kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meredam efek Turki


Kamis, 16 Agustus 2018 / 10:00 WIB
Meredam efek Turki


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

 Hari-hari ini perhatian kita tertuju pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Kurs rupiah terhadap dollar AS sempat anjlok ke 14.625, meskipun kembali sedikit menguat ke level 14.621 kemarin.

Kondisi ini selalu berulang semenjak krisis 1997–1998, guncangan 2008 ataupun 2013. Semua ini konsekuensi sistem devisa bebas yang kita anut. Karenanya, saat terjadi gejolak mata uang di negera lain seperti di Turki, gampang menular ke negeri kita. Dengan sistem devisa bebas seperti sekarang, investor asing masih gampang cabut.

Kedua, Indonesia masih sangat tergantung dengan produk impor. Artinya saban bulan Indonesia musti menyediakan dollar untuk impor pelbagai kebutuhan. Mulai kebutuhan pangan, bahan baku untuk industri, hingga kebutuhan tersier seperti barang-barang mewah.

Akibatnya, neraca pembayaran maupun neraca transaksi berjalan selalu memerah. Suplai valuta asing khususnya dollar di pasar menipis lantaran kebutuhan impor lebih gede ketimbang masuknya devisa hasil ekspor yang kita dapat.

Ketiga, pengusaha kita terutama eksportir masih lebih nyaman menyimpan devisa hasil ekspor di perbankan luar negeri. Entah apa lagi alasannya, karena pemerintah toh sudah pernah mengeluarkan paket diskon pajak bagi mereka.

Keempat, kebijakan pemerinah untuk mendongkrak masuknya devisa hasil ekspor belum membuahkan hasil. Pemerintah telah membuat kebijakan bagi pengusaha yang membawa pulang devisa hasil ekspor, mendapatkan diskon pajak. Jika tarif berlaku 20%, dipotong jadi jadi 10%, hingga 0% sesuai ketentuan berlaku. Tapi entah mengapa respon pemilik devisa kurang terlihat.

Pemerintah juga telah mencoba mewajibkan penggunaan kapal dan perusahaan asuransi dalam negeri untuk ekspor komoditas hasil alam, agar bisa mengurangi defisit neraca jasa. Tapi kebijakan ini belum bisa jalan efektif lantaran pengusaha terus berupaya menunda kebijakan dengan berbagai dalih, mulai kapal maupun perusahaan asuransi yang belum siap dan banyak lagi alasan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan aturan mendukung industri asuransi untuk kegiatan ekspor. Terutama industri reasuransi mapun untuk lindung nilai.

Kini yang belum di jajal adalah kebijakan yang sedikit lebih keras yakni mewajibkan konversi devisa ekspor ke rupiah, bukan sekadar mengimbau. Malaysia sudah melakukannya, dengan mewajibkan konversi devisa ekspor hingga 75%.•

Syamsul Ashar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×