekitar objek wisata bisa disulap menjadi lokasi penginapan atau homestay alias tempat peristirahatan pengunjung.

Apabila digarap secara serius, potensi lokal mampu digunakan sebagai modal besar pembentuk destinasi wisata unggulan. Namun demikian, usaha menghadirkan desa wisata yang berkarakter dan berkualitas memerlukan proses yang tidak sebentar dan memang panjang. Untuk mewujudkannya, pamong desa selaku aktor lokal bisa menempuh beberapa langkah berikut yang bisa mengembangkan pamor dari desa wisata.

Pertama, menentukan prototipe pengembangan desa wisata. Dalam konteks ini, Desa Medal Sari, Kecamatan Pangkalan, Karawang, merupakan contoh yang baik. Lantaran dikenal rajin mengkonservasi lingkungan sekaligus getol membumikan tradisi lama, desa yang berada dalam kawasan Jawa Barat tersebut layak dijadikan sebagai salah satu model. Berdasarkan buku Karawang dalam Lintasan Peradaban (2016: 224), penduduk Desa Medalsari bertekad menciptakan keseimbangan ekosistem serta mempertahankan budaya asli. Bagaimanapun, tradisi-tradisi sarat nilai yang masih bertahan dari gempuran modernisasi merupakan kekayaan tak ternilai yang sukar dijumpai pada masa kini.

Kedua, menggalang dukungan dari pemerintah daerah. Baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi memiliki andil besar dalam mendukung eksistensi desa wisata. Guna mendongkrak popularitas di mata publik, dinas pariwisata provinsi dan kabupaten semestinya ikut melakukan promosi atas kelebihan, kenyamanan, serta beragam fasilitas yang ditawarkan desa wisata. Apabila memungkinkan, pemerintah desa juga meminta dukungan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Ketiga, menggelar kegiatan-kegiatan pendampingan yang berkelanjutan bagi semua stakeholder. Karena terlibat secara langsung, mereka mesti memperoleh bimbingan yang intens dari penggerak pariwisata yang berpengalaman. Keempat, memberikan pemahaman yang mendalam tentang kepariwisataan kepada segenap lapisan masyarakat. Bagaimanapun, kerjasama dan komitmen semua pihak menjadi kunci kemajuan desa wisata tersebut.•   

Riza Multazam Luthfy
Peneliti Desa dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UII Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×