kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kado pahit peringatan May Day 2018


Rabu, 02 Mei 2018 / 14:41 WIB
Kado pahit peringatan May Day 2018


| Editor: Tri Adi

Hari Buruh Internasional atau dikenal sebagai May Day digelar setiap 1 Mei. Untuk memperingatinya, pemerintah pun sudah menetapkan Hari Buruh Internasional sebagai hari libur nasional. Tanggal ini dipilih untuk mengenang dan mengambil inspirasi aksi buruh di Kanada pada 1 Mei 1872 silam. Aksi demo tersebut ternyata telah sukses menuntut kesejahteraan kaum pekerja di masanya, yakni penetapan delapan jam kerja di negeri Amerika Serikat.

Tahun ini, May Day di Indonesia diberi kado pahit oleh pemerintah berupa Peraturan Presiden (Perpres) No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 26 Maret 2018. Beleid tersebut menggantikan aturan sebelumnya yaitu Peraturan Presiden No.72/2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Polemik muncul di kalangan publik, karena regulasi tersebut beraroma mempermudah dan melonggarkan tenaga kerja asing masuk ke pasar tenaga kerja di Indonesia.

Pemerintah sendiri menyebut Perpres baru tersebut bertujuan untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi melalui kemudahan masuknya pekerja asing ke Indonesia. Alih-alih mendukung investasi, kebijakan ini dikhawatirkan menekan tenaga kerja domestik dan kontra produktif bagi pembangunan nasional.

Keluarnya kebijakan tersebut patut mempertanyakan visi nasionalisme ekonomi dan keberpihakan pemerintah terhadap tenaga kerja dalam negeri. Sedangkan selama ini permasalahan pengangguran masih menjadi momok perekonomian nasional. Belum lagi ditambah fenomena bonus demografi yang menghampiri. Pemerintah mesti memberikan jaminan di tataran jajaran pelaksanaan agar kebijakan baru ini tidak justru merugikan dan dianggap pro asing.

Presiden Jokowi sendiri sejak awal menyatakan ingin agar izin bagi tenaga kerja asing yang hendak masuk ke Indonesia dipermudah. Kemudahan tersebut antara lain dalam pengajuan rencana pengajuan tenaga kerja asing, (RPTKA), izin penempatan tenaga asing (IPTA), maupun penggunaan visa tinggal terbatas (vitas). Upaya mempermudah ini dapat memiliki konotasi negatif dan kesan keberpihakan asing.

Memang peraturan tersebut menyatakan penggunaan pekerja asing harus memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja lokal. Setiap pemberi kerja pekerja asing wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan yang belum dapat diduduki tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh pekerja asing. Dan pekerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan Menteri.

Sepintas masih ada keberpihakan kepada tenaga kerja Indonesia. Namun jika dicermati lebih jauh keberpihakan itu masih lemah. Karena faktor kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri terlalu kualitatif dan kurang tegas disebutkan. Parameter objektif terkait jabatan seperti apa yang belum bisa diduduki tenaga kerja Indonesia juga kurang tegas. Kebijakan subjektif perusahaan dikhawatirkan muncul demi meloloskan penggunaan pekerja asing.

Langkah antisipasi

Perpres tersebut berlaku setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Masih ada waktu untuk menyikapi dan mengantisipasi demi kebaikan bangsa. Para komponen yang berkompeten penting mengkaji dan melangkah bijak sesuai koridor yang ada.

Pemerintah pun penting menjamin keberpihakan kepada tenaga kerja domestik. Kemudahan bagi pekerja asing mestinya tidak dimaknai dengan membuka gerbang seluas-luasnya. Ambang batas maksimum penting ditentukan. Minimal dengan ukuran persentase dibandingkan tenaga kerja domestik.

Aspek keadilan juga mesti diberikan dengan memberikan kebijakan kemudahan bagi tenaga kerja domestik. Selama ini tenaga kerja domestik mengalami kesulitan administratif hingga substantif. Tenaga kerja terdidik misalnya dipersyaratkan harus memiliki Sertifikat Kompetensi Ahli (SKA). Sertifikat itu dipandang rumit dan berbiaya tidak murah. Aspek pengalaman juga sangat ketat dipersyaratkan. Hal-hal demikian mestinya diperhatikan dan dilakukan sinkronisasi dengan regulasi lain yang mengatur.

Lapangan kerja bagi tenaga kerja domestik penting pula ditumbuhkan demi mengurangi pengangguran. Ironis, dikatakan bangsa ini kekurangan tenaga kerja dalam sektor tertentu. Kenyataanya banyak masyarakat yang memiliki kualifikasi tidak mudah mengakses profesi tersebut. Hal ini dikarenakan lapangan kerjanya terbatas.

Tantangan kekinian adalah hadirnya bonus demografi. UN World Population Prospects (2002) memproyeksikan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi selama kurun 2020–2030. Periode ini dikenal dengan istilah jendela peluang (the window of opportunity). Bonus Demografi artinya rasio ketergantungan usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) pada usia produktif (15-64 tahun) semakin kecil. Bentuk piramida penduduk Indonesia secara visual akan seperti guci, dimana struktur terbesar pada usia muda. Siklus bonus demografi atau disebut "golden age" baru akan berulang 500 tahun. Jika peluang itu tidak ditangkap periode kini, maka akan menunggu lima abad lagi.

Alih-alih menangkap, bonus demografi juga rentan menimbulkan ledakan pengangguran. Diversifikasi lapangan kerja penting diciptakan. Apalagi di era disrupsi ini, pemerintah penting mendorong tumbuhnya kewirausahaan dan sektor ekonomi kreatif. Jaminan keberpihakan juga penting diberikan. Misalnya memperingan pajak pedagang online, ekspor ekonomi kreatif, dan diplomasi kepada negara lain terkait peluang tersebut.

Sektor swasta mesti tidak menerima perpres baru ini sebagai aji mumpung. Nasionalisme bagi pelaku swasta lokal disini diuji. Alasan ekonomi penting tidak selalu dijadikan patokan. Bagi pelaku asing penting menghormati tuan rumah dengan tidak semata-mata melihat regulasi, namun melalui pendekatan budaya termasuk menggaet tenaga kerja Indonesia.

Kajian mendalam dapat dilakukan akademisi, pengamat, maupun praktisi. Aspek untung rugi bagi perekonomian nasional mesti diprioritaskan. Masukan kajian dapat segera diberikan kepada pemerintah. Sampai pada akhirnya jika aspirasi tidak diakomodasi langkah hukum dapat ditempuh. Gugatan dapat dilayangkan guna merevisi atau bahkan membatalkan Perpres tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×