kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di antara tiga pilihan


Jumat, 25 Mei 2018 / 15:07 WIB
Di antara tiga pilihan


Reporter: Mesti Sinaga | Editor: Tri Adi

Baru pekan lalu (16/5) Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan, kini telah menyala pula lampu kuning kenaikan suku bunga susulan. Pemantiknya, lagi-lagi sinyal kenaikan lanjutan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).

Dalam risalah rapat kebijakan Komite Pasar Terbuka (FOMC minutes) yang beredar Rabu (24/5), bank sentral AS (The Fed) memberi sinyal yang sangat jelas akan kembali menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Pasar yakin, kenaikan itu akan diputuskan dalam pertemuan The Fed pada Juni mendatang.

Dus, kian besar keyakinan pasar akan adanya tiga kali lagi kenaikan bunga AS hingga akhir 2018. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun diperkirakan akan naik menjadi 4% di 2019. Alhasil, dana asing yang berbondong-bondong masuk ke emerging market tatkala AS menerapkan kebijakan suku bunga rendah, kini berbalik arah. Ini yang membuat Rabu lalu kurs rupiah anjlok menembus 14.200 per dollar AS.

Agar rupiah tak melemah kian dalam, dan cadangan devisa tak terkuras untuk intervensi, BI agaknya tak punya banyak pilihan selain ikut menaikkan kembali suku bunga acuan.

Kini, BI menghadapi impossible trinity, unholy trinity atau trilema. Artinya, kurang lebih, sebuah negara mustahil menerapkan tiga kebijakan bersamaan, yakni nilai tukar yang stabil, keterbukaan arus modal dan kebijakan moneter yang independen. Kecuali, negara tersebut memiliki cadangan devisa yang teramat besar untuk melawan pasar.

BI harus memilih dua dari tiga kebijakan itu. Karena Indonesia menganut lalu lintas devisa bebas, maka agar kurs rupiah yang menganut free floating tak jatuh semakin dalam, kebijakan moneter (suku bunga) harus ikut pasar. Maka, keinginan menahan suku bunga rendah untuk mendorong laju perekonomian, mau tak mau harus diredam, setidaknya untuk jangka pendek.

Ini bukan pilihan yang menyenangkan bagi BI dan pemerintahan Jokowi yang tentu ingin sekali ekonomi tumbuh sesuai janjinya. Namun, bagaimanapun pelemahan rupiah tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Tak hanya memicu lonjakan inflasi, pelemahan rupiah juga akan membuat beban pembayaran utang valas menjadi besar, baik utang pemerintah maupun korporasi.

Jangan sampai terulang lingkaran setan krisis self-reinforcing seperti 1997-1998: pelemahan kurs menyebabkan meledaknya utang korporasi, yang membuat ekonomi tertekan, lalu kurs kian anjlok. Tak kurang dari ekonom sekelas Paul Krugman telah mengingatkan hal ini.

Mesti Sinaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×