kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upaya BUMN menyejahterakan rakyat


Senin, 07 Mei 2018 / 14:02 WIB
Upaya BUMN menyejahterakan rakyat


| Editor: Tri Adi

Peringatan ulang tahun ke-20 Kementerian Negara BUMN yang berlangsung semarak sepanjang bulan lalu di banyak penjuru negeri menjadi ternoda dengan ditetapkannya PT Nindya Karya, perusahaan pelat merah bidang konstruksi, sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

PT Nindya Karya merupakan BUMN pertama yang menjadi tersangka korupsi. Bersama PT Tuah Sejati, perusahan itu ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang 2006-2011, dengan nilai proyek mencapai Rp 793 miliar. Kerugian negara pada proyek ini ditaksir sekitar Rp 313 miliar.

Kasus yang menimpa PT Nindya Karya ini tak pelak menjadi tamparan keras bagi Kementerian Negara BUMN, yang beberapa waktu sebelumnya membanggakan pencapaian perusahaan milik negara di bawah naungannya.

Sepanjang tahun lalu, 143 BUMN dilaporkan mampu membukukan laba sebesar Rp 173 triliun atau naik lebih dari 10% dibandingkan laba tahun sebelumnya. Sementara, jumlah BUMN yang menderita kerugian tersisa 12 perusahaan dengan nilai Rp 5,2 triliun. Menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 26 BUMN dengan nilai Rp 6,7 triliun.

Selama ini para pemangku kepentingan (stakeholders) memang lebih sering memberikan apresiasi kepada BUMN yang meraih prestasi ekonomis gemilang, misalnya mampu meningkatkan aktiva atau meraih pendapatan dan laba yang tinggi. Sebaliknya, BUMN yang pendapatannya menyusut atau menderita kerugian dianggap gagal dan pimpinannya pun harus siap-siap menerima punishment.

Selain menuntut bottom line tinggi, pemerintah juga menginginkan setiap BUMN menjadi besar, kuat, dan lincah. Karenanya, mereka yang berukuran kecil, berpendapatan kurang dari Rp 1 triliun, dinilai kurang sehat dan tidak efisien. Beberapa waktu lalu, Kementerian BUMN melontarkan gagasan untuk melebur BUMN-BUMN berukuran kecil ini.

Akibatnya, manajemen BUMN pun berada di bawah tekanan untuk menjadi besar, meraih laba tinggi, serta menyumbang banyak dividen bagi negara. Sayangnya, dalam upaya mencapainya tak jarang mereka tergoda untuk menerabas beragam aturan hukum yang berlaku. Kondisi ini tentu memprihatinkan. Apalagi jika sinyalemen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar adanya, bahwa selain PT Nindya Karya, ada banyak BUMN lain yang juga terindikasi melakukan korupsi.

Oleh karena itu, pendekatan selama ini yang lebih menekankan keuntungan finansial sebagai indikator keberhasilan kerja manajemen BUMN perlu ditinjau ulang. Apalagi, menurut Undang Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN, maksud dan tujuan pendirian BUMN memang tak melulu urusan laba. Mereka diharapkan berperan menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

Keberadaan BUMN juga diharapkan mampu merintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Selain itu, UU BUMN juga mengamanatkan perusahaan milik negara untuk turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, serta masyarakat.

Memang, berlainan dengan pelaku ekonomi lainnya, BUMN harus juga mampu berperan sebagai agent of development, misalnya berperan aktif memeratakan pembangunan dengan memberdayakan masyarakat melalui peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah yang masih tertinggal secara ekonomi.

Dengan demikian, sangat mungkin sebuah BUMN membukukan kenaikan aktiva atau penghasilan tinggi dan keuntungan berlimpah, namun hanya memberikan sangat sedikit manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya, walaupun telah beroperasi dengan efisien, mungkin saja sebuah BUMN menderita kerugian finansial, namun mampu memberikan limpah ruah manfaat kepada masyarakat di sekitar tempatnya menjalankan usaha.

Mendekatkan diri ke rakyat

Beragam faedah yang diharapkan dapat disebarkan BUMN, misalnya, menjalin keterkaitan dengan usaha masyarakat. Keterkaitan usaha itu akan menciptakan multiplier effects serta menjadi trigger yang mendorong tumbuhnya gairah ekonomi masyarakat, yang pada akhirnya akan menaikkan kesejahteraan mereka.

Karena masyarakat adalah ultimate shareholders dari BUMN, seharusnyalah kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama aktivitas bisnis BUMN. Oleh karena itu, alih-alih menggunakan besaran finansial konvensional sebagai tolok ukur kesuksesan manajemen BUMN, pemerintah perlu mempertimbangkan ukuran baru yang lebih relevan. Misalnya derajat kemanfaatan serta dampak sosial dan ekonomi yang mampu dihadirkan oleh BUMN kepada masyarakat.

Guna mendorong terwujudnya harapan itu, perusahaan milik negara perlu lebih mendekatkan diri kepada masyarakat. Tidak cukup dengan menyumbangkan sebagian keuntungannya sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, namun, misalnya, dapat dengan memindahkan kantor pusat dari ibukota negara mendekat kepada lokasi-lokasi di mana aktivitas utama bisnis dan operasional perusahaan berada.

Kebijakan ini diharapkan juga akan mengurangi ketimpangan antar wilayah yang saat ini ada. BPS mencatat pada tahun lalu ekonomi Indonesia tumbuh 5,07%, sedikit meningkat dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 5,03%. Namun, kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa, yakni sebesar 58,49%, diikuti oleh Sumatera sebesar 21,66%, lantas Kalimantan 8,20%, Sulawesi 6,11%, Bali dan Nusa Tenggara 3,11%, serta Maluku dan Papua hanya menyumbang 2,43%.

Dalam jangka pendek, barangkali akan terjadi penurunan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan milik negara, yang disusul dengan berkurangnya dividen yang disetorkan kepada negara. Namun, dalam jangka panjang kebijakan ini akan menjadi pemicu yang mendorong peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, yang pada akhirnya menaikkan kesejahteraan masyarakat pula. Berkurangnya kesenjangan antarwilayah juga akan mampu memperkukuh integrasi bangsa.

Di sisi lain, BUMN yang memiliki jalinan bisnis yang kokoh dengan usaha yang dijalankan masyarakat juga akan memiliki business resilience dan business sustainability lebih baik, sehingga tidak mudah goncang oleh beragam perubahan eksternal yang terjadi.
Author     : Ali Mutasowifin, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×