kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,27   6,81   0.74%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tekanan ekonomi


Kamis, 17 Mei 2018 / 10:47 WIB
Tekanan ekonomi


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Tri Adi

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) soal neraca perdagangan Indonesia ibarat alarm bagi perekonomian Indonesia. Merujuk data BPS, neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mencatatkan defisit senilai US$ 1,63 miliar. Nilai defisit perdagangan tersebut menjadi yang terbesar sejak April 2014.

Secara kumulatif di periode Januari-April 2018, neraca perdagangan juga mencatatkan defisit. Di periode tersebut, defisit neraca dagang mencapai US$ 1,31 miliar.

Data defisit neraca dagang ini seolah mengonfirmasi tekanan hebat yang membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS dalam beberapa bulan terakhir ini. Nilai impor yang lebih tinggi dibandingkan devisa ekspor membuat permintaan dollar menjadi lebih besar sehingga menekan rupiah.

Defisit neraca perdagangan akan menambah beban berat upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Apalagi ada kemungkinan defisit neraca perdagangan tersebut masih akan berlanjut.

Terlebih kalau perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China benar-benar meletus, plus kebijakan proteksi perdagangan sejumlah negara. Ini makin susah menciptakan surplus perdagangan mengingat kian berat bagi Indonesia menggenjot nilai ekspor.

Padahal, ekspor menjadi salah satu komponen penting penopang pertumbuhan ekonomi. Bila ekspor tersendat tentu akan mengganggu pula pencapaian target pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Tahun ini, pemerintah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Di kuartal I 2018, ekonomi hanya tumbuh 5,06%. Dengan sisa tiga kuartal, rasanya susah ekonomi bisa memenuhi target 5,4% tahun ini

Defisit neraca perdagangan ini juga menjadi lampu kuning bagi perekonomian kita sebab menambah daftar indikator pelemahan ekonomi. Sekaligus menjadi cambuk bagi pemerintah segera mengatasi pelemahan ekonomi ini.

Sulit dipungkiri bahwa ekonomi Indonesia sedang dalam tekanan. Apesnya, kondisi ini terjadi saat Indonesia masuk tahun politik. Rapor buruk kinerja ekonomi tentu saja menjadi bahan gorengan politik nan renyah untuk menurunkan popularitas pemerintahan sekarang.

Disinilah sisi dilematis pemerintah mengambil kebijakan di kala situasi perekonomian kurang menguntungkan. Mengambil kebijakan populis, beban ekonomi makin berat. Sebaliknya, kalau pilihannya kebijakan tak populis, elektabilitas yang menjadi pertaruhan.

Khomarul Hidayat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×