kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kami berharap solusi yang lebih konkret


Selasa, 16 Januari 2018 / 13:53 WIB
Kami berharap solusi yang lebih konkret


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Banyak rumahsakit mengeluhkan kelambatan BPJS Kesehatan dalam melunasi klaim yang mereka ajukan. Menurut pengelola rumah sakit, keterlambatan pelunasan bisa berdampak ke penurunan kualitas pelayanan.

Agar bisa memenuhi komitmen mendukung program jaminan kesehatan nasional (JKN), pengelola rumahsakit berharap ada solusi jangka panjang dari pemerintah dan BPJS Kesehatan.
Defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menjadi momok bagi rumahsakit. Banyak pengelola  rumahsakit yang mengeluh bahwa tagihan program JKN yang belum dilunasi oleh BPJS Kesehatan.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris mengatakan tagihan yang diajukan pasti akan selesai dan dibayar oleh institusinya. Pasalnya, pemerintah juga sudah bergerak cepat dalam berusaha menutup defisit BPJS Kesehatan. 

Menurut Fahmi, pemerintah sudah merespons sehingga tidak perlu ada ketakutan dari rumahsakit kalau ada tagihan yang masih menggantung.
 

Pengelola rumahsakit juga tidak perlu memikirkan bagaimana persoalan defisit anggaran BPJS. “Ada masalah di hulu, teman-teman di rumahsakit tidak usah terlalu memikirkan itu.

Mendengarkan kabar ada defisit, itu bagian kami, bagian Kementerian Keuangan,” ujar Fahmi. Pihak BPJS juga memastikan kalau pemerintah terus mencari cara bagaimana agar persoalan anggaran ini bisa cepat selesai. Tahun ini, misalnya, defisit diharapkan sudah selesai setelah ada suntikan dana Rp 3,6 triliun.
 

Nah, Fahmi meminta agar pengelola rumahsakit fokus untuk melayani masyarakat. Apalagi ada kepastian jika ada keterlambatan pembayaran ke rumahsakit, maka BPJS Kesehatan terkena denda 1%.  Hal ini bisa dimanfaatkan oleh manajemen rumah sakit untuk mencari keuntungan marjin.
 

Ia juga melihat manajemen rumahsakit perlu meng-update soal sistem pembayaran ini. Karena selama ini rumahsakit menerima pembayaran setelah pasien selesai berobat.

Kini, proses mendapatkan uang harus melalui verifikasi yang ketat. BPJS sendiri tidak bisa main-main soal verifikasi ini karena sistem audit di lembaga ini berlapis.

Sampai sekarang, BPJS diaudit oleh banyak lembaga, mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga auditor swasta. Makanya, kemudian verifikasi yang mereka lakukan terhadap tagihan dari rumahsakit juga memerlukan waktu yang tidak sebentar.
 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi menyebutkan saran yang diberikan oleh BPJS sudah pernah disampaikan dalam rapat-rapat selama ini.

Namun, persoalannya, tidak mudah bagi manajemen rumahsakit mendapatkan kredit untuk cash   flow selama tagihan ke BPJS belum cair.  “Kan tidak semudah itu mendapatkan pinjaman dari bank,” ujar Ichsan.

Ia juga berharap ada solusi jangka panjang yang bisa diberikan pemerintah agar masalah pembayaran klaim ini tidak terulang-ulang terus sepanjang waktu.
 

Nah, bagaimana jajaran rumahsakit menanggapi saran dan upaya pemerintah mengatasi defisit? Wartawan KONTAN Lamgiat Siringo-ringo mewawancarai Ichsan.
Berikut nukilannya:

KONTAN: Bagaimana kondisi rumahsakit saat ini dengan adanya tunggakan pembayaran dari BPJS?
ICHSAN:
Beberapa bulan belakangan, bahkan hingga kini memang banyak keluhan dari rumahsakit, kalau tagihan ke BPJS Kesehatan ada yang belum terbayar dan ada yang terlambat. Kondisi ini, terus terang, cukup berat bagi rumahsakit.

KONTAN: Seharusnya proses pembayaran tagihan itu berapa lama?
ICHSAN:
Seharusnya sih setelah proses verifikasi memang cuma dua minggu. Tetapi beberapa bulan ini, banyak pembayaran yang terlambat.

KONTAN: Apa yang mengganggu bagi rumahsakit jika tagihan ke BPJS ini terlambat ataupun belum dibayar?
ICHSAN:
Kalau ditanya soal apa yang mengganggu, ya pasti manajemen rumahsakit akan terganggu soal cash flow. Misalnya saja, kami kan mempunyai tagihan juga dari distributor obat.

Apalagi obat itu kan sudah diambil oleh pasien. Artinya, harus ada uang yang tersedia untuk membayar obat. Belum lagi, ada juga pembayaran alat-alat kesehatan. Tentu saja, termasuk juga pembayaran tenaga kesehatan seperti suster, dokter dan pegawai lainnya. 

KONTAN: Apakah pasokan obat bisa terganggu gara-gara keterlambatan ini?
ICHSAN:
Ada kekhawatiran seperti itu. Karena biasanya kan distributor obat itu dibayar mundur. Namun, jika lebih dari jadwal penagihan ada kemungkinan mereka jadi tidak mau memasok obat lagi.

KONTAN: Jadi mungkin keterlambatan pembayaran klaim akan berdampak terhadap layanan ke pasien?
ICHSAN:
Hingga kini kami masih terus fokus untuk melayani pasien. Namun, jika memang tidak ada jalan keluar, bisa saja keterlambatan itu akan berdampak ke pelayanan terhadap pasien.

KONTAN: Apakah asosiasi mengetahui penyebab BPJS terlambat melunasi tagihan?
ICHSAN:
Yang kami dengar memang ada masalah keuangan di BPJS. Kami berusaha memahami hal tersebut. Namun kondisi ini harus ada jalan keluarnya. Bagi pengelola rumahsakit, mendukung pelaksanaan program JKN sudah masuk ke dalam daftar prioritas. Tapi, kepastian pencairan klaim juga penting bagi keberlanjutan pelayanan rumahsakit.

KONTAN: Direktur Utama BPJS Kesehatan menyebutkan ini masalah cash flow dari manajemen rumah sakit?
ICHSAN:
Jika bicara gangguan maka yang terganggu adalah rumahsakit kecil, yang sekitar 75% pasiennya adalah peserta BPJS. Misalnya beberapa grup rumahsakit yang memang hanya mengandalkan pasien BPJS saja.

Ini kan menjadi masalah, karena mereka tidak bisa mengandalkan penerimaan dari sumber selain BPJS. Jadi kalau bicara manajemen cash flow memang kami sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik terutama untuk program pemerintah ini. Kami memang dari awal fokus untuk menyukseskan program JKN.

Namun, ini kan bicara bagaimana operasional rumahsakit bisa tetap berjalan. Kami mengerti kalau BPJS mengalami kesulitan anggaran karena iuran yang dibayar itu secara aktual tidak cukup.

Defisit BPJS Kesehatan juga dipengaruhi oleh banyaknya pasien yang mengalami penyakit katastropik, yang harus ditangani. Setidaknya, ada 30% penyakit katastropik yang harus dibiayai dengan menggunakan BPJS.

KONTAN: Rumah sakit diminta tidak memikirkan persoalan di hulu soal defisit, tetapi harus terus meningkatkan pelayanan?
ICHSAN:
Memang, kami tidak perlu memikirkan, tetapi jika begini terus maka gangguan ini tetap ada. Bicara soal layanan, kami tetap fokus untuk melayani. Apalagi bagi rumahsakit yang sebagian besar pasiennya adalah peserta BPJS.

KONTAN: Apakah kenaikan iuran bisa mengurangi defisit BPJS?
ICHSAN:
Ya memang banyak cara yang akan dilakukan pemerintah. Tetapi kemungkinan akan tarif iuran naik itu sepertinya tidak mungkin. Apalagi bicara tahun depan dan 2019 merupakan tahun politik. Makanya kami agak khawatir.

KONTAN: Sudah pernah bertemu dengan pejabat BPJS?
ICHSAN:
Pertemuan memang intens kami lakukan. Kami berusaha juga memberikan masukan kepada BPJS.

KONTAN: Dirut BPJS menyebutkan manajemen rumah sakit bisa mendapatkan untung dari margin jika mendapatkan pinjaman dari bank dan dibandingkan dengan denda yang harus dibayar?
ICHSAN:
Mungkin saja ini berlaku untuk rumahsakit besar. Tapi, bagi rumah sakit kecil kan tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Solusi ini memang pernah dilontarkan saat rapat dengan BPJS. Toh, kami merasa sepertinya mengajukan pinjaman ini bukan jalan keluar.

KONTAN: Apa yang akan terjadi tahun depan jika masalah ini tidak bisa teratasi?
ICHSAN:
Kami memang khawatir untuk tahun depan. Ada beberapa kondisi kenaikan harga obat akibat harga bahan baku mengalami kenaikan. Belum lagi, upah minimum di banyak daerah juga naik. Ini akan membebani manajemen rumahsakit yang mempunyai pegawai untuk digaji.

KONTAN: Apa harapan bagi pemerintah dan BPJS untuk masalah ini?
ICHSAN:
Kami berharap ada jalan keluar yang lebih konkret dan bisa jadi jalan keluar dalam jangka panjang. Jangan sampai masyarakat merasakan efek defisit BPJS.

Bio Data Ichsan Hanafi, Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta

Riwayat pendidikan:
- S1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
- S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Riwayat pekerjaan:
- Direktur RS Hermina Daan Mogot Jakarta
- Direktur RS Hermina Bekasi
- Direktur RS Hermina Jatinegara
- Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI)                    

* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 11-17 Desember 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Kami Berharap Solusi yang Lebih Konkret"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×