kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar sentimen


Senin, 13 November 2017 / 12:58 WIB
Menakar sentimen


| Editor: Tri Adi

Kendati baru berusia delapan tahun, bitcoin pasti tak asing lagi bagi mereka yang peduli dengan urusan membiakkan dana. Penyebabnya apalagi kalau bukan stamina cryptocurrency itu dalam memperbarui rekor harga tertingginya.

Sepanjang tahun ini saja harga bitcoin tumbuh tujuh kali lipat. Harga bitcoin di pasar spot New York, Kamis pekan lalu mencapai US$ 7.392. Setelah menguat 12%, memang kurs bitcoin melemah menjadi US$ 7.025.

Bagi mereka yang masih asing dengan uang kripto, pasti semakin tergoda untuk memasukkan bitcoin dalam portofolionya. Apakah rally harga yang terjadi pekan lalu itu bisa dianggap sebagai bukti keampuhan bitcoin sebagai instrumen pembiak kekayaan?

Mereka yang sudah memiliki bitcoin akan sepenuh hati menjawab ya. Catatan yang pasti tak luput disampaikan adalah kenaikan harga itu dialami bitcoin di saat uang digital itu diterpa berbagai sentimen negatif.

Kabar paling buruk bagi bitcoin tentunya larangan sentral Tiongkok (PBC) terhadap kegiatan operasi bursa uang virtual. Setelah larangan berlaku di mid September, banyak yang menduga harga bitcoin bakal rontok. Prediksi itu muncul karena warga Negeri Tembok Raksasa merupakan salah satu pasar terbesar bagi bitcoin dan uang virtual lainnya.

Koreksi harga bitcoin memang terjadi. Bahkan, nilai tukar uang virtual itu terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sempat rontok hingga US$ 1.000 per 1 bitcoin.

Namun yang tidak sesuai dengan ekspektasi banyak orang, masa koreksi bitcoin sangat pendek. Hanya dalam hitungan harian. Setelah menyentuh titik terendahnya di US$ 3.008 pada mid September, kurs bitcoin yang dikompilasi situs www.coinmarketcap terus menguat. Sebulan setelah menyentuh bottom-nya, kurs bitcoin pun mencapai US$ 5.532.

Penilaian negatif dari perusahaan keuangan dan investasi raksasa, semacam JP Morgan tak juga menyurutkan laju bitcoin. Seperti yang disebut di awal, tren penguatan bitcoin bertahan hingga pekan lalu.

Kemampuan bitcoin bertahan, bahkan melejit, di tengah gempuran berita negatif sedikit banyak mematahkan keraguan banyak investor konvensional terhadap jenis kelamin bitcoin, dan berbagai kepeng virtual lain.

Selama ini, bitcoin cs tidak dilihat investor konvensional sebagai valuta. Alasannya, jumlah bitcoin yang beredar tidak berdasarkan atas kegiatan ekonomi. Di negara yang sudah menggelar perdagangan bitcoin, seperti AS, uang virtual lazim dianggap sebagai komoditas, seperti minyak mentah.

Namun berbeda dengan komoditas tambang ataupun komoditas pertanian, mesin utama bagi pergerakan bitcoin adalah spekulasi. Tidak ada faktor fundamental yang melandasi pergerakan harga bitcoin.

Spekulasi yang menjadi bahan bakar bagi pergerakan terakhir harga bitcoin adalah rencana CME Groups, broker komoditas raksasa di AS, untuk menawarkan instrumen future bagi bitcoin. Sebelum CME, Cboe Global Market juga mengusung rencana serupa. Sedangkan LedgerX menawarkan opsi dan swap bitcoin.

Rencana itu dianggap positif karena bisa menambah likuiditas bagi perdagangan bitcoin. Dengan kurs terkininya, nilai pasar bitcoin mencapai US$ 182 miliar. Sayangnya, jumlah uang yang benar-benar pernah memasuki pasar Bitcoin cuma beberapa miliar dollar saja.

Jadi, kalau Anda tak jeri dengan kondisi likuiditas bitcoin yang tipis, silakan menjajal peruntungan di koin virtual.    


   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×