kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ramai memilih obligasi


Jumat, 12 Januari 2018 / 15:08 WIB
Ramai memilih obligasi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Tri Adi

Setelah lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menaikkan rating utang Indonesia menjadi BBB dengan outlook stabil, aliran dana asing kian deras masuk ke dalam negeri. Kondisi ini mencerminkan persepsi risiko investasi di Indonesia semakin membaik.

Buktinya credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun dan sepuluh tahun terus turun. Bahkan, CDS Indonesia beberapa kali mencetak rekor terendah sepanjang masa.

CDS Indonesia dengan tenor lima tahun berhasil menyentuh level 76,90. Sedangkan CDS tenor sepuluh tahun, kembali turun ke level 141,63.

Sentimen positif ini juga berhasil membuat banyak perusahaan tertarik menerbitkan surat utang atawa obligasi untuk mendapatkan dana segar. Apalagi suku bunga di pasar obligasi kini sudah lebih rendah ketimbang pinjaman bank yang tak kunjung mengalami penurunan berarti.

Ini membuat semakin banyak perusahaan berlomba-lomba untuk menerbitkan surat utang. Hal tersebut juga membuat adanya persaingan dalam menetapkan imbal hasil.

Maklum, jika imbal hasil yang ditawarkan tinggi, investor akan lebih tertarik dan obligasi bakal laris manis. Tapi risiko yang harus dipikul emiten tersebut juga tak bisa dibilang kecil, mengingat beban bunga jadi lebih besar.

Sebenarnya, perusahaan tidak perlu cemas menanti apakah obligasi yang ditawarkan akan laku atau tidak. Karena tetap saja ada investor yang berminat mengoleksi surat utang tersebut. Kasarnya, ada gula ada semut.

Perusahaan yang mengincar investor asing pun bisa mulai melirik obligasi global. Karena beberapa perusahaan sukses menjalankan aksi korporasi tersebut.

Tapi kekhawatiran tersendiri bagi penerbitan obligasi korporasi adalah masalah imbal hasil dan likuiditas. Jika imbal hasilnya sudah mulai tidak menarik, kemungkinan investor malah lari ke surat utang negara (SUN). Perusahaan juga perlu memperhatikan kondisi moneter dalam negeri agar tak terpuruk.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×