Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Badai salju ekstrem yang melanda Texas, Amerika Serikat (AS), pertengahan Februari lalu yang berdampak pada pemadaman listrik sepekan lebih, telah menjadi sorotan media di dunia. Pembangkit listrik collapse dan infrastruktur jaringan rusak diterpa badai salju. Sebagian pembangkit yang masih aktif tidak sanggup menyalurkan listrik untuk alat pemanas di rumah-rumah akibat lonjakan permintaan secara bersamaan.
Bisa kita bayangkan, dalam suhu yang jauh lebih dingin dari Pegunungan Dieng (Jawa Tengah) atau Puncak Jaya (Papua), warga dipaksa bertahan tanpa alat bantu pemanas dan aliran listrik. Bagaimana negara dengan teknologi semaju AS, jaringan listriknya bisa lumpuh dihantam badai salju. Akibat suhu dingin ekstrem, energi listrik di Texas yang sebagian besar dari gas alam mengalami kondensasi (pengembunan) sehingga macet, sementara turbin tenaga angin tidak bergerak.
Pemadaman listrik di Texas memberi pelajaran bahwa kehidupan manusia sudah sangat tergantung dengan listrik. Keberadaan listrik ibarat sembako yang harus tersedia untuk melanjutkan kehidupan. Ketiadaan listrik seolah menghentikan peradaban manusia sekejap, karena sejatinya kita tidak pernah siap menghadapi pemadaman listrik sewaktu-waktu yang sudah menjadi nyawa dalam kehidupan sosial modern.
Dalam catatan The Blackout Report (2020), pemadaman listrik terbesar yang pernah terjadi di dunia, tidak selamanya disebabkan oleh faktor alam dan kegagalan sistem jaringan. Ketidakstabilan politik dan ancaman peretasan (cyber) bisa menjadi akar penyebab pemadaman listrik yang mempengaruhi jutaan orang di sebuah negara. Peristiwa itu pernah terjadi di Pakistan dan Turki.
Saat itu, 25 Januari 2015, separatis pro-kemerdekaan di Provisi Balochistan di barat daya meledakkan dua menara transmisi di daerah Notal Naseerabad. Serangan ini membuat sebagian besar pembangkit listrik di Pakistan terganggu hingga 80% negara itu tanpa listrik. Pada saat kejadian, Pakistan juga mengalami kekurangan pasokan bahan bakar yang parah dan berkontribusi pada masalah jaringan listrik yang kronis.
Pada 14 April pada tahun yang sama, rumor ancaman serangan cyber pernah terjadi saat pemadaman listrik di Turki. Dua pembangkit listrik Izmir di Provinsi Aegean dan Adana Cukurova di Provinsi Mediterania, gagal beroperasi pada hari yang sama. Pemadaman selama 10 jam ini memotong kapasitas jaringan listrik di Turki hingga 10% yang mengakibatkan penghentian total sistem lainya.
Pejabat pemerintah Turki menyelidiki kemungkinan peretasan di tempat pembangkitan, tapi tidak menemukan bukti. Pemadaman listrik terjadi tepat pada saat pekerjaan pemeliharaan dilakukan lebih dari satu saluran transmisi pada waktu yang bersamaan. Karena itu, sistem telah kehilangan redundansi N + 1 yang aman yang berperan dalam kelebihan saluran transmisi setelah saluran utamanya terputus.
Banyak pemadaman listrik disebabkan oleh kecelakaan atau kegagalan sistem, kegagalan jaringan, karena energi yang tidak memadai dan terjadinya penipisan sumber daya seperti minyak dan batu bara atau bisa terjadi dalam pasokan energi terbarukan. Pasokan sumber daya yang tidak memadai menggambarkan kemungkinan tren masa depan untuk banyak negara.
Keamanan energi tetap menjadi masalah bagi negara-negara yang memiliki akses ke pasokan energi terbarukan. Cuaca tidak selalu dapat diandalkan dan kemungkinan besar menjadi kurang dapat diprediksi dengan pemanasan global. Misalnya, pemadaman listrik di Kenya (2016), India (2012), Tanzania (2011), Venezuela (2018) disebabkan oleh kekurangan hujan untuk bendungan hidro.
Pemadaman listrik diperkirakan meningkat karena meningkatnya ketidakpastian pasokan dan meningkatnya permintaan. Pasokan semakin kritis karena berkurangnya minyak, ketidakstabilan politik, pengabaian infrastruktur, pemanasan global dan peralihan ke sumber daya energi terbarukan. Permintaan akan menjadi lebih kuat karena pertumbuhan populasi, meningkatnya kemakmuran, dan kecanduan konsumen akan penggunaan AC serta potensi penggunaan kendaraan listrik (EV) di masa depan.
Serangan badai
Menurut lembaga riset Rhodium Group (2018), pemadaman listrik terpanjang di dunia, diukur dalam jam pelanggan dan hilangnya tenaga listrik, terjadi di Filipina pada 2013. Pemadaman disebabkan oleh Topan Haiyan yang menewaskan lebih dari 6.300 orang. Badai itu juga menghancurkan jaringan dan menghilangkan listrik selama 6,3 miliar jam pelanggan, menjadikannya pemadaman global terbesar dalam sejarah.
Sebelumnya pada tahun 2012, dua pemadaman listrik besar-besaran secara berurutan dan berdampak pada ratusan juta orang, terjadi di India. Negara yang dikenal sebagai produsen dan konsumen listrik terbesar ketiga di dunia, setelah AS dan Cina, infrastruktur kelistrikannya terkenal tidak dapat diandalkan dan pemadaman listrik berskala besar merupakan kejadian rutin. Namun, saat pemadaman durasi kejadian relatif singkat, mengakibatkan hilangnya 2,5 miliar jam layanan pelanggan secara kumulatif.
Rekor mendekati kejadian di Filipina tahun 2013, diukur dari jumlah jam layanan pelanggan yang hilang secara kumulatif, adalah pemadaman yang disebabkan oleh Badai Maria di Puerto Riko tahun 2017. Pemadaman ini juga menimpa Dominika dan Kepulauan Virgin di AS, berlangsung selama 3,4 miliar jam dan mempengaruhi 1,5 juta orang.
Kejadian yang menghancurkan ekonomi dan jaringan listrik ini tercatat sebagai pemadaman terpanjang dalam sejarah AS, dan kedua di dunia. Lebih dari 100 hari, ratusan ribu penduduk di Puerto Riko dan Kepulauan Virgin hidup tanpa listrik. Lebih dari 90% jaringan listrik utama terputus di Puerto Riko sehingga berbulan-bulan toko-toko, apartemen, restoran, pabrik pengolah limbah dan rumah-rumah penduduk, bergantung dari sumber daya generator.
Belajar dari peristiwa pemadaman listrik di dunia, pentingnya sistem mitigasi, penelitian dan analisis risiko guna menghasilkan pasokan listrik masa depan yang andal. Selain itu, para ilmuwan iklim telah lama memperingatkan, bumi yang makin panas akan menyebabkan kekacauan iklim, meningkatkan suhu global rata-rata yang menimbulkan peristiwa cuaca yang tidak biasa. Kejadian di Texas, membuktikan sebagian besar jaringan listrik di AS telah terbukti tidak mampu mengimbangi perubahan iklim ini.
Bencana iklim ini, dan dampaknya, akan semakin sulit untuk ditangani seiring meningkatnya pemanasan global. Untuk itu, pemerintah dan masyarakat harus berinvestasi dalam tindakan mulai dari memperkuat infrastruktur hingga mengembangkan produksi energi yang ramah lingkungan. Untuk jaringan listrik, pentingnya memperlakukan secara holistik tentang jaringan sebagai suatu sistem interkoneksi dan mengintegrasikan teknologi seperti penyimpanan energi.
Penulis : Eko Sulistyo
Komisaris PT PLN (Persero)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News