kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Antisipasi cacar monyet pada moda transportasi


Sabtu, 18 Mei 2019 / 09:25 WIB
Antisipasi cacar monyet pada moda transportasi


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Kasus penyebaran virus Cacar Monyet mesti dihadapi dengan serius agar tidak merebak di Tanah Air. Moda transportasi sangat rentan sebagai pintu masuknya virus itu.

Kementerian kesehatan (Kemkes) harus segera bertindak cepat dan bekerjasama dengan otoritas perhubungan untuk mencegah masuknya Cacar Monyet. Virus tersebut kini sudah terdeteksi masuk ke Singapura. Pada awalnya penyakit ini hanya menyebar di Afrika, terutama di bagian barat seperti Kongo, Liberia, Pantai Gading, dan Nigeria.

Kemkes mesti memperlihatkan langkah yang efektif agar secara psikologis masyarakat merasa aman. Masih hangat dalam ingatan kita terjadinya wabah virus MERS beberapa tahun silam yang berdampak buruk bagi perekonomian dan pariwisata di Korea Selatan. Saat itu ribuan sekolah, pusat perdagangan dan tempat umum sempat ditutup.

Virus Cacar Monyet telah mencemaskan masyarakat. Untuk itu, Kemkes harus bertindak efektif melakukan pemantauan mulai dari yang paling dekat Singapura seperti Batam, hingga bandar udara yang memiliki rute penerbangan dari Singapura.

Jalur penerbangan dan transportasi laut dari Singapura cukup banyak. Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah menyiapkan pos kesehatan beserta perangkat travel medicine. Bandar Udara Internasional perlu dilengkapi peralatan pendeteksi suhu tubuh. Dengan demikian, penumpang yang terdeteksi memiliki suhu tubuh tinggi, akan langsung dikarantina untuk diperiksa secara medis.

Gejala penyakit Cacar Monyet, yakni penderita mengalami demam dan muncul ruam-ruam terasa panas di sekujur tubuh. Hingga kini virus ini belum ada obatnya. Mudah menyerang seseorang yang daya tahan tubuhnya sedang melemah. Kondisi daya tahan tubuh kita cukup riskan pada saat menjalankan ibadah Ramadan, sehingga perlu antisipasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Kasus berjangkitnya virus Cacar Monyet perlu ditangani sebaik-baiknya dengan melibatkan lintas sektoral. Terutama ditujukan bagi pelaku usaha transportasi udara. Ancaman wabah virus juga mencuatkan pentingnya perbaikan sistem perawatan kabin pesawat komersial. Selain itu juga diperlukan tata kelola traveler medicine untuk mengatasi kasus-kasus seperti ini.

Kasus virus berbahaya membawa implikasi yang cukup serius dalam dunia transportasi regional dan global. Ancaman Cacar Monyet dan penyakit endemik lainnya sangat potensial menyebar lewat transportasi udara.

Potensi itu semakin meningkat terkait masih mahalnya biaya perawatan kabin pesawat terbang yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan kurang memperhatikan aspek kesehatan penumpang. Padahal, pesawat terbang sangat potensial sebagai perantara berbagai penyakit. Mestinya wabah yang telah menjadi pandemik global segera disertai dengan perbaikan prosedur perawatan kabin pesawat terbang secara efektif.

Kabin pesawat terbang merupakan konstruksi yang cukup kompleks sehingga memerlukan perawatan dan inspeksi yang ketat. Setiap saat berbagai insiden bisa terjadi di kabin. Dari masalah ducting dari selang air conditioning yang distribusinya tidak merata atau bocor sehingga sangat mengganggu penumpang di lokasi tertentu hingga terpaparnya kabin oleh berbagai virus.

Apalagi, karena faktor ekonomi, maka tingkat utilitas pesawat terus digenjot sampai titik tertinggi. Bahkan, ada maskapai penerbangan yang hanya menerapkan 25 menit di darat, termasuk loading dan unloading. Hal inilah yang menyebabkan buruknya usaha maskapai melakukan disinfeksi pesawat-pesawatnya dari penyakit menular, terutama yang disebabkan oleh virus.

Tak bisa dipungkiri, pesawat terbang dan infrastruktur bandara sangat potensial menjadi sarang penyakit. Pada saat ini, aviation medicine dalam konteks penyakit menular dan korelasinya dengan pesawat terbang telah menjadi bahasan penting dunia dalam sepuluh tahun terakhir ini. Pesawat terbang bisa menjadi pintu masuk berbagai penyakit menular. Seperti dinyatakan dalam berbagai kajian. Salah satunya adalah kajian berjudul Syndromic Surveillance; Outbreak Detection and Disease Monitoring, di Washington DC beberapa waktu yang lalu.

Berbagai titik kritis pada pesawat udara sebagai vektor penyakit antara lain ditunjukkan oleh faktor belum adanya standar internasional yang mengatur posisi tempat duduk, atau aturan yang mewajibkan perusahaan penerbangan untuk mengungkapkan berbagai informasi berkenaan dengan kesehatan penumpang kepada pejabat kesehatan. Kondisinya bisa semakin fatal karena maskapai penerbangan mengoperasikan pesawat terlalu berlebihan sehingga kondisi di kabin pesawat kurang sehat. Kasus diatas sangat bertentangan dengan rekomendasi dari Committee on Air Quality in Passenger Cabins of Commercial Aircraft yang mewajibkan sejumlah standar kenyamanan bagi penumpang di dalam kabin.

Meskipun kabin pesawat terbang di desain sesuai dengan regulasi antara lain termaktub dalam Federal Aviation Regulation (FAR) 25 dan 36. Namun, kondisi udara di kabin masih rentan terhadap kesehatan penumpang. Kabin pesawat terbang memang telah dilengkapi dengan Enviroment and Protective System (EPS) seperti komponen Cabin Presure Control Sistem (CPCS), Air Conditioning, Oxygen System dan lain-lain yang merupakan alat pengontrol tekanan dan kualitas udara. Alhasil, setiap menit udara segar bisa disedot dari luar kabin melalui filter. Udara yang dihasilkan di kabin adalah kombinasi udara dari luar dengan recycle udara kabin pesawat yang selanjutnya disaring dengan filter anti mikroba (microbe trapping filters) yang akhirnya menghasilkan udara sehat.

Satu hal yang sulit diatasi adalah udara yang dihasilkan pada kabin pesawat terbang adalah udara yang kering karena kandungan air yang dihasilkan hanya maksimum 15% saja. Untuk itu, beberapa maskapai berusaha menaikkan tingkat kelembapan dengan alat tambahan yang dikenal sebagai humidying system. Sayangnya, harga alat ini cukup mahal sekitar 200.000 dollar Amerika Serikat (AS), berumur pendek, dan hanya mampu menaikkan kelembapan sampai maksimum 25% saja.

Jika maskapai penerbangan telah melakukan proses disinfeksi dan perawatan komponen EPS sebaik mungkin, namun harus tetap waspada terhadap penumpang yang menderita demam dan gejala respirasi. Bila awak pesawat mengetahui ada penumpang dengan gejala Cacar Monyet atau penyakit lainnya dari daerah terjangkit, harus mengusahakan supaya penumpang tersebut mendapat tempat duduk sebisa mungkin terpisah dari penumpang lain dengan jarak 3-6 kaki.

Kemudian penumpang tersebut harus memakai masker untuk mengurangi jumlah droplet ke udara. Selain itu, awak pesawat harus memakai sarung tangan sekali pakai bila melakukan kontak langsung penumpang. Sebelum mendarat, kapten pesawat harus melaporkan terlebih dahulu ke karantina perihal penumpang sakit tersebut.♦

Totok Siswantara
Pengkaji Transformasi Teknologi dan Infrastruktur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×