kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bawang merah dan putih


Rabu, 08 Mei 2019 / 11:23 WIB
Bawang merah dan putih


Reporter: Mesti Sinaga | Editor: Tri Adi

Sebuah operasi penting mulai digelar pemerintah kemarin, Minggu (5/5). Operasi pasar bawang putih, yang tujuannya untuk meredam gejolak harga yang belakangan terus membubung.

Awal bulan ini, harga bawang putih di Jakarta menembus Rp 75.000 per kg, bahkan di beberapa daerah mencapai Rp 100.000 per kg. BPS mencatat, sepanjang April lalu, harga bawang putih melonjak 35% dan menyumbang inflasi 0,09%.

Nah, untuk mencegah agar harga bawang putih tak kian berkobar, pemerintah menggelontorkan bawang putih impor ke pasar. Menteri Pertanian Amran Sulaiman pun menjamin harga bumbu dapur ini akan turun menjadi Rp 25.000-Rp 30.000 saja per kilonya.

Bukan hanya bawang putih, harga bawang merah juga terbang. Bila di awal Februari 2019 harganya masih Rp 28.850 per kg, maka awal bulan ini sudah melesat menjadi Rp 45.000–Rp 50.000 per kg.

Bila lonjakan harga bawang putih relatif bisa dimaklumi, lantaran sebagian pasokan memang masih mengandalkan impor, lain halnya dengan bawang merah. Produksi bawang merah kita seharusnya sudah jauh melebihi kebutuhan.

Buktinya, akhir Maret lalu Indonesia mengekspor 70.000 ton bawang merah ke 6 negara, termasuk Thailand. Padahal 2014, kita masih mengimpor 74.903 ton bawang merah. Maka, Menteri Amran dengan bangga menyatakan ekspor itu sebagai serangan balik Indonesia kepada negara yang dulu menjadi pengimpor.

Umumnya, ekspor dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri aman: kuantitasnya cukup dan harganya stabil. Namun, setelah gegap gempita pemberitaan serangan balik ekspor itu, yang terjadi justru sebaliknya: harga bawang merah dalam negeri terus naik.

BPS mencatat, sepanjang April 2019 harga bawang merah naik 22,93% dan menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan kontribusi 0,13% terhadap total inflasi April yang sebesar 0,44%.

Berdasar hukum pasar, harga akan melonjak lantaran terjadi kekurangan pasokan. Apakah ada permainan di pasar ataukah pasokan tersedot untuk ekspor?

Tak bisa dipungkiri, ekspor memang membanggakan. Apa lagi, negara kita sangat butuh mendongkrak ekspor demi menutup lubang besar defisit perdagangan dan neraca berjalan. Namun, jauh lebih penting adalah menjaga terpenuhinya kebutuhan pangan dalam negeri dan mencegah lonjakan inflasi.

Karena itu ekspor harus dihitung matang-matang, bukan hanya kuantitas melainkan juga timing-nya, terlebih menjelang Ramadan. Ekspor juga seharusnya disertai antisipasi permainan di pasar dengan memastikan barang terdistribusi cukup di pasar. Sehingga, mempersempit ruang spekulasi bagi mereka yang doyan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Kini kita berharap panen raya bawang merah yang diperkirakan berlangsung akhir bulan ini berjalan lancar. Kuantitasnya memadai dan hasil panen segera didistribusikan merata, sehingga harga tak lagi melonjak dan menjadi pemicu inflasi menjelang Lebaran. Amit-amit, jangan sampai setelah ekspor, kita harus kembali impor.♦

Mesti Sinaga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×