kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Angot-angotan


Kamis, 29 November 2018 / 14:42 WIB
Angot-angotan


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Tri Adi

Pembatasan penggunaan kantong plastik kembali menggema beberapa waktu terakhir. Isu lingkungan menjadi faktor pemicu utamanya. Faktor itu pula yang mendasari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan aturan pengurangan kantong plastik pada ritel modern. Hanya saja, kebijakan ini ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan memberlakukan pelarangan atas penggunaan kantong plastik.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, akan segera memberlakukan pelarangan kantong kresek dalam waktu dekat. Saat ini Pemprov DKI tengah menggodok peraturan gubernur yang khusus mengatur penggunaan kantong plastik. Pun demikian dengan Pemkot Bogor yang akan memberlakukan kebijakan ini per 1 Desember 2018. Demam anti plastik juga merambah restoran-restoran cepat saji di Indonesia. Dua pekan terakhir, McDonalds dan Kentucky Fried Chicken juga sudah tidak menyediakan lagi sedotan plastik di gerainya.

Sejatinya, pemerintah Indonesia sudah pernah menerapkan pembatasan penggunaan kantong plastik pada Februari 2016 lalu. Caranya dengan menerapkan kebijakan plastik berbayar di setiap gerai ritel modern. Namun, karena payung hukum yang belum jelas, kebijakan tersebut tak efektif.

Agar tidak gagal lagi, sepertinya pemerintah harus belajar dari Rwanda. Negara di Afrika Timur ini sudah lebih dulu menerapkan kebijakan tersebut, tepatnya pada 2008. Hebatnya, mereka berhasil. Apa resepnya? Sanksi yang tegas. New York Times pada 28 Oktober 2017 lalu pernah mengupas mengenai kebijakan pelarangan plastik di Rwanda. Mengutip situs media online AS itu, di Rwanda, kantong plastik sama haramnya dengan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Jika ada yang mengimpor, memproduksi atau menjual kantong plastik dan plastik kemasan akan mendapatkan sanksi berupa penjara dan denda yang tinggi karena kegiatan tersebut merupakan tindakan ilegal.

Berkaca dari Rwanda, jika memang pemerintah serius ingin menangani hal ini, penerapan kebijakan jangan dilakukan angot-angotan. Selain penolakan pelaku ritel atas pelarangan penggunaan kantong plastik, tantangan terbesar pemerintah saat ini adalah penggunaan kantong plastik rumah tangga dan toko kelontong. Itu sebabnya diperlukan payung hukum yang mengikat seluruh warga dan berlaku menyeluruh, bukan setengah-setengah. Jika tidak, kebijakan ini akan kembali titik nol seperti yang sudah-sudah.•

Barratut Taqiyyah Rafie

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×