kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Banjir dan kecelakaan di jalan tol


Senin, 11 Maret 2019 / 15:02 WIB
Banjir dan kecelakaan di jalan tol


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Tersambungnya semua daerah di Jawa dalam Jalan Tol Trans Jawa sepanjang lebih dari 1.000 kilometer (km), menyisakan beberapa persoalan yang seharusnya tidak terjadi sebelum proyek strategis itu bergulir. Pertama, ketidaknyamanan di jalan berbayar tersebut karena banjir, seperti yang terlihat pada ruas Jalan Tol Ngawi-Kertosono di Madiun pada Kamis (7/3).

Persoalan kedua, kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Tol TransJawa. Setidaknya, terjadi di empat titik yang berbeda. Yakni, di ruas Tol Surabaya-Mojokerto (Sumo) pada akhir September dan awal Oktober 2018. Lalu, dua kecelakaan maut yang baru terjadi Maret 2019. Pada Jumat (1/3), kecelakaan maut di tol Madiun KM 604 dan Minggu (3/3) dini hari di ruas Tol Semarang-Batang yang menimpa rombongan Bupati Demak. Pada persoalan kedua ini patut diberi perhatian.

Sejatinya, hamparan sawah yang memanjakan mata dan jalanan yang mulus di sepanjang Jalan Tol TransJawa, selayaknya menambah kenyamanan di perjalanan. Keselamatan dan kenyamanan berkendara selama perjalanan di jalan tol harus menjadi bagian terpenting dan prioritas untuk semua pihak.

Sebab, keganasan hidup di jalanan termasuk jalan tol, juga tergambar dalam data yang pernah dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemkes) yang menyebutkan, kecelakaan di jalan merupakan masalah kesehatan yang sangat serius di seluruh dunia, termasuk Indonesia (Firman, 2008). Fenomena kecelakaan maut kendaraan pribadi di jalan tol menunjukkan, kurangnya rasa bertanggungjawab pengendara ketika melintasi jalan tol.

Hal ini paralel dengan pernyataan Djafairy (2007): kerap kali terjadi kecelakaan lalu lintas di jalanan (selain jalan tol). Sebab, sebagian sopir bus atau angkutan umum belum bisa diajak disiplin karena tidak ada rasa empati dan memiliki persepsi negatif tentang disiplin berlalu lintas. Persepsi negatif para sopir bisa terjadi lantaran penegakan hukum dalam berlalu lintas kurang tegas. Pelanggar lalu lintas bisa dengan mudah terlepas dari hukuman yang telah dilakukan, setelah mereka memberikan uang ke penegak hukum.

Mengingat rawannya kecelakaan lalu lintas di jalan tol, perlu ada pemahaman publik akan nilai hospitality yang bisa diterapkan sesuai kapasitas dan tanggungjawab masing-masing. Menurut Oxford Advance Learners Dictionary (2000), hospitality didefinisikan friendly and generous behavior towards guests: food, drink, or services that are provided by an organization for guests, customer, etc.

Penerapan nilai hospitality

Definisi dan praktik hospitality yang awalnya diperuntukkan bagi dunia perhotelan, kini disadari telah menjadi kebutuhan setiap sektor yang bersifat memberikan layanan. Termasuk, pada profesi sopir dan sektor transportasi. Nilai hospitality yang perlu diadaptasi para pengendara kendaraan pribadi atau siapapun pengendara yang melintasi jalan tol mengacu pada Parasuraman (1988), yang menjelaskan lima dimensi kualitas jasa yang seluruhnya vital bagi setiap pengendara di jalan bebas hambatan. Sekaligus menunjukkan, tiada profesi yang sepele atau tidak penting di kehidupan ini. Semua karya pelayanan kepada sesama bermakna penting dan mulia.

Pertama, reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.

Kedua, responsiveness, yakni kesiapan pemberi jasa dalam membantu pelanggan dan memberi pelayanan yang cepat dan tanggap. Layanan ini meliputi kesiapan dalam melayani pelanggan, kecepatan dalam menangani transaksi, dan penanganan pelanggan.

Ketiga, assurance, yakni kemampuan pemberi jasa atas pengetahuan terhadap produk secara tepat dan kualitas keramahtamahan. Lalu, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, serta keterampilan dalam memberikan informasi dan lainnya.

Keempat, empathy, yaitu perhatian secara individu yang diberikan pemberi jasa kepada pelanggan. Misalnya, kemudahan untuk menghubungi pemberi jasa atau kemampuan berkomunikasi dengan pelanggan.

Kelima, tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik dari para pemberi jasa.

Melalui penerapan nilai hospitality, diharapkan mampu menekan angka kecelakaan, sabotase, kerawanan di perjalanan, dan hal-hal buruk lainnya yang kerap terjadi selama ini di infrastruktur baru, seperti Jalan Tol TransJawa. Selain itu, juga meningkatkan kapasitas dan kualitas berbagai instrumen terkait di dalamnya. Mulai pengelolaan secara profesional fasilitas rest area, kualitas dan estetika jalan tol (penerangan, penanda, dan pembatas jalan), hingga sumber daya manusia.

Ketidakmampuan mengontrol kendaraan yang dikendarai dalam kecepatan tinggi, mengingatkan kita akan sosok mendiang Heath Ledger, pemeran The Joker (seorang psikopat musuh bebuyutan Batman) dalam film The Dark Night. Ledger mengungkapkan, dirinya adalah seorang agent of chaos yang melakukan kekacauan di sana-sini bukan demi uang atau kekuasaan. Tetapi, karena dia senang melihat kekacauan itu terjadi. Dia merasa senang, manakala banyak orang berkesusahan. Dan karena itu, dia tidak menghendaki aturan kesepakatan publik. Yang terpenting di atas segalanya ialah, kehendaknya untuk menimbulkan penderitaan orang lain.

Mengambil ilustrasi The Joker, maka pribadi yang "kosong", "tidak matang", dirundung emosional tinggi, tinggi hati (sombong), ingin diakui (mencari perhatian), semau sendiri, dan lain sejenisnya, berpotensi merugikan dan membahayakan keselamatan orang. Secara empiris kita melihat, dalam setiap aksi mengendarai kendaraan dalam kecepatan tinggi di jalan tol, maka selalu ada pihak yang ingin mengalahkan. Lantas, manakala orang lain terkalahkan, jiwanya merasa puas. Mungkin, seperti inilah yang dimaksud oleh Heath Ledger sebagai agent of chaos.

Oleh karena itu, hal terakhir yang menjadi faktor kunci dari semuanya adalah masyarakat pengguna jalan tol, khususnya sopir. Siapa saja yang melintasi jalan raya, dipastikan memiliki risiko kecelakaan. Itu sebabnya, ,asyarakat setiap pengguna jalan tol perlu mengedepankan toleransi antarwarga, sesama pengguna jalan berbayar. Sebagus-bagusnya dan selancar-lancarnya jalan tol, jika tidak ada toleransi, maka tetap menjadi masalah.

Toleransi antarsesama pengguna jalan tol adalah pilar utama serta indikator yang penting untuk bisa membangun toleransi hidup bersama pada setiap dimensi-dimensi yang lain. Inilah kaedah dari hospitality yang selalu mendukung praktik toleransi dan kenyamanan serta keselamatan di jalan tol.♦

Dewa Gde Satrya
Dosen Bisnis Hotel dan Wisata Universitas Ciputra, Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×