Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Tri Adi
Kabar mengejutkan datang dari penjelasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, yang mengaku menerima laporan adanya teknologi finansial (tekfin) legal yang juga melakukan pelanggaran. Dari total 1.330 pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan, ada laporan atas 25 tekfin legal yang masuk ke kantor LBH Jakarta.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) langsung menanggapi laporan LBH Jakarta. Kepala Bidang Pembiayaan Multiguna AFPI Dino Martin mengapresiasi upaya LBH Jakarta kepada masyarakat yang mengaku menjadi korban fintech lending. Namun, ia menyayangkan LBH Jakarta yang tidak mau berkoordinasi dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama.
Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengirimkan surat undangan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 14 November dan 23 November 2018, untuk membicarakan masalah ini bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Google Indonesia, Bareskrim, Satgas Waspada Investasi. Dalam dua kali undangan, hanya LBH Jakarta yang secara konsisten tidak hadir (Harian KONTAN, 11 Desember 2018)
Tapi terlepas dari ketidakhadiran tersebut, ada satu pekerjaan rumah bersama. Yakni tekfin ilegal terus menerus menawarkan produk di Indonesia. Diblokir, besok muncul lagi dengan jumlah lebih banyak.
Wewenang pemberantasan tekfin ilegal di Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi yang terdiri dari 13 kementerian dan lembaga. Di antaranya adalah OJK, Kepolisian, Kementerian Kominfo dan Bank Indonesia (BI).
Kominfo telah memblokir 385 aplikasi dan situs tekfin ilegal sejak tahun 2017 hingga akhir November lalu. Prosedur pemblokiran adalah temuan dari OJK diajukan ke Kemkominfo untuk diblokir. Kalau ada aplikasinya di Google Play, Kominfo meminta Google menutup. Masalahnya prosedur ini terasa lama. Maka, seorang pemain industri tekfin menyayangkan rencana Kominfo yang tidak lagi mewajibkan menempatkan pusat data di Indonesia. Padahal jika pusat data di Indonesia, prosedur blokir bisa lebih cepat.
Sepertinya Indonesia harus berkaca dari Vietnam yang menaklukan perusahaan internet raksasa seperti Google membuka cabang dan meletakkan pusat data mereka di dalam negeri. Padahal dari sisi jumlah pengguna internet Vietnam kalah jauh dibandingkan Indonesia. Sementara Indonesia yang lebih banyak dari sisi pengguna, tak berdaya di depan raksasa internet.•
Ahmad Febrian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News