kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menggugat New Normal


Selasa, 15 September 2020 / 12:09 WIB
Menggugat New Normal
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Rem darurat sudah diinjak oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Mulai Senin (14/9), Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah lonjakan kasus baru Covid-19.

Berbeda dengan beberapa hari sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 2,89% menjadi 5.161,82 pada hari pertama pelaksanaan PSBB Jakarta jilid II itu. Apakah ini tanda pasar sudah merestui PSBB jilid II? Entahlah. Namun penanganan pandemi Covid-19 memang menjadi salah satu sentimen penggerak bursa.

Nah, kesuksesan pengendalian Covid-19 di Jakarta jelas krusial karena akan menjadi acuan sekaligus etalase keberhasilan Indonesia dalam penanganan Covid-19. Pun halnya bagi ekonomi. Ingat, Jakarta merupakan episentrum ekonomi nasional karena menguasai sekitar 70% perputaran uang secara nasional. Alhasil, kesuksesan Jakarta menekan korona sehingga memulihkan lagi ekonominya, hal itu setara dengan memulihkan mayoritas ekonomi nasional.

Pada titik inilah, efektivitas PSBB Jilid II Jakarta menjadi ujian bersama. Sebagai barometer ekonomi nasional, PSBB Jakarta jelas bukan domain Pemprov DKI Jakarta melainkan gawe besar seluruh pemangku kepentingan negeri ini. Tak perlu lagi saling salah menyalahkan atau mengedepankan ego sektoral maupun egoisme politik.

Lagi pula PSBB dibuat bukan untuk menjadi jargon maupun tameng penutup kelemahan manajemen pengendalian Covid-19. PSBB ialah satu-satunya instrumen intervensi kedisiplinan masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah harus konsisten menegakkan aturan main tersebut.

Komitmen bersama ini sungguh penting karena lonjakan kasus Covid-19 terjadi merata secara nasional, bukan hanya di Jakarta. Lagi pula, lonjakan kasus Covid-19 itu merupakan konsekuensi atas pembukaan sebagian aktivitas ekonomi dalam skenario new normal.

Sedianya, era new normal merupakan kompromi antara penanganan Covid-19 seirama dengan aspek kesehatan, sosial dan ekonomi. Tapi, lonjakan kasus Covid-19 ibarat gugatan bahwa kita belum siap memasuki fase new normal karena mengabaikan tahapan ideal dalam roadmap yang pernah dibuat.

Teramat berisiko jika terus ngotot membuka ekonomi demi mengejar rapor pertumbuhan ekonom namun keteteran dalam aspek kesehatan. Alih-alih ekonomi bangkit, biaya pemulihan bisa makin membengkak sementara tiada kepastian kapan krisis bisa berakhir.

Sekali lagi, penanganan malapetaka Covid-19 sesungguhnya ujian keberpihakan. Jika mampu membawa keluar negeri ini dari marabahaya pandemi korona, pemerintah akan dikenang harum sebagai penyelamat rakyatnya kendati untuk sementara waktu gagal menyelamatkan ekonomi negeri ini.

Penulis : Barly Halim Noe

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×