kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jalan macet di Senayan


Senin, 19 Februari 2018 / 16:12 WIB
Jalan macet di Senayan


| Editor: Tri Adi

Montesquieu memimpikan sebuah sistem pemerintahan yang lebih baik dengan memisahkan kekuatan penguasa dengan trias politica. Filsuf Prancis di abad ke-18 itu yakin kekuasaan yang dibagi kepada eksekutif, legislatif, dan yudikatif akan bisa menjadi pilar negara yang lebih baik karena mereka bisa saling mengecek dan menyeimbangkan.

Sayangnya kekuatan yang seharusnya bisa saling menyeimbangkan itu cukup lama macet, terutama di legislatif. Walau kita kesampingkan sejenak "prestasi" legislatif merevisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang menghebohkan, kita dengan mudah bisa melihat minimnya produk legislasi kita.

Menurut data dari Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) dalam 3 tahun terakhir, DPR tak pernah mencapai target pembuatan undang-undang sesuai Prolegnas (Program Legislasi Nasional) Prioritas. Sejak tahun 2015 DPR tidak pernah berhasil melebihi 20% dari targetnya dalam pembuatan undang-undang.

Di tahun 2017, DPR memang membuat 19 UU, tapi sebagian besar berupa pengesahan konvensi, treaty, APBN dan Perppu. Hanya ada 6 UU yang disahkan dari target 52 Prolegnas Prioritas.

Selama ini kita sebagai orang awam mungkin sukar menilai kualitas produk-produk legislasi. Tapi hanya dengan melihat dari sisi kuantitasnya saja, kita bisa melihat cerminan kinerja DPR. Jangan ditambahkan lagi pertanyaan berapa banyak produk hukum itu diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Karena beberapa keputusan MK membatalkan UU, menjadi bukti negeri ini memang krisis produk-produk legislasi yang berkualitas.

Dan rasanya miris, kalau negeri ini harus melemparkan setiap masalah legislasi kepada Mahkamah Konstitusi. Bahkan revisi UU MD3 yang baru saja disahkan DPR sudah ramai diusung untuk langsung diajukan judicial review diĀ  MK.

Selain itu tak ada halangan juga bagi DPR untuk memunculkan kembali pasal-pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Menurut seorang pengacara yang baru-baru ini mengajukan judicial review, pasal-pasal yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi seringkali dimunculkan kembali dengan ketentuan yang lebih "mengerikan" di rancangan undang-undang baru.

Entah sampai kapan "kemacetan" ini akan berakhir dan kapan kita bisa mendapatkan kembali wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Apakah ini hanya mimpi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×