kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anak, kecerdasan investasi, dan keluarga


Kamis, 25 Juli 2019 / 09:00 WIB
Anak, kecerdasan investasi, dan keluarga


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Brian Chesky, Chief Executive Officer (CEO) Airbnb, Inc., dalam sebuah wawancara mengisahkan pertemuannya dengan Warren Buffett dan Jeff Bezos. Di pertemuan itu ia bertanya pada Bezos, "Jeff, apakah nasihat terbaik yang pernah diberikan Warren Buffett kepadamu?" Bezos menjawab sambil berkata kepada Buffett, "Tesis investasi Anda sangat sederhana, Anda adalah orang terkaya kedua di dunia. Mengapa tidak semua orang hanya menyalin Anda?" Buffett menjawab, "Karena tak ada yang ingin menjadi kaya dengan lambat."

Warren Buffett dikenal luas sebagai investor yang sabar. Ia bahkan dikenal sebagai investor yang suka mengulik jeroan perusahaan yang ditanaminya modal. Bukan hanya mendalami laporan keuangan atau data-data fundamental lainnya, tapi model bisnisnya dan pengaruhnya bagi masyarakat. Sebagai contoh, saat Amazon mulai dikenal luas publik Amerika, Warren Buffett memuja Jeff Bezos, CEO-nya, sebagai orang yang menemukan cara membuat orang bahagia membeli produk sehari-hari, baik dengan pengiriman atau harga yang murah.

Investor seperti Warren Buffett memahami siklus perkembangan usaha. Ia terlatih untuk mengetahui perusahaan mana yang akan mengalami pertumbuhan pesat. Kepekaan itu tidak muncul begitu saja. Ia belajar berinvestasi sejak kecil saat berumur belasan tahun.

Berinvestasi itu menyenangkan. Imbal hasil yang diperoleh di kemudian hari dapat digunakan untuk berbagai hal: membiayai sekolah, berlibur, atau memberi santunan. Sayangnya, di kurikulum pendidikan kita investasi tak diajarkan kepada siswa. Kalaupun ada mata pelajaran atau materi pelajaran yang berhubungan dengan investasi, itu pun hanya sebatas pengetahuan.

Coba tanyakan kepada siswa SMP atau SMA masa kini, pernahkah di sekolah mereka diajari tentang dunia pasar modal, reksadana, atau investasi logam mulia? Tampaknya jarang, atau bahkan mungkin tidak ada, guru yang mengajarkan hal demikian; kecuali bila sang guru memang terlibat langsung dalam kegiatan investasi yang demikian, atau menaruh minat di kegiatan itu.

Pada umur berapa sebenarnya anak perlu mengenal investasi? Risza Bambang, Perencana Keuangan One Shildt Financial Planning mengatakan mengajarkan anak investasi dimulai sejak mereka sudah tahu fungsi dan nilai uang, dan sebaiknya dimulai dengan konsep menabung terlebih dahulu (KONTAN, 17/11/2016).

Di kurikulum pendidikan kita, pengenalan akan uang, kegiatan jual beli, dan pasar diberikan pada saat anak ada di kelas 3 SD, di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dengan demikian, pada usia 9 tahun -10 tahun, bahkan hingga tamat SD (12 tahun), aktivitas menabung sangat cocok sebagai pengenalan pertama tentang investasi.

Namun demikian, menabung bisa dimulai lebih awal, saat anak belum bersekolah, seperti yang disampaikan Risza Bambang di muka. Dan akan lebih baik lagi, waktu anak masih kecil diajari kegiatan yang produktif, dalam pengertian yang berpotensi menghasilkan uang. Stephen King pernah menulis tentang masa kecilnya. Waktu masih kecil ia mengarang cerita tentang seekor kelinci bernama Mr. Rabbit Trick. Mr. Rabbit Trick memimpin empat binatang ajaib yang pergi berkeliling dengan sebuah mobil tua, memberi pertolongan kepada anak-anak kecil.

Stephen menyerahkan cerita itu pada ibunya. Ibunya terkesan dengan apa yang ditulisnya. Ibunya berkata akan membayar Stephen kecil 25 sen untuk sebuah cerita yang lain. Ia pun mengarang empat cerita lagi dengan tokoh yang sama, Mr. Rabbit Trick. "Empat cerita. Dua puluh lima sen sebuah. Itulah uang pertama yang kuhasilkan dari bisnis ini," demikian tulisnya dalam buku memoarnya yang tersohor, On Writing.

Ini bukan soal anak yang mata duitan, atau ibu yang secara tidak langsung mengajarkan anaknya menjadi mata duitan. Ini justru keberuntungan Stephen kecil memiliki ibu yang menghargai jerih-payahnya, mengakui ada sesuatu di dalam karyanya. Di kemudian hari, Stephen terus membuat cerita, dan ia kini dikenal luas sebagai penulis fiksi kenamaan di dunia.

Begitulah, menabung dan melakukan kegiatan produktif dapat membuat anak menyadari pentingnya uang. Tahap berikutnya, yakni investasi, dapat dilakukan saat anak memasuki usia remaja. Anna Atkinson di Parents.com menyarankan anak mulai belajar investasi di rentang usia 13 tahun -15 tahun. Pada usia ini anak dibimbing mengenal perusahaan terbuka dan berdagang saham dengan akun tiruan.

Saat mereka sudah paham perusahaan terbuka dan mengerti bagaimana model bisnis bekerja, biasakan baca buku investasi. Barulah mereka diberi kesempatan terjun langsung dalam berinvestasi dengan akun asli.

Menata masa depan

Investasi keuangan adalah langkah antisipatif. Tidak ada orang yang tahu persis apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Krisis keuangan, bencana alam, atau hal destruktif lainnya dapat membuat masa depan berantakan, begitu pula investasi dan perencanaan yang telah kita bangun. Namun tindakan dan keputusan perencanaan itu membuktikan bahwa seseorang lebih siap menghadapi hari depan.

Warren Buffett yang pernah dijuluki sebagai Oracle of Omaha (Peramal dari Omaha) pun pernah melakukan kesalahan. Hampir tiap ramalan atau prediksinya tepat, tapi ia keliru ketika meramal umurnya sendiri. Di situs BusinessInsider.sg dikisahkan sebuah kalimat yang ditulis Warren Buffett pada 2006 kepada pemegang saham: "Saya berharap sisa hidup saya masih sekitar 12 tahun," katanya. Tahun 2018 telah berlalu, ia masih segar bugar.

Begitulah, masa depan adalah misteri. Namun, kita dapat menemukan banyak contoh orang yang telah berhasil menata masa depan dengan berinvestasi secara tepat, seperti Warren Buffett. Kita mungkin pernah mendengar slogan bahwa anak adalah investasi bagi masa depan keluarga. Atau slogan lainnya seperti pendidikan adalah investasi bagi anak. Kita dekat dengan kata investasi saat menggunakannya untuk menunjuk anak atau pendidikan, tapi tidak dalam perencanaan keuangan.

Pada Hari Anak Nasional ini (23 Juli), kita perlu meluaskan cara berpikir. Memang benar anak yang dididik dengan baik akan menjadi investasi yang berharga di kemudian hari. Nah, pendidikan untuk anak itu menjadi investasi yang lebih bernilai tinggi ketika anak juga dilatih untuk cerdas berinvestasi dalam keuangan yang dimulai di keluarga. Ini bisa membuat anak lebih bijak dan cermat menata hari depan. Selamat Hari Anak Nasional.♦

Sidik Nugroho
Guru dan Praktisi Pasar Modal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×