kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alarm Manufaktur


Selasa, 04 Februari 2020 / 12:22 WIB
Alarm Manufaktur
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Industri manufaktur Indonesia masih belum bisa bangkit ke level ekspansi. Lihat saja, indeks manufaktur Indonesia terbaru versi IHS Markit yang turun lagi.

Pada bulan Januari 2020, indeks manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia tercatat 49,3. Angka ini turun dari bulan Desember 2019 yang sebesar 49,5.

Ini dalam tujuh bulan berturut indeks manufaktur Indonesia berada di bawah level 50 atau mengalami penurunan alias kontraksi. Terakhir kali indeks manufaktur Indonesia berada di area ekspansi atau di atas level 50 yakni pada Juni 2019. Kala itu PMI Indonesia tercatat 50,6.

Sejak itu, indeks manufaktur terus berada di bawah level 50 hingga sekarang. Menurut IHS Markit, sektor manufaktur Indonesia menghadapi penurunan permintaan domestik. Dus, perusahaan kemudian mengurangi output menyesuaikan dengan pertumbuhan tingkat pesanan yang rendah.

Tujuh bulan berturut berkontraksi, jelas ini ada persoalan yang serius dengan industri manufaktur kita. Padahal secara makro, dukungan industri manufaktur untuk berkembang ada karena tren bunga sedang turun dan inflasi juga rendah.

Nyatanya itu tak cukup menolong. Butuh suntikan lebih untuk menghidupkan lagi geliat industri manufaktur. Apalagi, industri manufaktur kita juga harus berjibaku menghadapi efek perang tarif dagang yang menyulitkan pengusaha menjual produknya di pasar ekspor.

Tambah lagi kini, pengusaha manufaktur juga harus bersiap dengan munculnya ketidakpastian baru di pasar global. Yakni meledaknya wabah virus korona yang belum bisa diprediksi sampai kapan akan bisa dikendalikan penyebarannya.

Mungkin terlampau dini mengukur efek ekonomi wabah virus korona ini. Namun, dengan banyaknya toko dan pabrik di China yang tutup, pembatasan perjalanan dan perdagangan dengan China, efek ke industri manufaktur Indonesia tidaklah sedikit. Apalagi China notabene merupakan tujuan utama pasar ekspor Indonesia.

Tak menutup mata, pemerintah sudah berupaya membenahi industri yang menjadi pendorong ekonomi ini. Salah satunya, menyiapkan aturan sapu jagat kemudahan berinvestasi bernama omnibus law yang digadang-gadang menjadi penolong bagi industri manufaktur. Hanya saja, calon beleid ini sampai sekarang belum maju ke DPR.

Sekali lagi, butuh kesungguhan pemerintah maupun para stakeholder membenahi industri ini dan tak membiarkan perlahan mati.

Penulis : Khomarul Hidayat

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×