kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jatah Multinasional


Rabu, 14 April 2021 / 14:01 WIB
Jatah Multinasional
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Setelah memasuki bulan ketiganya, Pemerintahan Joe Biden mulai memperlihatkan warna kebijakannya. Tak terkecuali di bidang ekonomi.

Sesuai dengan gaya presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat, Biden menyiapkan kebijakan ekonomi yang sarat dengan tema-tema non-ekonomi.

Isu seperti tanggung jawab sosial, kesamaan sosial, seperti gender dan ras, terselip dalam kebijakan yang diusung administrasi Biden. Lihat saja rancangan aturan bagi perusahaan publik yang disiapkan regulator pasar modal di AS.

Pemerintahan Biden juga pro terhadap pemerataan. Di satu sisi, pemerintah AS terkini royal membagi cek stimulus. Namun di sisi lain, kabinet Biden juga merancang kenaikan tarif pajak penghasilan.

Cara pandang pemerintahan AS terhadap ekonomi dunia sepertinya tidak berbeda dengan kebijakannya di dalam negeri. Ambil contoh tentang aturan pajak internasional.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen, pada Senin pekan lalu, menyatakan pemerintahannya akan bekerja sama dengan negara-negara anggota G20 dalam perumusan aturan tarif minimal pajak penghasilan untuk perusahaan global.

Perusahaan yang menjadi sasaran dari rancangan aturan ini, terutama, perusahaan teknologi serta digital. Selain raksasa internet dan piranti lunak, perusahaan farmasi yang kaya dari penjualan royalti turut menjadi bidikan.

Ini memang bukan wacana yang baru. Sudah lama, banyak negara maju merasa terjebak dalam persaingan adu rendah tarif pajak. Mereka akhirnya menyadari kompetisi semacam itu justru menguntungkan perusahaan multinasional, semacam Facebook atau Google.

Saat ini, dua raksasa teknologi yang didirikan dan dikendalikan oleh warga negara AS itu justru memilih basis di Irlandia. Penyebabnya, apalagi kalau bukan tarif pajak yang lebih murah.

Rancangan tarif pajak minimal untuk perusahaan multinasional, yang digagas AS sebesar 21%, tidak jauh berbeda dengan rerata tarif di OECD, yaitu 21,5%.

Indonesia sepatutnya juga turut aktif membahas aturan pajak minimum tersebut. Sebagai negara yang memiliki populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu memberi kontribusi yang besar bagi pundi uang berbagai raksasa internet.

Karena itu, sudah sewajarnya Indonesia mengupayakan agar negara asal pendapatan dari perusahaan multinasional, menikmati jatah yang lebih besar.

Penulis : Thomas Hadiwinata

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×