kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bergesernya negara ekonomi maju


Selasa, 18 Juni 2019 / 13:43 WIB
Bergesernya negara ekonomi maju


Reporter: Harris Hadinata | Editor: Tri Adi

Beberapa tahun yang lalu, perusahaan konsultasi multinasional PricewaterhouseCoopers (PwC) merilis laporan proyeksi ekonomi yang diberi judul The World in 2050. Laporan ini cukup membuat heboh masyarakat.

Pasalnya, laporan tersebut menggambarkan peralihan status negara dengan ekonomi besar di dunia. Semula banyak negara dengan ekonomi besar dunia berada di Amerika Utara dan Eropa, nantinya akan beralih ke kawasan Asia.

Prestasi Indonesia menurut laporan tersebut cukup mentereng. PwC memprediksi, Indonesia akan menempati urutan keempat negara dengan ekonomi terbesar di dunia, di bawah China, India dan Amerika Serikat (AS). Indonesia menyingkirkan Jepang, Jerman dan Rusia, yang di 2016 lalu merupakan negara dengan ekonomi terbesar keempat, kelima dan keenam di dunia.

Beberapa tahun lalu, rasanya proyeksi tersebut terasa terlalu muluk untuk jadi kenyataan. Apalagi, ekonomi global lantas tertekan dan cukup mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri.

Namun, melihat langkah Standard & Poor's kembali menaikkan peringkat utang Indonesia, rasanya proyeksi PwC tersebut masih bisa menjadi kenyataan. Sekadar mengingatkan saja, S&P menaikkan peringkat kredit Indonesia dari sebelumnya BBB- dengan outlook stabil menjadi BBB dengan outlook stabil. Asal tahu saja, lazimnya perusahaan pemeringkat menaikkan outlook jadi positif dulu sebelum mengerek rating utang suatu entitas.

S&P menaikkan peringkat kredit Indonesia karena dianggap memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat. Tidak seperti pendapat beberapa pihak yang menilai utang Indonesia terlalu tinggi, S&P menilai utang pemerintah rendah dan kinerja fiskal cukup baik.

Peringkat kredit ini berpotensi naik lagi dengan syarat Indonesia bisa meningkatkan kondisi fiskal dan mengatasi sentimen eksternal, dalam dua tahun ke depan. Fiskal dan sentimen eksternal memang jadi masalah bagi pemerintah Indonesia saat ini.

Nilai tukar rupiah bisa menjadi salah satu indikator. Meski peringkat kredit Indonesia naik, kurs rupiah tidak banyak berubah. Padahal, kenaikan rating utang Indonesia terhitung cepat.

Idealnya, pemerintah bisa memanfaatkan momentum kenaikan peringkat utang untuk menarik investasi asing. Harapannya, dana asing juga akan diam lebih lama di dalam negeri, sehingga kurs rupiah juga lebih stabil.♦

Harris Hadinata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×