kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berbenah diri melawan diskriminasi


Senin, 12 Agustus 2019 / 11:34 WIB
Berbenah diri melawan diskriminasi


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Genderang perang dagang antara Uni Eropa dengan negara negara penghasil minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) makin bertalu-talu. Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara produsen CPO terbesar dunia sepakat membawa kasus diskriminasi Uni Eropa itu ke badan penyelesaian sengketa atawa Dispute Settlement Body, di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

RI dan Malaysia sepakat mengajukan gugatan terpisah ke Uni Eropa, dan saling menjadi pihak terkait di gugatan itu. Saat ini ada dua point diskriminasi oleh Uni Eropa. Pertama, Uni Eropa menganggap produk CPO sangat berisiko merusak lingkungan hidup karena menjadi salah satu penyebab tidak langsung masifnya pembukaan lahan alias indirect land use change (ILUC).

Karenanya mereka membuat Undang-Undang Renewable Energy Directive (RED) II untuk melarang penggunaan minyak sawit di biofuel. Aturan ini akan diberlakukan 2021-2030. Mereka mengenakan standar ketat terhadap produk dari tanaman untuk bahan bakar nabati yang menyebabkan perluasan lahan pertanian ke daerah-daerah yang memiliki stok karbon tinggi, seperti hutan, lahan basah, dan lahan gambut.

Kedua, Uni Eropa mengenakan tarif bea masuk anti-subsidi terhadap biodiesel diesel Indonesia sebesar 8%-18%. Perusahaan yang terkena adalah Ciliandra Perkasa sebesar 8% , Wilmar Group, 15,7%, Musim Mas Group 16,3% dan Permata Group sebesar 18%. Bea masuk ini berlaku mulai 6 September mendatang dan akan permanen 4 Januari 2020 hingga lima tahun ke depan. Uni Eropa pernah menerapkan hal yang sama terhadap indonesia pada 2013 silam tapi tidak terbukti saat Indonesia mengadukan ke WTO.

Tidak gampang untuk memenangkan gugatan di WTO. Karena itu RI maupun Malaysia harus berbenah diri. Misalnya untuk membantah tudingan CPO tidak ramah lingkungan, Malaysia berkomitmen menjalankan The Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) mulai akhir 2019.

Sementara Indonesia masih sibuk menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Indonesia juga sudah membuat Instruksi Presiden larangan permanen izin pembukaan lahan baru di kawasan hutan, meskipun hingga kini belum ada detail aturannya seperti apa.

Tidak kalah penting, isu lingkungan seperti penanganan kebakaran hutan atau upaya menjaga spesies tertentu seperti orang utan dan lain lain, yang bisa menjadi lubang tudingan baru oleh Uni Eropa.♦

Syamsul Ashar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×