kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ancaman cross border


Rabu, 10 April 2019 / 09:17 WIB
Ancaman cross border


Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Tri Adi

Betapa terkejutnya seorang pengusaha teknologi informasi (TI) ketika datang sebuah paket ke rumahnya. Isinya belanjaan untuk sang istri. Tapi, yang bikin syok: istrinya tidak belanja lewat market place yang ia bangun, melainkan dari mal online lain.

Dan yang bikin ia tambah kaget, barang belanjaan itu produk impor yang dijajakan secara lintas batas atau yang dikenal sebagai cross border e-commerce. Terbukalah matanya betapa transaksi belanja daring lintas batas ini telah menjadi ancaman yang nyata; bukan hanya bagi market-market place lokal, tapi juga bisa mematikan para pedagang dan produsen di Indonesia.

Betapa tidak? Karena jelas, bukan cuma istrinya, jutaan pembelanja lain tentu tergiur oleh rayuan berjuta-juta produk baru yang sangat gampang dan cepat diperoleh. Murah pula. Raksasa e-commerce macam Alibaba dan Amazon tak hanya secara langsung menawarkan dagangan, melainkan juga lewat proksi atau kepanjangan tangan market place dan toko daring dalam negeri.

Jelas, Indonesia yang berpenduduk 250 juta jiwa dan sebagian besar aktif memegang ponsel adalah pasar yang sangat gurih bagi pasar daring. Ia menghitung, tak kurang dari 40% jualan barang e-commerce saat ini merupakan cross border.

Bagi pemerintah, merajalelanya perdagangan daring lintas batas tentu merugikan, lantaran lebih banyak impor ketimbang ekspor. Secara makro pun jelas, dampaknya memperparah defisit neraca dagang dan transaksi berjalan. Namun anehnya, pemerintah malah memberi peluang makin derasnya arus barang lintas batas dengan mendorong pembukaan pusat logistik berikat (PLB) di mana-mana.

Secara umum fasilitas PLB bagus, karena memberikan kemudahan pabean dan efisiensi logistik untuk aktivitas ekspor-impor. Tapi tak hanya bahan baku, PLB juga bisa untuk barang jadi dan e-commerce. Ekspor maupun impor.

Jadilah produsen ponsel bikin PLB untuk mengimpor besar-besaran produk terbarunya. Dengan maraknya penjualan daring, gerai ritel ponsel yang selama ini jadi agennya bakal terlindas. Begitu pula nasib market place lokal, punah bilamana tak ada keberpihakan pemerintah.

Seharusnya PLB didorong untuk ekspor, bukan malah untuk menimbun produk jadi yang diimpor untuk dipasarkan di negeri kita. Iklim demokratisasi perdagangan pun perlu dijaga, agar para unicorn bisa mendaki jadi decacorn dan selanjutnya hectocorn jangan sampai mengempis jadi kuda poni atau kecoak.♦

Ardian Taufik Gesuri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×