kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun penuh tantangan


Rabu, 03 Januari 2018 / 14:16 WIB
Tahun penuh tantangan


| Editor: Tri Adi

Ekonomi global diprediksikan membaik di tahun 2018. World Bank memprediksikan ekonomi global akan tumbuh di angka 2,8%. Meski masih dihantui ketidakpastian dan ambiguitas, kinerja ekonomi global akan ditopang oleh terus membaiknya manufaktur, komoditas dan kinerja keuangan global yang mulai stabil.

Efeknya juga akan menjalar ke kinerja negara emerging market, termasuk kawasan Asia. Sebab, seirama pertumbuhan ekonomi dunia, harga komoditas global akan naik dan menggerakkan ekspor dan impor barang komoditas dan manufaktur negara emerging market. Indonesia misalnya mencatatkan kinerja pertumbuhan industri diatas pertumbuhan ekonomi sebesar 5,49% dengan total kontribusi terhadap ekonomi nasional sebesar 17,76% di kuartal III-2017.

Optimisme perbaikan ekonomi global menjadi momentum untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi domestik. Modal ini penting untuk menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks. Ancaman jebakan kelas menengah (middle income trap) merupakan tantangan jangka panjang yang serius bagi ekonomi domestik. Demografi yang didominasi usia produktif menjadi berkah sekaligus bencana bagi Indonesia.

Jepang dan Argentina menjadi pelajaran yang baik. Berkat ledakan demografi usia produktif, Jepang mampu menjadi negara maju karena sukses mengakselerasi pertumbuhan ekonomi terutama penciptaan lapangan kerja bagi usia produktif.

Sebaliknya, ledakan kelas menengah menjadi bencana bagi Argentina. Ketika usia produktif meningkat, Argentina tidak mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengangguran melonjak, sehingga tua sebelum kaya.

Dengan pendapatan per kapita US$ 3.600, Indonesia dihadapkan pada tantangan menaikkan pendapatan per kapita menjadi US$ 12.615 pada 2030 agar ledakan usia produktif menjadi berkah seperti halnya Jepang. Selain tantangan jangka panjang, tantangan jangka pendek juga menjadi warning bagi kinerja ekonomi internasional Indonesia.

Meskipun ekonomi global membaik, tahun 2018 masih diselimuti situasi yang ambigu dan tak menentu. Ancaman proteksionisme global terutama AS akan membayangi ketidakpastian dunia tahun 2018. Instabilitas geopolitik Timur Tengah yang membuat ketidakpastian harga minyak global juga akan berpengaruh.

Ancaman krisis utang China terutama disumbang dari utang swasta yang terus meningkat 257% dari PDB di tahun 2017 dan akan diprediksi terus meningkat menjadi 300% dari PDB di tahun 2022 akan menjadi ancaman krisis yang cukup serius mengingat China merupakan negara terbesar kedua output ekonominya.  Yang paling baru adalah ancaman krisis mata uang digital (cryptocurrency).

Ancaman pecahnya gelembung cryptocurrency memang patut diwaspadai. Financial Times menyebutkan, ancaman krisis cryptocurrency, terutama dari bitcoin, mirip dengan  fenomena krisis tulip pada abad ke 17.

Automasi di sektor industri juga menjadi ancaman tidak hanya dalam skala global yang terus menggerogoti sektor tenaga kerja teknis, Automasi Industri juga akan berpengaruh pada Industri domestik. Begitu juga dengan ancaman era penghancuran kreatif (creative destructive) yang tidak hanya menggerus industri lama dan memunculkan industri baru, akan tetapi juga mempengaruhi pola konsumsi yang semula offline menjadi online. Meskipun proporsi belanja online masih kecil terhadap ekonomi, akan tetapi tahun 2018 akan terus menguat dan akan semakin dalam menggerus pola belanja lama yang berakibat pada semakin banyaknya ritel yang gulung tikar.

Selain faktor yang sifatnya ekonomis, tantangan tahun politik 2018 dan 2019 akan terus membayangi stabilitas politik dalam negeri. Kegaduhan ekonomi domestik akan berakibat pada kinerja ekonomi. Selain kegaduhan ekonomi, kebijakan yang berorientasi populis di tahun politik akan berpotensi menguat dan menyandera kebijakan ekonomi yang berdasar pada kalkulasi ekonomi yang rasional.

Lalu bagaimana jalan keluarnya? Menurut penulis tidak ada jalan keluar selain beradaptasi terhadap ancaman. Hukum Charles Darwin dalam survival of the fittest sangat relevan dalam menghadapi dan mengantisipasi tantangan tahun 2018. Beradaptasi dengan terus membenahi reformasi ekonomi domestik agar dapat mengakselerasi pertumbuhan adalah kunci. Bukan reformasi ekonomi setengah hati yang dikerjakan sekarang oleh pemerintah.

Bagaimana mungkin di satu sisi investasi dibuka lebar agar ekonomi bergairah tapi di sisi lain rezim pajak sangat agresif. Begitu juga deregulasi dipangkas habis di pusat, di daerah masih rumit. Begitu juga dengan proyek industrialisasi. Di tengah ancaman deindustrialisasi  dan proporsi industri yang kecil terhadap PDB, orientasi kebijakan ekonomi harus difokuskan untuk menanggulangi deindustrialisasi. Misalnya melalui insentif fiskal, konektivitas infrastruktur industri, inovasi, peningkatan SDM.

Ambisi menjadi pusat produksi industri otomotif misalnya tidak dibarengi dengan perubahan regulasi terkait emisi. Pasar ekspor global rata-rata sudah menggunakan Euro4 dan Euro5 sedangkan produksi otomotif indonesia masih memproduksi Euro2 karena regulasi Indonesia masih memberlakukan Euro2. Yang terjadi akhirnya industri otomotif nasional hanya memasok kebutuhan domestik.

Berbagai ikhtiar itu memang harus dilakukan. Mengacu pada riset Chatib Basri, Sjamsu Rahardja, dan Syarifah Namira Fitrania dalam "Not a Trap, But Slow Transition? Indonesia's Pursuit to High Income", salah satu jalan keluar dari middle income trap adalah industrialisasi. Hijrah dari ekonomi berbasis komoditas ke ekonomi berbasis manufaktur.

Pada aspek ekonomi internasional, memperluas pasar di luar pasar tradisional Indonesia (China, Jepang, AS dan Eropa) juga perlu didorong agar dapat meminimalisir ketergantungan yang cukup kuat terhadap satu negara. Don’t put all your eggs in one basket menjadi mantra agar dapat meminimalisir resiko. Selain itu pasar non-tradisional seperti pasar Asia Selatan dan Afrika menjadi pasar yang potensial bagi sektor manufaktur Indonesia.

Begitu juga dalam merespon dinamika geopolitik dan geoekonomi. Menerjemahkan politik bebas aktif cenderung pragmatis setidaknya akan lebih menguntungkan Indonesia di tengah situasi ketidakpastian dan ambiguitas global daripada politik bebas aktif yang cenderung pasif seperti kebijakan luar negeri million friend zero enemy. Selain itu, fokus diplomasi ekonomi bilateral dari pada diplomasi ekonomi multilateral di tengah gelombang proteksionisme juga menjadi alternatif jalan keluar mempercepat ekonomi internasional Indonesia.                            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×