kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sopir taksi daring yang ada ditata dulu


Senin, 02 April 2018 / 18:41 WIB
Sopir taksi daring yang ada ditata dulu


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Pemerintah menghentikan sementara atawa moratorium rekrutmen pengemudi transportasi daring. Keputusan ini lahir dalam rapat koordinasi tentang angkutan berbasis aplikasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Senin (12/3) lalu. Maklum, jumlah pengemudi taksi online sudah terlalu banyak, bahkan melebihi kuota.   

Pertumbuhan jumlah sopir transportasi berbasis aplikasi bergerak sangat pesat. Alhasil, di beberapa kota, jumlah pengemudi taksi online (dalam jaringan /daring) sudah melebihi kuota.

Masalah lainnya, masih banyak sopir taksi online yang belum memenuhi persyaratan sesusai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Di Jabodetabek, baru 20% mitra pengemudi Uber, Grab, dan Go-Car yang sudah melengkapi semua aturan main itu.

Itu sebabnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemhub) Budi Setiyadi menyatakan, pemerintah mengambil langkah moratorium perekrutan sopir taksi daring.

Lalu, setelah penghentian sementara ini pemerintah mau apa? Wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo mewawancarai  Budi Setiyadi, Rabu (14/3) lalu.
Berikut nukilannya:

KONTAN: Apa latar belakang kebijakan moratorium perekrutan sopir taksi daring?
BUDI:
Moratorium merupakan keputusan rapat koordinasi yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Korps Lalu Lintas Mabes Polri, dan tiga aplikator taksi daring. Ini jadi keputusan rapat yang dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

Namun, jauh hari sebelum rapat itu, sebenarnya sudah saya sampaikan rencana moratorium tersebut. Latar belakangnya adalah, informasi dari pengemudi taksi daring sendiri.

Mereka mengatakan, awalnya, tahun 2015, penghasilan mereka cukup bagus. Belakangan, sudah jauh berkurang. Malah saya mendengar dari para perusahaan leasing, banyak sopir yang sudah tidak mampu membayar cicilan kredit mobilnya.

Mengapa? Terlampau banyak yang diberikan kemudahan-kemudahan untuk menjadi mitra sopir daring. Kemudian, saat saya rapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, saya menanyakan, berapa jumlahnya mitra aplikator?

Di Jakarta saja, untuk satu aplikator, jumlah mitra sudah banyak sekali. Kuota di Jabodetabek  cuma 36.510 pengemudi.

Dalam rapat itu, kami dan Kementerian Komunikasi dan Informatika pun memutuskan, aplikator tidak boleh menerima mitra baru dulu. Yang ada ditata dulu. Penuhi dulu persyaratan sesuai aturan berlaku.

KONTAN: Memang, berapa kuota yang ditetapkan?
BUDI:
Ada 15 provinsi yang sudah mengeluarkan kuota. Tapi saya hanya hafal kuota untuk Jabodetabek merupakan yang terbesar, yakni sebanyak 36.510 sopir taksi daring.  
KONTAN: Jadi, moratorium ini tidak hanya berlaku di Jakarta dan sekitarnya?
BUDI:
Penghentian sementara ini ke mitra, aplikator tidak boleh menerima mitra lagi. Itu untuk semua provinsi.

KONTAN: Sampai kapan moratorium ini berlaku?
BUDI:
Tidak ada jangka waktu. Silakan manfaatkan kuota yang sekarang ada, dengan berbagai persyaratan yang ada.

KONTAN: Penghentian sementara tersebut menguntungkan sopir taksi daring yang sekarang ada?
BUDI:
Jadi begini, dengan ada moratorium ini, sopir taksi daring yang ada sekarang ditata supaya  sesuai dengan ketentuan di Permenhub No. 108/ 2017. Misalnya, pengemudi harus memiliki surat izin mengemudi (SIM) umum, lalu melakukan uji KIR.

Kalau dibilang kebijakan moratorium menguntungkan pengemudi yang ada, ya, bisa juga dikatakan seperti itu. Tapi buat kami, ini menjadi cara untuk melakukan penataan supir taksi daring sesuai aturan.

KONTAN: Bagaimana tanggapan para aplikator?
BUDI:
Saya tidak tahu, apakah mereka menerima atau tidak kebijakan moratorium ini. Tapi yang pasti, surat resmi soal moratorium itu sudah kami berikan kepada mereka. Dan mereka harus menjalankannya.

KONTAN: Apakah ada sanksi bagi aplikator yang melanggar moratorium tersebut?
BUDI:
Kami sebenarnya melihat itu bisa datang dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka, sih, menyatakan, sebenarnya bisa saja kalau memang membandel  ditutup usahanya. Tapi, masih belum sampai ke situ.

KONTAN: Ada kekhawatiran pengangguran bertambah gara-gara moratorium?
BUDI:
Jangan dikaitkan antara pengangguran dengan pertumbuhan sopir taksi daring, masih banyak pekerjaan lain. Faktor utama pengangguran cuma sopir taksi daring? Saya rasa tidak. Banyak faktor. Lapangan pekerjaan masih banyak.

Bahkan, ada yang mengatakan, pekerjaan sopir taksi daring bukan keahlian yang membuat orang akan benar-benar terus menjalani profesi ini. Kebanyakan sopir taksi daring juga menjadikan ini sebagai pelarian sebentar saja, selama belum dapat pekerjaan.

Jadi, kalau moratorium ini dikaitkan dengan pengangguran akan bertambah, saya kurang setuju. Sebab, masih banyak pekerjaan lain yang bisa mendukung data ekonomi Indonesia.

Masih banyak ruang lain untuk meningkatkan lapangan pekerjaan kita. Masih ada industri lain yang bisa mendukung. Ketakutan itu terlalu berlebihan. Berapa persen, sih, peningkatan lapangan pekerjaan dari transportasi daring?  

KONTAN: Tadi Anda bilang perusahaan leasing mengeluh soal banyak sopir taksi daring yang menunggak cicilan. Memang seberapa parah?
BUDI:
Ini memang masih perlu diklarifikasi. Tapi, saya mendengar ini dari sumber-sumber yang bisa dipercaya. Silakan dicek, detailnya bisa ditanyakan ke perusahaan leasing.

KONTAN: Kalau begitu, moratorium ini juga bisa berpotensi menurunkan jumlah pembelian mobil, dong?
BUDI:
Jangan dikembalikan, apa harapan dari agen pemegang merek (APM), lalu apa harapan dari perusahaan leasing. Yang membeli mobil, kan, bukan cuma sopir taksi daring, masih banyak yang lain. Mungkin memang ada efeknya, tapi tidak terlalu signifikan untuk perekonomian juga.

KONTAN: Sejauh ini, berapa sopir taksi daring yang sudah memenuhi persyaratan Permenhub No. 108/2017?
BUDI:
Dari Jabodetabek saja baru 20% yang memenuhi syarat dari 36.000 sopir taksi daring yang ada. Makanya, kami terus mempercepat para sopir taksi daring untuk memenuhi persyaratan.

Banyak yang mengeluh memang, tapi kami siap membantu.  Kami menyelenggarakan program pembuatan SIM umum dengan biaya murah. Kepolisian akan memberikan diskon sehingga tarif SIM dalam program tersebut sangat murah.

Dengan demikian, para pengemudi taksi daring secara bertahap bisa memenuhi ketentuan pemerintah. Momen moratorium ini harusnya dimanfaatkan oleh mereka. Dan, respons mereka cukup bagus. Cuma, kami menyelenggarakan program itu di Jakarta belum bisa langsung banyak-banyak.

KONTAN: Ada anggapan, moratorium ini pro dengan taksi konvensional?
BUDI:
Jangan dikaitkan kalau kebijakan ini pro taksi konvensional atau tidak. Ini murni kebijakan pemerintah. Memang, banyak yang mengatakan, moratorium tersebut berpihak ke taksi konvensional.

Kebijakan ini sebenarnya untuk kebaikan bersama. Untuk supir taksi daring, juga buat industri transportasi online agar semakin sehat. Tentu saja ujungnya adalah, masyarakat atau konsumen bisa kian terlindungi. Roh dari Permenhub No. 108/2018, kan, memang seperti itu.

KONTAN: Taksi konvensional juga ada kuota?
BUDI:
Ada dong. Malah sebelum ada moratorium saja sudah banyak perusahaan taksi konvensional yang tutup. Dari 36 perusahaan, yang hidup tinggal sembilan. Yang tutup tidak mampu bersaing.

Nah, kuota mereka jelas masih ada. Cuma memang, kuotanya beda dengan yang daring. Yang daring hanya sekitar 36.000 sopir.

KONTAN: Setelah ada tarif batas atas dan bawah, apakah masih terjadi perang tarif antara taksi daring?
BUDI:
Saya malah mempertanyakan, bagaimana mereka mau menjalankan business proces. Kami sudah membuat tarif batas atas dan bawah, tetapi dilanggar oleh mereka sendiri. Yang dirugikan, kan, sebenarnya pengemudi juga. Kami sudah menentukan tetapi mereka tetap melanggar.

KONTAN: Ada sanksi, dong, untuk yang melanggar?
BUDI:
Kami sebenarnya sudah meminta, agar di dashboard mobil ada tarif resmi. Tapi, mereka masih belum bisa memenuhi hal itu. Jadi, kami masih belum bisa bicara sanksi dulu. Soalnya, pemberian sanksi ini juga masih masalah, sanksi menjadi domain siapa. 

Biodata Budi Setiyadi, Dirjen Perhubungan Darat Kemhub

Riwayat pendidikan:
■     Akademi Kepolisian 1985
■     S2 Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya
■     Lemhanas

Riwayat pekerjaan:
■     Kapolres Lahat, Sumatra Selatan
■     Kapolres Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan
■     Direktur Lalu Lintas Polda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
■     Analis Kebijakan Madya Regiden Korlantas Mabes Polri
■     Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Ilmu dan Teknologi Lemhanas
■     Kepala Biro Umum Settama Lemhannas                
■     Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.

** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 19 - 25 Februari 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Sopir Taksi Daring yang Ada Ditata Dulu"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×