kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Disfungsi pengawas ketenagakerjaan


Selasa, 07 November 2017 / 12:41 WIB
Disfungsi pengawas ketenagakerjaan


| Editor: Tri Adi

Kecelakaan kerja terus terjadi. Seperti yang terjadi akibat kebakaran disertai ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Kabupaten Tangerang. Ini merupakan tragedi nasional ketenagakerjaan akibat disfungsi pengawas ketenagakerjaan. Tragedi memilukan seperti diatas masih berpotensi terjadi di tempat lain. Akibat lemahnya pengawasan dan buruknya tata kelola Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Hingga kini kecelakaan kerja yang berakibat hilangnya nyawa dan cacat tubuh pekerja jumlahnya sangat besar. Ironisnya makin banyak pengusaha yang lepas tangan dan tidak melaporkan kejadian kecelakaan kerja di tempatnya. Masih ada tambahan lain yakni banyak pengusaha yang belum mengikutkan pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut organisasi buruh sedunia atau ILO, setiap tahun terjadi sekitar  250 juta kecelakaan di tempat kerja dan sekitar 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Dari jumlah tersebut 1,2 juta pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, jumlah kejadian kecelakaan kerja mencapai 105.182 kasus pada 2015, dengan korban jiwa mencapai 2.375 orang. Dalam hitungan ekonomi, kerugian tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan di beberapa negara bisa mencapai 4% dari produk nasional bruto (PNB).

Aspek ketenagakerjaan yang sangat penting adalah ada di raragraf  kelima dari  Undang Undang  Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur ketentuan K3.

Ironisnya fungsi pengawasan terkait K3 perusahaan masih lemah dan sering alami blokade saat jalankan tugasnya. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga 2016 hanya ada 351 orang pengawas spesialis bidang K3 yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sedangkan jumlah perusahaan jasa bidang K3 sebanyak 850 perusahaan. Kinerja perusahaan tersebut kurang optimal dan belum ada totalitas dalam membenahi K3. Kurangnya kesadaran tenaga kerja dan masyarakat tentang K3 sebaiknya diatasi dengan peningkatan jumlah karyawan yang memiliki kompetensi K3.

Perlu pelaksanaan tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan di Indonesia yang terkelola secara terpusat. Untuk mengoptimalkan seluruh aspek pengawasan di bidang ketenagakerjaan yang selama ini terkendala oleh aspek otonomi daerah. Selain itu agar pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah menjadi lebih independen dan terintegrasi.

Menurut ketentuan ILO bahwa pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi publik dari administrasi ketenagakerjaan yang memastikan penerapan perundang-undangan ketenagakerjaan di tempat kerja bisa berjalan dengan baik. Sejarah mencatat bahwa pengawas ketenagakerjaan pertama dilakukan di Inggris pada 1833. Kini pengawasan  ketenagakerjaan telah dibentuk di hampir semua negara. Layanan pengawasan diselenggarakan secara berbeda-beda di masing-masing negara dan alokasi anggarannya juga bervariasi karena perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi, politis perburuhan dan kondisi profesionalitas di masing-masing negara.

Ada dua konvensi ILO yang penting terkait pengawasan ketenagakerjaan yaitu Konvensi Nomor 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dan Konvensi Nomor 129 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pertanian. Keduanya memiliki relevansi dan telah ditetapkan dalam deklarasi ILO tahun 2008 tentang Deklarasi Keadilan Sosial. ILO menekankan bahwa pengawas ketenagakerjaan harus merespons dengan cara yang lebih efisien untuk mengantisipasi berbagai perubahan dunia kerja seperti masalah subkontrak, tenaga alih daya atau outsourcing dan  meningkatnya pekerjaan yang ilegal  atau yang tidak dinyatakan sebagai jenis pekerjaan. Hal itu karena munculnya model usaha baru dan metode produksi.


Mengekor langkah OSHA

Disfungsi pengawas ketenagakerjaan menyebabkan berbagai macam kasus ketenagakerjaan menjadi bom waktu yang siap meledak sewaktu-waktu dan kapan saja. Potensi bahaya dan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus terus dikaji, selalu diperbarui dan diawasi secara ketat. Untuk itu perlu  melihat secara komprehensif penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari lemahnya pengawasan tersebut.

Definisi potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut. Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang ada.

Beberapa hal yang tampak jelas berbahaya, seperti bekerja dengan menggunakan tali atau tangga yang tidak stabil atau penanganan bahan kimia yang mudah terbakar. Namun demikian, banyak kecelakaan terjadi akibat dari situasi sehari-hari.

Setiap industri perlu program pelatihan K3 yang praktis dan mudah dimengerti oleh seluruh kepentingan di industri yang bersangkutan. Bisa manajemen hingga para tenaga kerja. Untuk itu perlu ada penyampaian ke seluruh pemangku kepentingan soal praktik internasional terbaik saat ini dalam bidang keselamatan kerja terkait manajemen kualitas dan produktivitas.            

Pekerja perlu modul pembelajaran  yang memaparkan tentang modus kecelakaan kerja. Fakta menunjukkan bahwa kecelakaan kerja tidak jarang disebabkan oleh kesalahan dari para pekerja itu sendiri alias human error yang berawal adanya si pembuat masalah alias trouble maker akibat kondisi tempat kerja dan beban kerja yang terlalu berlebihan dan tidak ada prosedur keamanan dan minimnya peralatan. Sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan kelelahan yang luar biasa dari pekerja.

Untuk itu, kita perlu belajar K3 dari Occupational Safety and Health Administration  (OSHA). Yakni badan federal yang bertugas untuk memastikan keselamatan dan kesehatan kondisi kerja di Amerika Serikat (AS). Selama ini OSHA menjadi badan berwibawa serta memiliki kekuasaan yang besar untuk menegakkan undang-undang keselamatan kerja. Badan ini telah sampai kepada hal-hal detail dan teknis ergonomis yang menjadi bahan untuk mengembangkan standardisasi keselamatan kerja.

OSHA telah banyak melakukan proyek investigasi yang menjadi pedoman dan bertujuan mencegah kecelakaan kerja. Salah satunya adalah proyek untuk menyiapkan pedoman guna menghilangkan kesalahan gerakan berulang, yang mana hal ini menjadi faktor penyebab dari separuh yang mengakibatkan sakit dan cacat di tempat kerja.                               

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×