kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mencari kuda hitam


Senin, 16 April 2018 / 13:16 WIB
Mencari kuda hitam


| Editor: Tri Adi

Akhir-akhir ini, diskusi bisnis terasa tidak lengkap kalau tidak bicara soal calon presiden (capres). Dan selalu yang ramai dibicarakan adalah Joko Widodo (Jokowi) versus Prabowo. Maklum, keduanya sudah memproklamirkan diri untuk bertarung di tahun 2019.

Nama lain juga muncul, seperti Gatot Nurmantyo. Namun belum ada partai yang mengusungnya.

Banyak yang bilang, Pilpres 2019 adalah pertarungan wakil presiden. Asumsinya kandidat calon presiden hanya berada di kutub Jokowi dan Prabowo. Oleh karena itulah, ketepatan memilih pasangan menjadi kunci masing-masing kandidat.

Tak mengherankan, bursa calon wakil presiden lebih semarak. Muhaimin, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, Romahurmuzy, Tuan Guru Bajang, Zulkifli Hasan, Sri Mulyani, Ahmad Heryawan, Moeldoko, serta nama lain.

Nah, berdasarkan survei dan prediksi, sejauh ini Jokowi berpeluang besar melanjutkan periode kedua tahta kepresidenanya. Sekali pun melawan "seteru abadinya", Prabowo.

Apa iya, tidak ada nama lain yang lebih kuat untuk menantang Jokowi? Dalam politik, segalanya bisa berubah. Kelompok oposisi tentu saja tidak akan sekadar melawan jika peluangnya hanya untuk kalah.

Dan dalam politik ada yang disebut kuda hitam. Wacana kuda hitam belum banyak dibicarakan, bahkan seolah-olah menjadi tabu saat ini.

Padahal, jika kita jeli dan jernih melihat setiap potensi, calon kuda hitam sesungguhnya selalu ada. Entah itu dari kalangan militer, politisi sipil, serta pengusaha. Dan Chairul Tanjung termasuk salah satunya.

Sosok taipan 55 tahun itu menarik untuk disimak. Maklum, CT dinilai mewakili kelompok pengusaha pribumi muslim paling sukses dewasa ini setelah era Keluarga Bakrie dan Panigoro.

Tahun ini pula, Forbes menempatkan CT sebagai orang terkaya nomor lima di Indonesia dan rangking 652 di jajaran orang tajir sedunia. Pemilik gergasi bisnis CT Corpora itu ditaksir memiki harta US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 47,5 triliun.

Jika Jokowi memulai karier politik dan bisnis dari tukang kayu, karier bisnis CT dimulai dari bilik gerai fotokopi. From zero to hero. Dari Anak Singkong, begitu ia menyebut status masa lalunya yang papa, kini CT menjadi taipan segede kingkong. Ia merengkuh sektor ritel, perbankan, keuangan, properti, pariwisata, kuliner hingga media. Pria berdarah Batak dan Sunda itu tuntas mengerjakan PR-nya sebagai pengusaha.

CT juga lihai di kancah politik. Ia dekat dengan Partai Demokrat sampai-sampai digosipkan masuk sebagai petinggi partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga disinyalir punya hubungan khusus dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), salah satu partai berbasis umat Islam era modern.

Di jalur birokrasi, sejumlah jabatan strategis juga pernah disandangnya. Menko Ekonomi, sekaligus merangkap posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Kehutanan ada dalam curriculum vitae-nya.

Sewaktu Komite Ekonomi Nasional (KEN) dibentuk pertama kali oleh SBY, CT ditunjuk sebagai ketua pertamanya. Salah satu milestone KEN era CT adalah Visi Indonesia 2050, sebuah cetak biru jangka panjang Indonesia.

Dalam konteks kontestasi Pilpres 2019, sosok serupa CT bisa menjadi warna lain. Di tengah jagat politik yang menghadapi kebekuan patron kepemimpinan, orang-orang seperti CT juga bisa menjadi kuda hitam. Figur-figur seperti ini menawarkan khazanah baru agar lepas dari sosok yang itu-itu saja, sekaligus menjadi mitra tanding yang sebanding.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×