kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masalah struktural pasar mobil


Senin, 25 Juni 2018 / 16:15 WIB
Masalah struktural pasar mobil


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Penjualan mobil domestik selama caturwulan pertama tahun 2018 mencapai 394.400 unit atau tumbuh 5,6% (yoy), lebih rendah dari capaian tahun 2017 yang tercatat tumbuh 6,0% (yoy). Berdasarkan jenisnya, penjualan mobil penumpang tumbuh 1,02% (yoy) sedangkan mobil niaga mampu tumbuh 23,6% (yoy).

Lebih detail lagi, multi-purpose vehicle (MPV) dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc atau yang lebih dikenal sebagai kelas mobil sejuta umat hanya mampu tumbuh 0,8% (yoy). Pertumbuhan penjualan MPV di kelas tersebut sangat berpengaruh pada pertumbuhan total penjualan mobil di Indonesia karena share-nya mencapai 42,6%.

Fenomena pertumbuhan mobil niaga yang menguat sudah terjadi sejak bulan Februari 2017. Salah satu penyebab utamanya adalah perbaikan harga komoditas utama, khususnya batubara.

Harga batubara global mengalami peningkatan signifikan sejak akhir 2016. Lima bulan kemudian, penjualan kendaraan niaga Indonesia membukukan pertumbuhan positif setelah mengalami penurunan selama 29 bulan berturut-turut.

Menariknya, kinerja mentereng mobil niaga pada 2017 tidak dibarengi oleh perbaikan penjualan kendaraan penumpang. Bukankah seharusnya peningkatan harga komoditas akan meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan, mengingat ekonomi Indonesia mayoritas masih bergantung pada sumber daya alam.

Contohnya, pada tahun 2007 dan 2010 dimana harga komoditas utama Indonesia, yaitu batubara, crude palm oil (CPO), karet dan nikel, serentak mengalami peningkatan. Pada 2007, penjualan mobil niaga meningkat 22,9%% (yoy) yang disertai dengan pertumbuhan penjualan mobil penumpang sebesar 41,5% (yoy).

Sama halnya dengan tahun 2010, dimana penjualan mobil niaga tumbuh 79,8% (yoy) dan mobil penumpang tumbuh 50,7% (yoy). Seperti kita ketahui bersama, tahun 2007 adalah periode awal booming komoditas yang sempat terkoreksi pada tahun 2008 dan 2009 paska krisis finansial di Amerika Serikat. Harga komoditas kembali meningkat pada 2010 dan berangsur-angsur menurun setelahnya.  

Lantas mengapa penjualan mobil penumpang tidak ikut meningkat pada tahun 2017? Kenaikan harga komoditas tahun 2017 hanya dialami oleh komoditas tambang, seperti batubara, nikel dan tembaga, sementara komoditas perkebunan, seperti CPO dan karet, cenderung stabil dan bahkan menurun.

Data kami menunjukkan, pergerakan pertumbuhan penjualan mobil penumpang sejalan pergerakan pertumbuhan harga CPO. Sementara pergerakan pertumbuhan penjualan mobil niaga sejalan dengan pergerakan pertumbuhan harga batubara.

Perubahan harga komoditas sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia yang kemudian ditransmisikan ke penjualan mobil domestik. Lantas bagaimanakah prediksi harga komoditas ke depannya?

Harga CPO masih dibayang-bayangi isu lingkungan sehingga beberapa pasar, khususnya Eropa, mengancam akan menghentikan konsumsi CPOnya. Selain itu produk substitusinya, seperti kedelai dan rapseed, cenderung lebih tidak efisien dibandingkan CPO, dan butuhkan lahan yang lebih luas untuk memproduksi jumlah sama.

Di sisi lain, harga batubara global yang sedang meningkat cenderung disebabkan oleh berkurangnya suplai karena pembatasan produksi di China pada akhir 2016. Jika China mencabut pembatasan tersebut maka kami menilai suplai batubara akan kembali normal.

Melihat risiko-risiko itu, maka kinerja penjualan mobil domestik juga berpotensi terpengaruh jika terjadi perubahan arah harga komoditas global. Kami menilai ruang tumbuh penjualan mobil masih terbuka lebar mengingat baru 10% rumah tangga Indonesia yang memiliki minimal satu buah mobil.

Upaya pemerintah untuk memperbaiki masalah struktural, seperti rencana perubahan pajak penjualan nilai barang mewah (PPn BM) di segmen mobil penumpang, dapat membuat harga mobil lebih terjangkau. Selain itu, pelarangan impor truk bekas juga berdampak positif.

Tapi, selama perekonomian Indonesia masih bergantung pada komoditas maka pergerakan harga komoditas masih akan mempengaruhi mayoritas sektor industri Indonesia, termasuk otomotif. •

Andrian Bagus Santoso
Industry Analyst

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×