kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peluang bisnis pulp dan kertas


Senin, 20 Agustus 2018 / 14:07 WIB
Peluang bisnis pulp dan kertas


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Industri pulp dan kertas Indonesia memiliki potensi untuk terus tumbuh, bahkan menjadi salah satu industri pulp dan kertas terbesar di dunia. BPS mencatat total ekspor pulp dan kertas sepanjang Januari-Juni 2018 mencapai US$ 1,29 miliar atau naik 34,47% (yoy), dimana share ekspor kertas mencapai 61%.

Tiga negara tujuan utama ekspor kertas Indonesia adalah China (10,7%), Jepang (9,2%) dan Malaysia (6,4%). Untuk ekspor pulp, negara tujuan utama ekspor pulp adalah China (70,5%), Korea (7,1%) dan India (5,5%).

Berdasarkan kinerja ekspornya, industri kertas menduduki peringkat pertama dan industri pulp peringkat ketiga untuk ekspor produk kehutanan terbesar selama 2011–2017. Ekspor komoditas ini mencatat kenaikan terbesar dari sektor non-migas di semester I 2018.

Industri pulp dan kertas Indonesia juga berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi PDB kedua industri itu pada 2017 yang mencapai 6,5% terhadap PDB industri pengolahan dan 1,3% terhadap PDB Indonesia. Saat ini, industri pulp Indonesia menempati peringkat ke-10 dunia dan industri kertas menempati peringkat ke-6 dunia. Di Asia, industri pulp Indonesia peringkat ke-3 dan industri kertas Indonesia peringkat ke-4 setelah China, Jepang dan India.

Kementerian Perindustrian memproyeksikan industri pulp dan kertas Indonesia tumbuh 2,1% sejalan dengan meningkatnya permintaan global. Permintaan kertas di negara berkembang mencapai 4,1% per tahun, sementara di negara maju 0,5% per tahun. Di tengah tren saat ini yang cenderung paperless, terbukti kebutuhan kertas dunia mencapai 394 juta ton dan akan terus meningkat menjadi 490 juta ton pada 2020. Peluang industri pulp dan kertas Indonesia diyakini masih terbuka baik domestik maupun luar negeri.

Industri pulp dan kertas menyerap 260.000 tenaga kerja langsung dan 1,1 juta tenaga kerja tak langsung. Hingga kuartal I 2018, kapasitas produksi industri kertas nasional mencapai 16 juta ton per tahun dan produksi pulp mencapai 11 juta ton per tahun.

Sejak 2017, ada kenaikan harga kertas, yakni US$ 636 per ton dan diprediksi naik 26% setiap tahun. Tahun ini harga kertas naik ke US$ 764 per ton, dan tahun depan tak menutup kemungkinan kembali naik ke US$ 825 per ton. Tingginya konsumsi bubur kertas dunia memang tidak dibarengi dengan pasokan.

Hanya dua negara yang punya peluang memproduksi bubur kertas secara efesien yaitu Indonesia dan Brazil. Dalam dua tahun terakhir, pemerintah China sebagai importir kertas dunia terbesar semakin gencar melarang produksi kertas dengan menggunakan limbah kertas alias daur ulang. Ini akan semakin memberi dampak positif bagi industri bubur kertas di Indonesia karena diproduksi langsung dari hutan.

Namun, semua hal ini tak dapat terhindar dari beberapa masalah atau hambatan yang akan dihadapi para pengusaha industri pulp dan kertas. Pertama, berlarut-larutnya proses banding tuduhan praktik dumping AS dan Australia terhadap Indonesia. AS menuding produk coated paper dan uncoated paper dari Indonesia dikenai subsidi sehingga harga jualnya lebih rendah. Adapun, di Australia tudingan serupa ditujukan ke produk A4 copy paper yang masih proses negosiasi di Organisasi Dagang Internasional (WTO).

Kedua, ketersediaan bahan baku kertas daur ulang dalam negeri yang sesuai kualitas yang diperlukan masih terbatas sehingga harus diimpor. Impor kertas daur ulang butuh biaya verifikasi yang cukup tinggi. Sehingga pengusaha membutuhkan investasi besar. Selain biaya bahan baku yang tinggi, biaya produksi pun meningkat karena harga energi seperti gas, batubara dan listrik juga naik. Harga gas masih tinggi atau rata-rata berkisar US$ 9-US$ 11 per million metric british unit (MMBTU).

Ada beberapa solusi untuk mengatasi hambatan di industri ini. Solusi pertama, perluasan pangsa pasar. Seperti diketahui, pasar utama ekspor pulp didominasi negara seperti China, Korea, India, Bangladesh dan Jepang. Di sisi lain, ekspor kertas terbesar menuju negara seperti Jepang, Amerika, Malaysia, Vietnam dan China. Pengusaha dibantu pemerintah dapat nemperperluas daerah ekspor seperti Asia Timur, Timur Tengah dan Afrika. Perluasan ini didukung usaha penambahan kapasitas produksi yang cukup besar oleh PT OKI Pulp and Paper di Ogan Komering Ilir.

Solusi kedua, terkait investasi, pemerintah dapat membantu kedua industri ini mendapatkan insentif pajak berupa tax holiday. Hingga kini, industri pulp dan kertas belum masuk daftar industri yang mendapatkan insentif tax holiday. Padahal kontribusi industri ini berpotensi besar bagi ekonomi.

Dalam ketentuan baru, tax holiday bisa diberikan selama 20 tahun jika nilai investasinya lebih besar dari Rp 30 triliun. Kemkeu juga mempersingkat proses tax holiday dari 45 hari menjadi lima hari saja serta mengubah durasi dan persentase pengurangan pajak. Hal tersebut bisa meningkatkan minat investor karena prosesnya bisa semakin cepat.

Ketiga, terkait mahalnya biaya produksi terutama harga gas, selain mendesak pemerintah segera menurunkan harga gas industri, pengusaha dapat menggunakan bahan bakar alternatif dengan memanfaatkan limbah kulit kayu untuk pembangkit bagi industri.•

Araminta Setyawati
Analis Industri Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×