kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beras dan orang miskin


Selasa, 14 Mei 2019 / 15:45 WIB
Beras dan orang miskin


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Tri Adi

Katanya orang Indonesia tidak akan merasa cukup makan kalau belum makan nasi. Mungkin itulah sebabnya, orang-orang miskin di negeri ini, akan merasa banyak terbantu hidupnya hanya dengan subsidi beras.

Di 1998, waktu krisis besar melanda negeri, pemerintah membuat program subsidi beras untuk jaring pengaman sosial, dikenal dengan nama operasi pasar khusus. Program sementara itu ternyata terus berlanjut sampai sekarang. Di 2002 namanya diubah menjadi Raskin sebagai program bantuan pangan wajib dari pemerintah. Tapi bantuan Raskin sebesar 230 ribu ton per bulan, atau 10% dari kebutuhan beras Indonesia membuat distribusi Raskin juga jadi alat Bulog untuk menstabilkan harga.

Tapi pembagian raskin dari Perum Bulog ini seringkali mengundang masalah. Paling sering masalah yang dikeluhkan adalah kualitas beras yang jauh di bawah standar, beberapa bahkan mengeluhkan beras yang sudah busuk dan tidak layak dikonsumsi. Belum lagi keluhan penyimpangan bantuan di lapangan.

Di tahun 2016, pemerintah mulai mengubah sistem subsidi beras untuk rumah tangga miskin menjadi bantuan pangan dengan sistem voucher atau dikenal dengan nama Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Dengan BPNT ini para penerima bantuan akan menerima saldo dana di rekening penerima yang bisa mereka pergunakan untuk berbelanja berbagai macam komoditas di e-warung yang sudah ditentukan pemerintah. Dari riset lembaga independen yang bekerjasama dengan Gates Foundation, 96% keluarga penerima manfaat merasa puas demikian juga 89% pemilik warung.

Warung-warung ini memang mendapatkan kebebasan dalam mencari pemasok komoditas-komoditas yang dibutuhkan. Everybody happy? Ternyata tidak, Bulog merasa jadi yang paling dirugikan, karena stok beras Bulog menumpuk di gudangnya. Bulog yang wajib menyerap beras petani di saat harga jatuh, mengaku tidak punya saluran penyaluran, akibatnya beras-berasnya menumpuk menjadi kuning dan akhirnya harus dibuang.

Rencana mengembalikan subsidi beras untuk keluarga miskin dari BPNT demi penyerapan beras-beras di gudang Bulog agak terburu-buru. Bagaimana bisa Bulog yang seharusnya menjadi penguasa beras di negeri ini, kalah set dari para penjual ritel di warung-warung kecil? Saya rasa dengan kualitas dan harga bersaing di pasar, para pemilik e-warung akan dengan senang hati mengambil beras Bulog.♦

Djumyati Partawidjaja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×