kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Covid-19 dan Pencegahan Kebakaran Hutan


Jumat, 28 Agustus 2020 / 10:02 WIB
Covid-19 dan Pencegahan Kebakaran Hutan
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Salah satu harian nasional melaporkan pendapat ahli epidemologi Universitas California Los Angeles (UCLA), Zuo Feng Zhang bahwa terdapat keterkaitan antara polusi udara dengan kematian akibat virus. Menurutnya, polusi udara di sebuah wilayah punya andil mempengaruhi daya tahan tubuh (imun) manusia melawan penyakit.

Ahli epidemologi dari UCLA tersebut menyimpulkan bahwa orang yang tinggal di tempat-tempat dengan polusi udara tinggi memiliki tingkat kematian dua kali lebih besar dibandingkan mereka yang bertempat tinggal di daerah dengan udara bersih.

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang hampir setiap tahun mengalami bencana kebakaran hutan dan lahan? Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya menimbulkan kerugian secara materi, tetapi juga menimbulkan dampak kesehatan signifikan terutama bagi anak-anak, ibu hamil dan manula sebagai kelompok rentan dari asap yang ditimbulkan.

Menilik data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2019 total lahan di Indonesia yang terbakar sampai dengan Agustus 2019 adalah 328.724 hektar. Wilayah Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi dan Sumatra Selatan memiliki lahan terbakar yang paling banyak.

BNPB menjelaskan bahwa kebakaran hutan dan lahan terjadi 99% karena faktor manusia, bukan faktor alam. Industri sawit sering menjadi momok kebakaran hutan dan lahan , padahal nyatanya lebih dari 85%, kebakaran terjadi di luar konsesi sawit.

Setidaknya, kebakaran hutan dan lahan telah mengakibatkan korban sebanyak 443.278 orang sepanjang 2009-2019 baik yang meninggal, mengungsi ataupun luka-luka. Kebakaran semakin memperburuk kondisi kesehatan seseorang saat pandemi Covid-19. Asap dari kebakaran hutan dan lahan bisa menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga mudah terinfeksi virus.

Seperti yang kita ketahui, Covid-19 adalah virus yang menyerang sistem daya tahan tubuh yang lemah, khususnya sistem pernafasan. Sehingga menjaga daya tahan tubuh sangatlah penting. Seperti kata peribahasa sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui, upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan memiliki peranan penting dalam upaya bersama mencegah penularan Covid-19.

Menghadapi musim kemarau 2020, menjadi prioritas semua pihak agar kebakaran hutan dan lahan tidak kembali terjadi. Presiden Joko Widodo sudah memberikan empat arahan agar kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah.

Pertama, bagaimana semua pihak di lapangan berkoordinasi, berkonsolidasi, dan memanfaatkan teknologi dalam bekerjasama.

Kedua, melakukan pencegahan sedini mungkin agar api tidak membesar. Ketiga, melakukan penegakan hukum bagi pihak-pihak yang sengaja membakar.

Keempat, penataan ekosistem gambut secara konsisten melalui kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut.

Budaya membakar lahan

Koordinasi dan sinergi antar lembaga baik pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun masyarakat memainkan peranan penting dalam implementasi instruksi presiden. Beberapa upaya yang sedang berjalan dan patut kita berikan apresiasi misalnya pelaksanaan program Desa Peduli Gambut (DPG) oleh Badan Restotasi Gambut (BRG) nasional sejak awal 2020.

Program ini merangkul masyarakat yang tinggal di daerah sekitar tanah gambut untuk menjaga dan memanfaatkannya secara bijak khususnya masyarakat yang akan menggunakannya sebagai lahan pertanian.

Inisiatif ini telah berjalan di beberapa area di tanah air dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan termasuk Sinar Mas Agribusiness and Food untuk implementasi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Mencegah kebakaran hutan dan lahan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kebiasaan sebagian warga masyarakat yang menggunakan api untuk persiapan lahan pertaniannya, merupakan tantangan bagi semua pihak khususnya pemerintah daerah dan pelaku ekonomi setempat. Terlebih di beberapa area seperti Kalimantan, membakar lahan menjadi sebuah tradisi turun temurun yang digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari ritual membuka lahan sebelum kegiatan pertanian dimulai.

Tentu, membutuhkan dialog antar pemangku kepentingan terkait agar kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah, namun tidak mengurangi nilai-nilai luhur tradisi masyarakat adat setempat.

Penyampaian informasi dan upaya mengajak masyarakat agar tidak menggunakan api dalam kegiatan pertanian menjadi sangat penting. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun perlu mendapatkan informasi agar paham tentang bahaya yang ditimbulkan dan memiliki keinginan untuk mencegah terulangnya kebakaran hutan dan lahan.

Edukasi menjadi kunci untuk menumbuhkan pemahaman dan mengubah perilaku masyarakat secara perlahan. Jika di Jepang anak-anak pada level sekolah dasar sudah mendapatkan edukasi cepat tanggap gempa bumi, tidak ada salahnya jika di Indonesia anak-anak mulai diperkenalkan dengan edukasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan seperti memperkenalkan tokoh Rumbun dan Sahabat Rimba yang yang tengah kami galakan saat ini.

Pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat setempat menjadi solusi bersama yang dapat memahami kebutuhan semua pihak. Kita perlu memahami mengapa masyarakat membuka lahan untuk bertani? Jika memang terdapat alternatif pertanian tanpa membakar, maka kita dapat mengusulkan dan membantu mereka.

Misalnya saja Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang perusahaan lakukan sejak 2016. Program ini memiliki pendekatan pada tiga aspek yaitu pencegahan kebakaran, konservasi gambut dan peningkatan ketahanan pangan bagi masyarakat. Saat ini sebanyak 38 desa di Kalimantan dan Sumatra yang rawan kebakaran telah bergabung dalam upaya bersama ini dengan melibatkan lebih dari 400 anggota tani.

Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlanjut saat ini, tim pencegahan kebakaran hutan dan lahan perusahaan bekerja keras di lapangan. Pemantauan dan pengawasan melalui satelit sebagai mata langit, selama ini terbukti sangat membantu dalam upaya pemadaman terutama ketika api yang membakar masih kecil.

Tentu informasi dari mata langit membutuhkan kecepatan dan keseriusan langkah-langkah pencegahan berbagai pihak di daratan agar kebakaran hutan dan lahan tidak terjadi. Dan Covid-19 telah menunjukkan kepada kita betapa pentingnya kerjasama untuk menyelesaikan masalah pandemi yang dihadapi saat ini.

Jika kita bisa saling mendukung, maka manusia dan bumi bisa menjadi lebih sehat dan terhindar dari Covid-19.

Penulis : Agus Purnomo

Managing Director Sustainability Sinar Mas Agribusiness and Food

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×