kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beking Orang Kuat


Jumat, 06 Maret 2020 / 11:15 WIB
Beking Orang Kuat
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada PT Emco Asset Management (Emco). Sanksi ini berkenaan dengan kisruh gagal bayar reksadana racikan perusahaan manajer investasi itu senilai sekitar Rp 2,5 triliun.

Melalui suratnya, OJK misalnya memerintahkan Emco menyetop produk investasi baru, serta menghentikan penjualan seluruh reksadana dan produk investasi lainnya. Perusahaan pengelola dana itu juga diperintahkan untuk segera menuntaskan pembayaran dana nasabah.

Memang, keputusan OJK ini lebih mirip teguran ketimbang sanksi. Toh, sanksi ini setidaknya memberi sinyal OJK tidak menutup mata terhadap problem yang dihadapi nasabah Emco. Sanksi OJK bagi Emco juga melengkapi sanksi yang sudah lebih dulu dijatuhkan kepada perusahaan jasa keuangan lainnya.

Persoalannya, mengapa OJK tidak mengumumkannya secara terbuka? Sikap OJK yang terkesan menyembunyikan sanksi ini dari perhatian publik berpeluang memicu aneka spekulasi di publik.

Nah, berdasarkan hasil penelusuran salah satu jurnalis senior KONTAN, Emco dimiliki oleh "orang kuat". Nama politisi beken dan pengurus inti salah satu partai besar di negeri ini tercatat sebagai pemegang saham Emco. Mantan orang penting di bank sentral juga tercatat di jajaran pengurusnya.

Apakah "beking orang kuat" yang membuat OJK tidak terbuka atas sanksi bagi Emco? Entahlah.

Yang terang, perusahaan keuangan, juga perusahaan non-keuangan, sudah lazim mengangkat eks regulator sebagai manajemen kunci. Bahkan sejumlah perusahaan manajer investasi, asuransi, koperasi, multifinance maupun perusahaan sekuritas yang dianggap bermasalah, kini diurus dan "dibekingi" oleh eks orang penting di otoritas.

Cobalah sesekali menengok struktur managemen perusahaan jasa keuangan itu. Banyak di antara mereka mantan petinggi regulator industri keuangan, pengawas pasar modal maupun eks manajemen bursa bahkan petinggi bank sentral. Mereka orang-orang kuat di zamannya dan bagian dari pembuat regulasi industri finansial.

Memang, tidak ada aturan yang melarang para pensiunan regulator menduduki jabatan komisaris maupun direksi perusahaan jasa keuangan. Namun idealnya pengalaman mereka menjadi bekal mengarahkan perusahaan yang dikelolanya agar selalu patuh dan disiplin pada aturan main yang pernah mereka buat.

Bukan sebaliknya. Kita tidak ingin mereka menjadi bagian dari problem alih-alih "parasit" industri keuangan karena tahu celah aturan di industri yang pernah mereka tata.

Akhir kata, wabah korona memang bikin heboh. Namun jangan lupa, ada satu pekerjaan rumah besar yang belum tuntas dan butuh konsentrasi kita semua: beres-beres di industri keuangan.

Oleh karena itu, OJK harus tegas dan menjunjung tinggi transparansi dan menegakkan aturannya tanpa pandang bulu. Kesampingkan rasa ewuh pakewuh terhadap mantan atasan maupun bekas koleganya.

Transparansi dan penegakan aturan merupakan pondasi industri keuangan kita. Dua hal ini juga jadi garansi perlindungan nasabah dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap industri finansial kita.

Penulis : Barly Haliem Noe

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×