kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berharap pada penerimaan nonpajak


Senin, 07 Januari 2019 / 14:02 WIB
Berharap pada penerimaan nonpajak


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Juli 2018 menjadi tonggak baru bagi pendapatan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). DPR menyetujui Undang-Undang (UU) No. 9/2018 sebagai perubahan UU No 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi.

UU ini mempertegas pendapatan PNBP menjadi empat komponen utama, yaitu penerimaan sumber daya alam (PNBP-SDA) baik migas dan non-migas, pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan (PNBP-PKND), pendapatan Badan Layanan Umum (PNBP-BLU), dan PNPB lainnya.

Aturan baru ini memunculkan harapan terhadap kinerja PNBP seiring besarnya potensinya sumber pembiayaan pembangunan. Pada Nota Keuangan dan APBN 2019 mencatat PNBP memiliki kontribusi terbesar kedua setelah perpajakan, yaitu 17,5% dari total pendapatan negara.

Harapan tersebut semakin tumbuh melihat kinerja PNBP 2018. Sampai dengan akhir November 2018, realisasi PNBP melampaui target sebesar 127,39 % atau setara dengan Rp 350,86 triliun.

Kondisi ini hanya beberapa bulan sejak berlakunya UU No. 9/2018. Kinerja PNBP mengalami peningkatan signifikan, dan diharapkan terus tumbuh. Pencapaian ini memberi harapan baru, mengingat selama periode 2014–2018 kinerja PNBP mengalami pertumbuhan negatif 3,3% setahun.

Penerimaan PNBP masih didominasi oleh jenis PNBP-SDA dan PNBP lainnya. Dalam lima tahun terakhir, PNBP-SDA memberi kontribusi rata-rata sebesar 39,6% terhadap total PNBP.

PNBP-SDA terdiri dari pendapatan dari SDA minyak dan gas bumi (migas) serta pendapatan non-migas. PNBP migas secara re-rata memberi kontribusi 31,5% terhadap total PNBP.

Kinerja fluktuatif

Kinerja PNBP migas sangat dipengaruhi oleh harga minyak Indonesia (ICP), realisasi lifting minyak dan gas bumi, serta nilai tukar. Dengan demikian, kinerja PNBP migas sangat bergantung faktor eksternal, yaitu dinamika perekonomian global. Padahal, ketahanan makroekonomi nasional dan kinerja ekspor sangat dibutuhkan untuk mengurangi fluktuasi kinerja PNBP migas.

Sedangkan, PNBP non-migas diperoleh dari beberapa pos. Seperti iuran tetap dan royalti kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Lalu, dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, iuran izin usaha pemanfaatan hutan, dan penggunaan kawasan hutan. Selain itu ada juga dari pungutan hasil perikanan dan pungutan pengusahaan perikanan.

Ada juga PNBP dari penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari setoran bagian pemerintah sebesar 34% dari penerimaan bersih usaha kegiatan pembangkit energi seperti listrik. Selama kurun 2014–2018, pendapatan dari pertambangan mineral dan batubara rata-rata berkontribusi 78,5% terhadap PNBP non-migas. Kemudian diikuti penerimaan kehutanan sebesar 12.5%.

Sementara, penerimaan perikanan dan pertambangan panas bumi cenderung mengalami tren yang tidak berubah. Sehingga, kinerja PNBP non-migas bergantung pada ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas dan efektivitas tata kelola pemanfaatan sumber daya alam.

Selanjutnya, kontributor terbesar kedua berasal dari jenis PNBP lainnya, yaitu rata-rata sebesar 32,1% per tahun terhadap total PNBP periode 2014–2018. Pada 2014 pos ini mencatat penerimaan Rp 87,7 triliun dan naik menjadi Rp 108,9 triliun pada 2017.

Jenis PNBP lainnya diperoleh dari penerimaan hasil pelayanan Kementerian/Lembaga (K/L) seperti jasa penyelenggaraan telekomunikasi, pendapatan spektrum radio dan pendapatan hak dan perizinan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menjaga fungsi PNBP

Isu utama PNBP lainnya ini adalah besaran tarif dan peningkatan pelayanan ke masyarakat pengguna. Karena itu butuh inovasi dan kreativitas dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Kemajuan teknologi digital dan dinamisnya pergerakan individu membutuhkan pelayanan yang mobile, cepat, mudah dan akurat. Kepolisian sudah menerapkan pelayanan pengurusan perpanjangan SIM dan STNK dengan menggunakan mobil. Namun, hal ini masih bersifat terbatas baik dari sisi lokasi maupun waktu.

Demikian juga, Imigrasi sudah menerapkan sistem daring bagi pengurusan paspor. Namun, hal ini masih bersifat mengurangi jumlah individu yang antri di kantor-kantor imigrasi. Cara ini belum secara signifikan mempercepat dan mempermudah masyarakat dalam pengurusan paspor.

Perlu dipertimbangkan untuk memberi pelayanan di mal, mini market, pusat-pusat perbelanjaan atau bahkan platform media daring, khususnya layanan memperpanjang masa berlaku SIM, STNK dan paspor karena tidak lagi membutuhkan ujian dan data individu sudah tersimpan dalam database pihak Kepolisian dan Imigrasi.

Ke depan, komposisi yang lebih ideal dari dua komponen utama lainnya, yaitu PNBP-PKND dan PNBP-BLU perlu mendapatkan perhatian agar menjaga stabilitas kontribusi positif PNBP sebagai pendapatan APBN. Pemerintah perlu mendorong kinerja PNBP-PKND, terutama yang bersumber dari pembagian laba BUMN.

Meski penerimaan dari laba BUMN mengalami kenaikan dari Rp 40,3 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 44,7 triliun pada 2018, PNBP-PKND hanya memberi kontribusi rata-rata 13,2 % dari total PNBP. Dengan peningkatan efisiensi dan daya saing, BUMN diharapkan tidak hanya mampu menjalankan usahanya di Indonesia, tapi memenangkan persaingan global agar kontribusi di PNBP meningkat ke kisaran 20% dari total PNBP setiap tahunnya.

Penerimaan PNBP-BLU juga perlu terus didorong. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, PNBP-BLU menunjukkan kinerja yang cukup menjanjikan dengan pertumbuhan rata-rata 9,9% per tahun. Namun, kontribusinya terhadap total PNBP masih rendah, rerata hanya 13% per tahun.

Hal ini dapat dimaklumi, mengingat pengelolaan keuangan dan mekanisme BLU baru mulai dilaksanakan 2007 di sembilan Kementerian/Lembaga. Kemudian bertambah jadi 19 Kementerian dan Lembaga pada 2012. Masih butuh banyak penyempurnaan baik dari sisi regulasi, tata kelola dan kelembagaan agar PNBP-BLU dapat memberi kontribusi ideal sebesar 20%–25% dari total PNBP.

Perlu diingat PNBP memiliki dua fungsi, yaitu fungsi penganggaran dan fungsi pengaturan. Melalui fungsi penganggaran, PNBP menjadi salah satu pilar pendapatan negara. Namun, hal ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi pengaturan.

Karena itu, upaya-upaya mendapatkan penerimaan negara melalui PNBP tidak justru menimbulkan eksternalitas negatif bagi kehidupan sosial masyarakat. Seperti rusaknya lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. PNBP diharapkan berperan mengendalikan pengelolaan kekayaan negara termasuk pemanfaatan sumber daya alam. Dengan demikian, upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, kemandirian bangsa dan pembangunan nasional dapat dilakukan secara berkesinambungan dan berkeadilan.•

Ahmad Irsan A. Moeis
Analis Senior pada Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×