kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasukan superkhusus


Jumat, 18 Mei 2018 / 11:25 WIB
Pasukan superkhusus


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Maraknya aksi teror bom dalam sepekan terakhir membuat kita semua miris. Seolah negara tidak berdaya menghadapi segerombolan orang yang mengatasnamakan ideologi dan keyakinan mereka tega untuk menyakiti, melukai, dan membunuh orang lain, bahkan dengan mengorbankan anggota keluarganya.

Pantas jika masyarakat geram, dan mengecam tindakan brutal ini. Sebab, tidak ada perang atau bencana di negeri ini, tapi mengapa harus ada orang yang mati sia-sia. Meskipun masih ada saja sebagian kecil yang nyinyir dan tak berempati terhadap jatuhnya korban teror. Bahkan sungguh keji saat mereka membuat kalkulasi seolah sudah ahli dalam berteori konspirasi, dengan menyebut aksi ini rekayasa.

Pemerintah harus segera bangun untuk menjalankan tugas konstitusi, melindungi segenap warga negara, dari ancaman apapun, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Mengutip pendapat Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013, "keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi, lebih tinggi daripada Undang-Undang dan Undang -Undang Dasar. Jangan sampai dalil ini disalahgunakan untuk menindak teroris tanpa UU dengan alasan menyelamatkan rakyat. Itu bisa mengerikan. Maka dari itu ia menyarankan UU Antiterorisme harus segera disahkan.

Gelagat pemerintah tak mau berlama-lama menunggu pengesahan revisi UU Antiterorisme sudah disampaikan Presiden Joko Widodo. Presiden bersiap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Antiterorisme agar memberikan kewenangan lebih kepada aparat keamanan untuk mencegah tindakan teror.

Tak hanya itu, Presiden juga telah memberikan lampu hijau untuk menghidupkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) yang berdiri sejak 2015. Komando berisi 90 personel pilihan dari tiga pasukan elite Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni Sat-81 Gultor, Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Detastemen Jala Mangkara (Denjaka) Marinir TNI Angkatan Laut, dan Satbravo-90 dari Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara.

Kehadiran pasukan super ini mungkin efektif untuk menindak dan menumpas pelaku teror. Tapi, bukankah yang dibutuhkan kini lebih ke pencegahan? Pencegahan yang melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama, ustaz, kiai, bahkan seluruh warga? Sudah semestinya UU ataupun Perpu Antiterorisme memperhatikan pencegahan ini.

Syamsul Ashar
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×