kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membaca agenda nakhoda baru Jakarta


Kamis, 19 Oktober 2017 / 15:32 WIB
Membaca agenda nakhoda baru Jakarta


| Editor: Tri Adi

Setelah terpilih jadi Gubernur dan Wakil Gubernur, harapan warga Jakarta tertuju kepada  Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Sebab masih banyak masalah menggelayuti Jakarta, sebut saja kemiskinan, kemacetan, banjir, polusi, dan sebagainya.

Belum lagi mereka dihadapkan kenyataan masih terbelahnya masyarakat Jakarta setelah pilkada yang dimenangi duet pemimpin muda itu. Tentu masih banyak pendukung gubernur sebelumnya yang masih punya hambatan psikologis menerima Anies–Sandi.

Untuk itu, penyusunan agenda kerja menjadi hal penting yang harus mereka susun secara matang guna sukses memimpin Jakarta yang terkenal sebagai barometer nasional di segala aspek. Dan ada tiga tantangan utama yang harus mereka hadapi untuk Jakarta yang lebih baik.

Pertama, Anies–Sandi kembali harus menerima realitas politik bahwa kemenangan mereka yang meraup sekitar 57% suara bukan kemenangan mutlak. Artinya, hampir 50% suara warga Jakarta berseberangan dengan mereka. Hal ini pun berlaku di dalam konstelasi politik mitra kerja kepala daerah: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pasalnya, lembaga pengawasan pemerintah daerah ini praktis dikuasai lawan politik partai pengusung Anies–Sandi (Gerindra dan PKS). Para lawan politik ini akan mengambil posisi oposan terhadap Anies–Sandi plus terhadap segala kebijakan yang mereka ambil.

Program quick wins

Kedua, Anies–Sandi harus merangkul para pemilih yang tidak memilih mereka. Dalam arti, Anies–Sandi tidak lagi memainkan politik partisan yang hanya mendekat pada kalangan atau organisasi berafiliasi aliran agama tertentu. Pasangan ini mesti mulai mendekati para pemilih lawan. Tentu ini perlu dilakukan tanpa menjauhkan pemilih awal mereka sebagai modal politik besar.       

Ketiga, Anies–Sandi harus mulai merealisasikan janji-janji selama kampanye, utamanya janji-janji catchy (gampang diingat) yang telah menjulangkan mereka. Tiga di antara janji monumental adalah program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus; kredit rumah uang muka atau DP 0%; dan program pengentasan kewirausahaan One Kelurahan One Center of Enterpreneurship (Oke-Oce). Bila janji besar ini gagal dilaksanakan, kecaman publik tentu akan bergulir dan akan menambah energi bagi tekanan politik yang dilancarkan politisi oposan di DPRD.

Berdasarkan ketiga tantangan itu, maka Anies–Sandi juga harus mengedepankan empat agenda guna memuluskan jalan pemerintahan mereka lima tahun ke depan. Pertama, mereka harus berkomitmen menunjukkan kinerja prima demi membungkam lawan politik di DPRD. Dengan kinerja prima, suara rakyat ada di belakang mereka sehingga para wakil rakyat di legislatif tentu akan berpikir dua kali untuk melakukan kritik buta tanpa dasar. Bekal kinerja ini juga yang dulu membuat Ahok bertahan cukup lama di kursi gubernur meskipun dia tidak bernaung di bawah satu partai politik.

Kedua, guna memastikan Anies–Sandi tidak terkesan memihak satu golongan atau kelompok primordial tertentu, sebenarnya duet pemimpin ibukota ini bisa menempuh jalan mudah. Yaitu, menegakkan prinsip supremasi penegakan hukum (rule of law) terhadap setiap pelanggaran. Sebab, hukum yang esensinya bersifat tidak memihak (impartial) akan menjadi wasit bagi setiap kasus yang terjadi. Jadi, apabila ada satu kasus terkait kelompok yang dulu berkontribusi memenangkan pasangan tersebut, tinggal serahkan saja pada hukum (law enforcement) yang fair. Dengan begitu, beban politik Anies – Sandi akan terlepas dan berpindah ke tangan hukum.

Ketiga, untuk memuaskan warga Jakarta, Anies–Sandi harus merumuskan program-program yang dalam ilmu manajemen disebut kemenangan cepat alias quick wins (Jim Collins, Good to Great, GPU, 2015). Maksudnya, Anies – Sandi dalam waktu sekitar 100 hari kerja seyogianya sudah bisa menelurkan kebijakan yang hasil konkretnya terasa langsung ke masyarakat.

Sebagai contoh, dalam waktu 100 hari ke depan, pemerintah daerah sudah mulai bisa membagikan sejumlah KJP Plus. Atau, sudah menandatangani MoU dengan salah satu bank dalam rangka penyaluran kredit DP nol persen bagi calon pembeli rumah pertama berpenghasilan menengah ke bawah. Dengan sejumlah quick wins, masyarakat yang telah memilih mereka akan lebih yakin dan masyarakat yang antipati akan berubah simpati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×