kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Batu Uji Demokrasi


Selasa, 24 November 2020 / 11:16 WIB
Batu Uji Demokrasi
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Beberapa hari terakhir ini diskusi menarik tentang demokrasi di Indonesia menjadi mengemuka. Apalagi setelah Jusuf Kalla yang juga mantan Wakil Presiden Republik Indonesia selama dua periode ikut mempertanyakan hal ini dalam sebuah diskusi bertajuk Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Membangun Demokrasi yang Sehat pekan lalu.

Seolah gayung bersambut dengan pendapat sang mentor, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga mengunggah gambar di akun Instagram pada hari Minggu (22/11) yang sedang santai berkain sarung dengan membaca buku tentang demokrasi. Tepatnya buku berjudul How Democracies Die, yang ditulis Steven Levinsky dan Daniel Ziblatt. Sebuah buku best seller internasional yang sudah diterjemahkan juga dalam bahasa Indonesia.

Banyak tanggapan komentar baik dari pendukung maupun pe-nyinyir di media sosial akan unggahan ini. Diantaranya dengan mengunggah foto di akun instagram dengan tema yang mirip, pakai sarung baca buku warna hitam di depan rak buku.

Hanya saja buku yang dibaca adalah buku berjudul Sudah Senja di Jakarta: Ideologi, Kebijakan Publik, Politik, dan Ruang Ibu Kota, yang disunting Hikmat Budiman bersama penulis di Tim Populi Center dan diterbitkan oleh Penerbit Buku Obor pada Juli 2020.

Buku tersebut tentu bukan berisi sebuah cerita novel layaknya novel legendaris Senja Di Jakarta yang ditulis oleh Mochtar Lubis yang menggambarkan latar tentang kehidupan kota Jakarta tahun 1960an. Tapi lebih berisi soal kritik sosial tentang pelbagai kebijakan di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir.

Terlepas dari perdebatan isi buku ini, lontaran Jusuf Kalla soal demokrasi menarik untuk jadi bahan diskusi. Benarkah sosok JK yang juga dihasilkan oleh sistem demokrasi yang tidak jauh beda kondisinya dengan sekarang kini meragukan sistem demokrasi kita.

Namun kalau batu uji keraguan demokrasi di Indonesia itu hanya berdasarkan gelombang massa pendukung Muhammad Rizieq Shihab sebagai bentuk kebuntuan aspirasi tentu kurang kuat. Akan lebih meyakinkan jika Pak JK juga memakai batu uji mengapa peranan politik identitas dalam demokrasi di Indonesia yang terbukti efektif mengangkat seorang kepala daerah.

Begitu juga batu uji mengapa partai politik cenderung ogah menjadi oposisi sebagai pilar demokrasi? Apakah tanpa money politic berupa mahar juga jual beli suara seorang bisa jadi pemimpin di negeri ini?

Penulis : Syamsul Ashar

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×