kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melacak penghindaran pajak


Jumat, 24 November 2017 / 15:40 WIB
Melacak penghindaran pajak


| Editor: Tri Adi

Belum reda keterkejutan kita atas Swiss leaks 2015, Panama Papers 2016, Bahamas Leaks 2016--dokumen rahasia skala besar tentang penghindaran pajak--kini Konsorsium Internasional untuk Wartawan Investigatif menguak data baru: Paradise Papers 2017.

Seperti kasus sebelumnya, tim independen berhasil membongkar dokumen rahasia penghindaran pajak antar negara dari sebuah firma hukum lepas pantai. Temuan ini kian mendesak penggunaan cara yang lebih universal dalam mengatasi penghindaran pajak.

Penghindaran pajak selalu menghasilkan suatu kesenjangan ekonomi. Tatkala instrumen yang digunakan untuk mendistribusikan kemakmuran rakyat, dikemplang oleh orang kaya, korporasi nasional dan multinasional. Maka tak ayal ketimpangan kian lebar mengalir di dunia kita sekarang.

Fakta menunjukkan Indonesia punya jurang kesenjangan paling lebar dari seluruh negara di Asia Tenggara. Bahkan kekayaan empat konglomerat lokal jauh lebih besar daripada 100 juta penduduk miskin di negeri ini.

Hal itu diungkap dalam laporan kesenjangan di Indonesia berjudul Menuju Indonesia yang Lebih Setara oleh Oxfam Jakarta yang diterbitkan awal tahun 2017 ini. Laporan Oxfam juga menyebut, Indonesia dengan populasi lebih dari 250 juta jiwa memiliki kesenjangan terburuk peringkat keenam di dunia.

Banyak modus-modus bermunculan dalam penghindaraan pajak melalui firma hukum lepas pantai. Sejumlah wajib pajak pada suatu negara menggeser laba dengan mentransfer pendapatan pasif, modal dan kepemilikan kekayaan intelektual anak perusahaan yang merupakan subjek hukum di negara surga pajak.

Pendapatan aktif anak perusahaan yang merupakan subjek hukum dalam keadaan non-tax haven bisa digeser dengan penentuan harga dalam transaksi afiliasi, atau transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan pihak afiliasinya. Kunci utamanya adalah adanya hubungan istimewa (related parties).

Hubungan istimewa sebenarnya bisa saja dikendalikan dengan merundingkan suatu kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA). APA ini adalah kesepakatan antara wajib pajak dan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengannya.

Tujuannya untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multi nasional. Namun bagaimana bila suatu otoritas tidak dapat mengakses hubungan istimewa suatu subjek hukum dengan subjek hukum lain di suatu otoritas yang menjamin rahasianya dengan ketat?

Penerapan AEoI

Pajak yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan (di negara residen maupun di negara tempat pendapatan itu bersumber) tak mampu diraih karena hartanya sudah dipindahkan ke negara-negara surga pajak (tax haven). Tentu ini tak bisa dibiarkan terus. Pemerintah telah memberikan kesempatan dengan menyelenggarakan program pengampunan pajak, dalam beberapa periode dan berakhir di bulan Maret 2017. Sebagai solusi jangka pendek, program pengampunan pajak bakal dilanjutkan oleh solusi jangka panjang: Penerapan Pertukaran Informasi Otomatis Antarnegara  atau Automatic Exchange of Information (AEoI).

AEoI adalah pengiriman informasi tertentu mengenai wajib pajak pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis dan berkesinambungan dari negara sumber penghasilan atau tempat menyimpan kekayaan, kepada negara residen wajib pajak. Sebuah negara sumber yang dimaksud adalah negara di mana wajib pajak menerima penghasilan seperti dividen, bunga dan lain-lain.

Sebagai contoh, misalnya Mr Ozi menerima US$ 1 juta dalam dividen di negara A, tapi Mr Ozi tetap dan berada di negara B (dia adalah warga negara B). Otoritas negara A dapat mengirim AEoI mengenai informasi keuangan Mr Ozi ke negara B. Otoritas pajak negara tempat tinggal, kemudian dapat menganalisis data yang ditransmisikan dalam AEoI dan, jika perlu, dengan memanfaatkan data yang mereka dapat melakukan kegiatan penegakan hukum untuk memastikan bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajibannya dengan baik.

Saat ini terdapat 100 negara atau yurisdiksi (termasuk negara anggota G20) yang telah berkomitmen untuk melakukan AEoI.  Sekitar 50 negara/yurisdiksi melakukan AEoI pertama kali pada bulan September 2017 dan sisanya 50 negara/yurisdiksi melakukan AEoI pertama kali pada bulan September 2018 termasuk Indonesia. Di antara negara tersebut, termasuk Hongkong, Singapura, Swiss, Australia, serta yurisdiksi yang dianggap sebagai tax haven (Ortax, 2017).

Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) pada laporannya yang bertajuk Base Erosion and Profit Shifting Action 13, juga memperkenalkan pendekatan untuk ketentuan dokumentasi atas transfer pricing. Untuk menyongsong hal tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan tentang jenis dokumen dan/atau informasi tambahan yang wajib di simpan oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan tata cara pengelolaannya.

Kuncinya dari pengaturan ini adalah menekankan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha selanjutnya dipetakan dalam Dokumen Penentuan Harga Transfer.

Ada tiga kriteria wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi. dan itu ditentukan dari: (i) nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya; (ii) nilai transaksi afiliasi tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun pajak; (iii) pihak afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak penghasilan lebih rendah dari pada tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU tentang Pajak Penghasilan.

Tidak dapat dibantah disiplin fiskal sangat dibutuhkan untuk membiayai program kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, dan program pengentasan kemiskinan lainnya. Sektor migas yang dulunya pernah menjadi primadona dalam pendapatan negara, sekarang sudah tak bisa diharapkan. Sedangkan, penerimaan dari aktivitas perdagangan internasional juga tertekan karena adanya globalisasi dan reduksi tarif yang disyaratkan World Trade Organization (WTO).

Apalagi beberapa dekade terakhir penerimaan pajak di Indonesia masih belum optimal dengan ditandai tax ratio yang tergolong rendah–jika dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara atau negara berpendapatan menengah lainnya. Bahkan jika menggunakan indikator tax effort (penerimaan pajak aktual terhadap potensinya) maka Indonesia hanya memiliki setengah dari potensi yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×