kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak Cukup Benci Asing


Sabtu, 06 Maret 2021 / 13:49 WIB
Tak Cukup Benci Asing
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Ungkapan Presiden Joko Widodo yang mengajak masyarakat untuk membenci produk asing cukup mengagetkan dan mencuri perhatian kita semua. Kita semua seolah-olah baru menyadari bahwa aneka kebutuhan yang ada di pasar digital dengan harga yang terjangkau mayoritas diisi oleh produsen luar negeri, terutama China.

Sungguh sulit untuk melaksanakan imbauan Pak Presiden karena semua lini produk yang ada di pasar dalam negeri berbau impor alias diproduksi asing. Suka atau tidak suka, kita sudah tergantung dengan produk impor, mulai dari hal yang sepele, baik kebutuhan pokok atau primer, hingga kebutuhan tersier semua bisa dipasok dari luar negeri dengan murah dan meriah. Tempe yang diklaim sebagai produk asli dalam negeri, kini harus pakai kedelai impor, dan banyak lagi.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pun langsung pasang badan, bahwa maksud pernyataan Presiden adalah kepada produk-produk impor yang berlaku "curang" yakni yang dengan sengaja melakukan predatory pricing alias jual rugi agar bisa mematikan usaha sejenis yang selama ini menjadi pesaing.

Kalau perilaku ini terjadi antar sesama pelaku usaha di dalam negeri, sudah ada aturan main di Undang-Undang No 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sanksinya denda maksimal Rp 25 miliar hingga terberat yakni penutupan usaha. Jika pelaku usahanya adalah produsen dari luar negeri, ada mekanisme bea masuk anti dumping (BMAD) meskipun prosesnya harus lewat investigasi ketat untuk membuktikan mereka sengaja jual rugi untuk merebut pasar.

Persoalannya saat ini pelaku predatory pricing adalah perusahaan e-commerce, yang tidak jelas pijakan bisnisnya. Misalnya e-commerce, yang berbasis di Singapura tapi jualan produk China dengan harga murah dengan kualitas di bawah standar, dan celakanya penjualnya bisa jadi juga orang Indonesia sendiri.

Karena itu perlu regulasi kuat jika Indonesia berniat untuk melindungi industri dalam negeri. Penerapan standar kualitas dan sertifikat asal usul barang penting agar pembeli di dalam negeri juga tahu siapa yang memproduksi barang. Lalu mulailah cinta produk dalam negeri dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, tempat kerja dan melarang belanja negara untuk beli produk impor, jika ada produk yang sama di dalam negeri. Tak perlu benci, tapi bagaimana menciptakan agar kita tak butuh lagi produk luar negeri karena tercukupi produksi dalam negeri.

Penulis : Syamsul Ashar

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×