kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mencari sosok ideal Dirjen Hubla


Senin, 09 Oktober 2017 / 14:16 WIB
Mencari sosok ideal Dirjen Hubla


| Editor: Tri Adi

Ada hal yang tidak biasa tengah berlangsung di Kementerian Perhubungan (Kemhub). Instansi tersebut tengah mencari figur mengisi posisi Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) yang lowong setelah Antonius Tonny Budiono, KPK cokok. Ya, tidak biasa karena Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terkenal tertutup bagi pegawai luar.

Ketertutupan itu bahkan berlaku pula untuk kalangan internal. Sudah bukan rahasia lagi, bagi pegawai Ditjen Hubla yang tidak berlatar belakang pelaut peluang menapaki jenjang karier bisa jadi tertutup. Ditjen Hubla nampaknya hanya untuk pelaut dan hanya pelaut alumni pendidikan pelaut tertentu saja. Mereka yang berpendidikan dari berbagai lembaga pendidikan umum akan digergaji angin melalui office politics sehingga tak beranjak naik atau paling tidak statis di tempat.

Tentu saja posisi Dirjen bukan posisi sembarangan; ia jauh di atas permainan itu. Tetapi, ia sangat dekat dengan peluang korupsi, di tangannya kebijakan yang digariskan oleh Menteri berikut anggarannya dieksekusi atau diimplementasikan. Oleh sebab itu, upaya mencari figur Dirjen Hubla melalui seleksi terbuka bisa dimaknai sebagai ungkapan putus terhadap praktik koruptif yang berjalan selama ini di sana.  

Praktik koruptif yang sudah berakar tunjang di Ditjen Hubla tidak lantas akan terkikis dengan adanya seorang Dirjen yang dipilih secara terbuka. Namun, paling tidak, figur terpilih lebih memiliki integritas lantaran sudah dibelek lewat serangkaian tes, assessment, dan sebagainya. Tak ketinggalan, kekayaan pribadinya pun ditelisik.

Sosok ideal

Lantas, bagaimanakah sosok ideal Dirjen Hubla? Tulisan ini tidak hendak mendukung satu pun kandidat Dirjen Hubla yang saat ini tengah menjalani proses seleksi, melainkan kriteria. Pertama,  calon harus memahami kondisi transportasi laut nasional. Pemahaman ini tidak hanya terkait regulasi lantaran dirjen bukan ahli hukum apalagi jaksa atau hakim.

Ia juga harus memahami perkembangan teknologi/sistem transportasi laut dan aspek lain yang terkait dengan transportasi laut seperti pelabuhan, intermoda, dan lainnya. Lebih lanjut, tak kalah pentingnya untuk dipahami oleh kandidat Dirjen Hubla adalah praktik dan tren bisnis transportasi laut yang terus berkembang. Bisnis transportasi laut sudah terbilang tua di mana lingkungan strategis tempat ia dilahirkan dan tumbuh telah berubah drastis. Pola  perdagangan internasional melalui laut hari ini tak lagi sama.

Dahulu, negara maju, hanya mengimpor sebesar 3,5 ton per kapita sementara negara berkembang hanya 1 ton per kapita. Kini, angka tersebut sudah berubah. Negara maju mengimpor hanya 37% dari total impor dunia dan terus turun dengan kecepatan 1 % per tahun. Padahal, pada era 1960-an, mereka menguasai hingga 75% impor global. Nah,  negara Asia Pasifik sudah mengambil alih kekuatan tersebut.

Hal lainnya, ketika bisnis pelayaran modern mulai bergerak beberapa dekade lalu isu iklim bukan masalah yang besar. Sehingga, pencemaran udara yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal di tengah lautan maupun di pelabuhan tidak perlu dipusingkan operator dan pemilik kapal. Tetapi, dengan ancaman perubahan iklim  yang ada di hadapan umat manusia,  industri pelayaran harus bisa mengatasi kondisi tersebut.

Kedua, calon Dirjen Hubla harus mempunyai akses yang luas ke komunitas maritim internasional yang meliputi kalangan pelayaran, pelabuhan, perbankan, atau asuransi.  Faktanya, akses Dirjen Hubla ke komunitas maritim mondial selama ini amat terbatas. Berdasarkan pengamatan media, sepertinya akses Dirjen Hubla hanya ke International Maritime Organization (IMO).

Sulit menemukan berita Dirjen Hubla bertandang ke markas salah satu main line operator (MLO), perusahaan pelayaran dunia, dan mengajak agar menjadikan salah satu pelabuhan di Indonesia sebagai hub. Atau, sang Dirjen ngopi bareng dengan para underwriter yang selama ini memasukkan Indonesia ke dalam war risk zone sehingga kapal yang menuju Indonesia dikenakan war risk surcharge.

Dirjen Hubla terpilih harus mampu menjadi marketer bagi sektor transportasi laut Indonesia, khususnya di luar negeri. Ia tak lagi sebagai administrator seperti fungsi yang diemban saat ini. Kandidat dengan kualitas inilah yang harus dicari panitia seleksi dan dijadikan Dirjen Hubla yang baru. Siapa pun dari mana pun.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×