kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peta jalan otomotif


Senin, 04 September 2017 / 16:27 WIB
Peta jalan otomotif


| Editor: Mesti Sinaga

Niat pemerintah mengembangkan mobil listrik beserta pembangunan industri kendaraan ramah lingkungan tercetus akhir bulan lalu. Wacana yang semula disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu diamini oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla serta seluruh kementerian teknis yang terkait.

Pemerintah pun memasang target penerbitan regulasi yang menjadi payung hukum produksi mobil listrik dan kendaraan ramah lingkungan dalam beberapa bulan mendatang.

Selain mengatur hal teknis, draft regulasi juga mengamanatkan pemberian beberapa fasilitas keringanan, baik perpajakan maupun non-pajak demi mendukung tumbuhnya industri mobil listrik dan kendaraan ramah lingkungan ke depannya.

Jika dikaitkan dengan isu pemanasan global, rencana produksi mobil listrik dan kendaraan ramah lingkungan sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Ini merujuk ke Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi GRK.

Sektor energi dan transportasi dianggap menjadi salah satu sumber polutan terbesar setelah sektor kehutanan dan lahan gambut. Dengan target penurunan 0,038 giga ton setara gas CO2, penurunan emisi sektor energi dan transportasi ditargetkan lebih tinggi daripada emisi sektor pertanian dan sektor industri.

Perpres RAN GRK juga menjelaskan dengan detail program-program dan kegiatan yang dilakukan masing-masing sektor. Seluruh program dikelompokkan menjadi kegiatan inti dan pendukung.

Dalam kegiatan inti, kebijakan yang ditetapkan meliputi peningkatan penghematan energi, penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching), peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), pemanfaatan teknologi bersih, baik untuk pembangkit listrik dan sarana transportasi, serta pengembangan transportasi masal nasional yang rendah emisi.

Strategi yang dikembangkan adalah menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi yang rendah karbon dan meningkatkan efisiensi energi kendaraan bermotor.
Dari sisi fiskal, rencana aksi yang ditargetkan adalah penerapan congestion charging dan road pricing dikombinasikan dengan angkutan umum massal cepat.

Untuk non-fiskal, beberapa rencana aksi yang dijalankan sudah dalam status on-going process seperti reformasi sistem Bus Rapid Transit (BRT), pembangunan Simpang Susun Semanggi sebagai bentuk inteligent transport system, peremajaan armada angkutan umum, perbaikan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda, pembangunan double-double track serta pembangunan mass rapid transport (MRT) dan light rapid rransport (LRT).

Dukungan terbatas
Di dalam kegiatan pendukung, beberapa rencana aksi yang wajib dijalankan di antaranya penerapan pajak kendaraan berdasarkan tingkat emisi CO2, implementasi standar EURO IV untuk kendaraan bermotor baru serta penyusunan peta jalan pengurangan emisi CO2 di berbagai sektor, seperti kertas, kimia serta gelas dan keramik.

Menindaklanjuti amanat itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyusun peta jalan industri otomotif nasional. Perlu dicatat, Indonesia merupakan produsen mobil terbesar kedua di ASEAN setelah Thailand.

Meskipun keduanya memiliki trend surplus produksi mobil, industri otomotif Indonesia masih tertinggal dibandingkan Thailand.

Mengintip data Kemenperin, hingga 2015 saja surplus produksi mobil Thailand mencapai 1.113.000 unit dengan pangsa pasar 63% ekspor. Sementara surplus produksi Indonesia hanya mencapai 85.000 unit dengan pangsa pasar 19% ekspor.

Pertanyaan lanjutan, mengapa Thailand dapat mengungguli Indonesia secara signifikan? Beberapa lembaga riset menyebut itu merupakan dampak dari ketidakmampuan pemerintah memberikan beberapa hal, seperti dukungan regulasi dan insentif riset dan pengembangan (R&D), atau insentif investasi untuk manufaktur mobil ramah lingkungan.

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi keunggulan populasi mencapai 257 juta jiwa dengan kapasitas terpakai yang masih rendah (1,2 juta unit dari kapasitas terpasang 2 juta unit). Artinya, industri otomotif di Indonesia masih sangat memungkinkan untuk terus dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan domestik mapun ekspor.

Tak heran jika pemerintah sangat berambisi untuk menjadi raksasa mobil di ASEAN. Jika produsen lokal tidak dapat memenuhi selera konsumen domestik, maka mobil impor akan leluasa masuk.

Hipotesis ini sebagian sudah terbukti ketika data Gaikindo membuktikan kendala utama keterbatasan ekspor industri otomotif Indonesia mayoritas disebabkan ketidakcocokan produksi dengan trend otomotif global yang mengarah kepada kendaraan rendah emisi dan berbasis penumpang (PC based).

Karena itu, dalam penyusunan peta jalan industri otomotif nasional, Kemenperin sepakat untuk mempertemukan kebutuhan sisi pengembangan pasar dan kebutuhan sisi produksi.

Dari sisi pengembangan pasar, dalam 5 tahun-10 tahun ke depan akan dibangun struktur pasar domestik, pengembangan energi alternatif serta kebijakan kendaraan rendah karbon.

Sementara dari sisi pengembangan produksi, beberapa kebijakan pendukung yang dijalankan, seperti peningkatan kapasitas produksi, khususnya ekspor melalui zonasi industri, pengembangan rantai pasok, alih teknologi dan pengembangan SDA.

Kemenperin juga melanjutkan program nasional terkait kendaraan rendah emisi. Jika sebelumnya program yang diusung adalah low cost green car (LCGC), maka program terkini dinamakan low carbon emission program (LCEP).  

Belajar dari LCGC, Kemenperin seyogyanya menetapkan rincian yang jelas terlebih dahulu terkait target spesifik teknis yang dapat menjadi indikator kinerja utama (IKU) program LCEP ke depannya.

Indikator teknis tersebut juga wajib dikaitkan dengan beberapa indikator utama lain bagi produsen, seperti target investasi, produksi, ekspor dan penyerapan tenaga kerja.

Yang paling urgent tentu prioritas produksi mobil rendah emisi apakah mau fokus ke mobil hybrid, mobil listrik atau jenis kendaraan rendah emisi lainnya.

Jika kondisinya masih seperti sekarang, di mana pemerintah selalu berganti prioritas industrialisasi otomotif,  pihak lain tentu merasa bimbang.

Seluruh kebimbangan itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jika tidak, akan menciptakan efek yang justru menghambat kesuksesan pengembangan mobil rendah emisi (green car) di kemudian hari.

*  Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 21 Agustus 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Peta Jalan Otomotif"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×