kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspektasi perekonomian tahun 2018


Rabu, 17 Januari 2018 / 16:34 WIB
Ekspektasi perekonomian tahun 2018


| Editor: Tri Adi

Tahun 2017 yang sudah berlalu diwarnai dengan maraknya isu pelemahan daya beli serta sikap pelaku ekonomi yang cenderung menahan diri dari kegiatan ekspansi usaha. Namun jika melihat beberapa indikator makro ekonomi yang ada, sebenarnya perekonomian Indonesia di tahun 2017 tidak terlalu mengecewakan. Kalo melihat realisasi pertumbuhan ekonomi, memang perekonomian seperti berjalan di tempat, tetapi jika menengok indikator ekonomi yang lain, situasinya tidak begitu buruk.

Dilihat dari sektor riil, perekonomian Indonesia masih menunjukkan tanda-tanda kelesuan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator yang biasa dijadikan indikator awal (leading indicator) untuk memotret kondisi sektor riil. Sebagaimana diketahui pengidentifikasian indikator ekonomi bisa dimasukkan ke dalam tiga jenis indikator, yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Penggunaan leading indicator untuk memperkirakan arah pergerakan perekonomian negara ke depan. Lagging indicator berguna untuk mengkonfirmasi prediksi yang dibuat oleh leading indicator, sementara coincident indicator digunakan untuk menentukan kondisi perekonomian negara saat ini.

Berkaca dari asumsi dasar APBN-P 2017 maka ada catatan positif dan negatif. Pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan 5,2%, hampir pasti tidak tercapai. Namun jika dikomparasi dengan negara anggota G-20, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di barisan depan. Tingkat inflasi yang ditetapkan sebesar 4,3% sepertinya akan tercapai, bahkan kemungkinan angkanya lebih rendah dari target. Nilai tukar yang disepakati pada angka Rp 13.400 per dollar AS sedikit meleset.

Namun hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, karena tahun 2017 akhir, dollar AS menjadi mata uang yang sangat kuat dibandingkan negara lain. Ini dampak dari membaiknya perekonomian AS dan kenaikan Fed Fund Rate yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ke depan, gejala depresiasi mata uang harus terus diwaspadai karena sepertinya langkah AS untuk menerapkan kebijakan moneter yang ketat, nampaknya sebuah keniscayaan. Artinya besar kemungkinan, indeks dollar AS akan semakin menguat. Indeks dollar AS (US dollar index), biasa disebut USDX atau DXY adalah angka indeks yang mencerminkan dan mengukur kekuatan mata uang dollar AS terhadap enam mata uang utama dunia lainnya yaitu euro (bobot 57,60%), yen Jepang (13,6%), pound Inggris (11,9%), dollar Kanada (9,1%), krona Swedia (4,2%) dan franc Swiss (3,6%).

Belum lagi ditambah rencana melakukan reformasi pajak yang diusulkan Presiden Donald Trump sudah disetujui senat AS. Reformasi pajak ini diantaranya akan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 35% yang berlaku saat ini menjadi 21%. Sistem perpajakan juga akan dirubah dari worldwide jadi terrytorial. Jika ini terealisir, ada kemungkinan terjadi capital outflow yang cukup masif khususnya dari negara emerging markets. Maka, beberapa negara seperti Uni Eropa, Cina dan Jepang juga sudah mengambil ancang-ancang untuk mengantisipasi dampak kebijakan yang akan diterapkan AS. Indonesia pasti akan terdampak dari rencana kebijakan ini dan mulai menerapkan langkah antisipasi dari sekarang.

Masih ada harapan

Untungnya beberapa pihak menyimpulkan fundamental perekonomian Indonesia relatif kuat. Pengakuan ini tidak hanya berasal dari faktor domestik, tetapi dari dunia internasional yang mengapresiasi kondisi perekonomian Indonesia. Yang terbaru adalah penilaian Fitch Ratings yang telah meng-upgrade peringkat utang Indonesia dari predikat BBB- dengan outlook stabil menjadi BBB dengan outlook positif. Langkah ini diharapkan akan diikuti dua lembaga pemeringkat lain, Moody’s Investors Services serta Standart and Poor’s (S&P). Moody’s Investors Services biasanya memberikan penilaian pada bulan Januari sedangkan S&P selama ini mengeluarkan rilisnya pada bulan Mei.

Kenaikan peringkat utang Indonesia ini memberikan dampak positif bagi perekonomian kita. Persepsi risiko investasi di Indonesia semakin membaik. Ini terlihat dari turunnya credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun dan sepuluh tahun. Bahkan, CDS sempat turun menyentuh rekor terendah sepanjang masa. CDS tenor lima tahun pada Rabu, 27 Desember 2017 berada di titik terendah 86,59. Jika dibandingkan posisi akhir tahun lalu atau year to date (ytd), CDS terpangkas 45,16%. Sedangkan CDS tenor 10 tahun menyentuh level terendah per 22 Desember 2017 senilai 154,00. Dengan demikian CDS sudah turun 31,20% sejak awal 2017.

CDS suatu negara bisa digunakan untuk memprediksi arah pergerakan mata uang dari negara tersebut di masa depan. Kondisi krisis Eropa yang menyorot masalah yang terjadi di Yunani, Portugal, Spanyol dan Italia membuat nilai CDS negara tersebut menjadi perhatian investor dan analis pasar. Semakin tinggi nilai CDS dari negara tersebut, maka semakin tinggi pula risiko yang dialami negara tersebut. Artinya, ketika CDS Yunani, Portugal, Spanyol dan Italia bergerak naik, maka risiko negara tersebut untuk bangkrut di mata investor juga semakin tinggi. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan turunnya kepercayaan investor yang berujung kepada lemahnya nilai mata uang suatu negara tersebut.

Hal lain yang diklaim sebagai keberhasilan pemerintahan Jokowi-JK adalah turunnya angka kemiskinan dari 28,59 juta orang pada 2015 menjadi 27,77 juta jiwa tahun ini. Memang benar angka kemiskinan turun, namun akselerasi penurunannya dirasa kurang cepat. Apalagi Indonesia memakai standar pengukuran yang berbeda dari internasional. Garis kemiskinan (poverty line) yang dipakai adalah Rp 361.496 per bulan (Rp 12.050 per hari) untuk wilayah perdesaan. Sedangkan di daerah perkotaan sebesar Rp 385.621 per bulan (Rp 12.854 per hari). Sementara standar internasional yang dipakai saat ini US$ 2 (Rp 26.600,- ) per hari atau Rp 798.000,- per bulan. Jika memakai standar ini maka angka kemiskinan di Indonesia diperkirakan lebih dari 70 juta orang.

Naiknya kepercayaan Fitch Ratings membawa implikasi positif sebab berbagai jenis investasi pada 2017 menikmati keuntungan yang signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 19,99% year to date, dari level 5.296,711 menjadi 6.355,654. Harga Surat Utang Pemerintah (SUN) juga naik 16,86%. Apresiasi yang telah diberikan oleh para investor ini selayaknya dijaga dengan baik, agar Indonesia tidak kehilangan momentum. Artinya di tahun politik ini, harapan perbaikan ekonomi dapat terwujud dengan baik, dengan catatan hajatan politik berjalan kondusif.                                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×