kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jebakan stagnasi


Senin, 19 Februari 2018 / 15:46 WIB
Jebakan stagnasi


| Editor: Tri Adi

Gong Xi Fa Chai!  Selamat tahun baru. Imlek atau tahun baru China jatuh hari Jumat, 16 Februari 2018 lalu.  Seluruh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia merayakan tahun baru dengan aneka pesta, dari makan bersama, menggelar acara tradisional hingga pesta petasan dan kembang api. Tak lupa, terselip doa agar tahun 2018 lebih baik.

Ekonomi China tahun 2018 diproyeksi akan menghadapi tantangan serius. Pemimpin China bahkan menyebutnya dengan istilah: critical battles (pertempuran kritis). Banyak persoalan serius yang harus dihadapai oleh negeri Tirai Bambu tersebut. Salah satunya:  masalah utang.  Rasio utang China diproyeksi akan mendaki. Tahun 2022, rasio utang negeri dengan ekonomi terbesar kedua dunia itu bisa mencapai 320% terhadap produk domestik bruto (PDB). Celakanya, banyak yang memproyeksi PDB China ke depan akan terus melandai.

Goldman Sachs semisal, memproyeksi ekonomi China 2018 hanya akan tumbuh 6,5%,  turun dari tahun 2017 sebesar 6,8%. Jika proyeksi ini benar, ini laju terlamban ekonomi China sejak 2009. Semakin sulit karena penurunan PDB China diproyeksi akan terus berlanjut di 2019 dengan estimasi hanya akan tumbuh 6,1%.

Dengan tren seperti itu, China menghadapi tantangan serius, apalagi jika suku bunga AS naik lebih tinggi dari prediksi dan program pemangkasan pajak di AS terjadi.  Jika ekonomi AS bersemi sampai 3,2%, proyeksi analis menyebut akan terjadi arus modal keluar dari Tiongkok. Dengan utang super jumbo, China menghadapi masalah superserius.

Ancaman tak berhenti di situ saja. Langkah Presiden AS Donald Trump keluar dari jebakan ekonomi secular stagnation atau stagnasi sekuler di negara-negara maju juga mengancam ekonomi China. Stagnasi sekuler menggambarkan sulitnya ekonomi tumbuh tinggi tengah terjadi dan berpotensi menjadi jebakan bagi negara-negara maju. Pemerintah AS memilih melakukan reformasi pajak dengan memangkas tarif pajak badan dari 35% menjadi hanya 15%.  Goal dari  kebijakan ini adalah untuk menarik investasi masuk kembali ke AS, khususnya dari industri manufaktur.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan, meski masih jauh dari harapan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, PDB Indonesia sempat membaik di tahun 2011-2012 yakni tumbuh di atas 6%. Pasca 2012, tren PDB  hanya tumbuh di kisaran 5%. Tahun 2017, memang ada tren peningkatan namun angkanya belum bisa dibilang menakjubkan. Apalagi, jika kita melihat ekonomi negara tetangga. Laju ekonomi Malaysia semisal mampu tumbuh 5,8%,  Filipina 6,7%,  Vietnam juga di kisaran 6,7%.

Pemerintah tengah berusaha keras untuk mendongkrak ekonomi menjadi lebih tinggi. Tantangan di depan mata memang berat. Pemulihan ekonomi global masih mengundang banyak tanya. Jika AS dan Eropa tengah berjuang dari jebakan stagnasi ekonomi, China berupaya keras untuk mendongkrak ekonominya lebih baik. Dengan tumpuan ekonomi kita masih di ekspor komoditas, tantangan saat ini menarik investasi, khususnya di manufaktur.  Betul, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan kenaikan. Hanya, ini belum berefek banyak.

Tak hanya reformasi fiskal, agenda penting  yang harus segera digenjot adalah melakukan reformasi serius di industri, khususnya  manufaktur. Lebih baik memulai saat ini, ketimbang tidak sama sekali. Gong Xi Fa Chai, semoga tahun ini lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×