kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Baterai Mobil Listrik Si Game Changer


Sabtu, 16 Januari 2021 / 10:50 WIB
Baterai Mobil Listrik Si Game Changer
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Istilah game changer (GC) sempat dipopulerkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pidato virtual di depan Sidang Majelis Umum PBB, pertengahan September tahun lalu. Game changer yang dimaksud Presiden saat itu adalah vaksin, yang diharapkan bisa membawa perubahan bagi dunia melawan pandemi Covid-19. Menurut Oxford English Dictionary, game changer diartikan sebagai peristiwa, ide, atau prosedur yang bisa memengaruhi signifikan dalam cara melakukan atau memikirkan sesuatu.

Dengan demikian, game changer adalah faktor yang bisa mengubah keadaan secara signifikan. Meminjam kiasan Presiden Jokowi tentang game changer, kita bisa mengatakan, baterai kendaraan listrik atau electric vehicle battery (EVB) juga game changer. Karena baterai kendaraan listrik tidak hanya akan mengangkat citra Indonesia, tapi juga teknologi, ekonomi, dan kemandirian energi.

Keinginan Indonesia menjadi pemain utama dalam baterai listrik otomotif dunia, tentu ada basis empirisnya. Dengan ekosistem mobil listrik yang didukung regulasi, infrastruktur, dan sumber daya mineral (terutama nikel), memunculkan peluang investasi besar dari hulu ke hilir. Pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik dalam skala besar bagi Indonesia adalah keniscayaan.

Ketika pabrikan EVB Korea Selatan, LG Energi Solution Ltd, berkomitmen berinvestasi di industri sel EVB terintegrasi di Indonesia, nilainya US$ 9,8 miliar atau setara Rp 142 triliun, maka kesepakatan atau MoU tersebut menjadi sinyal serius, baik LG maupun Pemerintah Indonesia, untuk membangun infrastruktur industri EVB level dunia.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah merespons dengan menyiapkan konsorsium MIND.ID atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), melibatkan PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero). Konsorsium ini akan berkolaborasi dengan LG, mengembangkan industri baterai terintegrasi. Mulai dari pertambangan, peleburan (smelter), pemurnian (refining), hingga industri prekursor dan katoda.

Mengenai cadangan nikel sebagai bahan dasar EVB, menurut catatan Bloomberg 2020, Indonesia berada di peringkat pertama dalam total cadangan nikel dunia sebesar 24%. Jelas, ini angka fantastis. Demikian juga dengan kobalt dan mangan, dua unsur lain dalam EVB, yang juga melimpah di negeri kita.

Posisi episentrum

Dengan era mobil listrik sudah di depan mata, maka kita harus bisa merebut posisi pemain utama industri baterai kendaraan listrik global. Posisi sebagai episentrum dalam manufaktur EVB telah menemukan momentumnya. Indonesia berpeluang menjadi pemain utama baterai listrik otomotif di dunia.

Secara ekonomi, pemanfaatan baterai bagi mobil listrik juga bisa menghemat devisa. Berdasar perhitungan kebutuhan minyak kita sekitar 1,2 juta barel per hari, separuhnya yang bisa dipenuhi dari dalam negeri. Kekurangannya harus impor Rp 200 triliun per tahun. Tapi, dengan mobil listrik yang sepenuhnya menggunakan energi domestik, tidak perlu lagi membuang devisa.

Dengan menggunakan baterai, biaya operasional mobil jauh lebih ekonomis, kira-kira seperlima dari biaya mobil dengan BBM. Jika untuk jarak tempuh yang sama, mobil konvensional membutuhkan biaya Rp 500.000, mobil listrik hanya Rp 100.000-an. Seperti telah dipraktikkan komisaris PLN dalam perjalanan JakartaBali, hanya butuh biaya Rp 200.000-an, tapi dengan mobil konvensional bisa menghabiskan satu jutaan rupiah.

Selain itu, perubahan ekosistem kendaraan BBM ke kendaraan listrik adalah langkah mewujudkan ketahanan energi. Ada transisi dari konsumsi energi impor menjadi energi domestik, dan penghematan biaya operasional transportasi secara signifikan. Pada gilirannya, mengurangi emisi karbon dan menjadikan udara lebih bersih.

Untuk mencapai level global, setidaknya ada dua agenda yang harus dijalankan. Pertama, edukasi bagi masyarakat. Kedua, produk baterai kita harus menembus pasar dunia. Edukasi bagi masyarakat penting karena keberadaan mobil listrik belum banyak dikenal masyarakat. Sedang mobil berbahan bakar fosil mudah mendapatkan BBM, meski diketahui tidak sehat bagi lingkungan.

Inilah momentum yang tepat untuk mengedukasi dan sosialisasi ketika manufaktur baterai masih fase persiapan. Kalau sudah tiba saatnya, ada link up antara minat menggunakan mobil listrik dan berjalannya produksi baterai listrik. Edukasi adalah media untuk mendorong masyarakat beralih ke mobil listrik agar produksi baterai bisa diserap pasar domestik meski orientasinya ekspor.

Dalam acara peluncuruan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pertengahan Desember lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan target kendaraan listrik yang beroperasi di tanah air pada 2030 sebanyak 15 juta unit, terdiri 2 juta unit kendaraan roda empat dan 13 juta unit roda dua. Jumlah ini bukan angka kecil untuk pasar potensial dalam negeri bagi EVB. Belum lagi dampak penurunan emisi gas rumah kaca dari ribuan ton CO2 emisi yang bisa dihitung.

Soal ikhtiar menembus pasar global, memang rutenya masih panjang. Namun, semua harus dimulai dan dipersiapkan. Seperti kata Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Wirakusumah yang juga Komisaris Utama Inalum, untuk menjadi produsen baterai terbesar harus mencari pasar-pasar terbesar dan potensial. Caranya, dengan menggandeng pemain baterai yang menjual ke pasar negaranya. Selain LG Energy Solution, Indonesia juga mendekati perusahaan besar EVB asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), Panasonic dari Jepang, dan perusahaan mobil listrik ternama asal Amerika Serikat, Tesla.

Bahkan CEO Tesla, Ellon Musk, sangat berminat dengan produksi nikel Indonesia. Dengan berkolaborasi, posisi Indonesia menjadi dinamis, tidak hanya menjadi konsumen. Namun juga, menjadi bagian dari produsen baterai dan kendaraan listrik dunia.

Saya kira tepat apa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait peluang besar Indonesia lima tahun ke depan dalam industri baterai mobil listrik. Kita harus bisa berperan penting, jika perlu mengontrol, berdasar keberadaan nikel yang melimpah. Kini, peluang besar yang bisa mengubah seluruh permainan sudah ada di depan mata kita, dan game changer itu bernama baterai motor listrik.

Penulis : Eko Sulistiyo

Komisaris PT PLN (Persero)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×