| Editor: Tri Adi
Proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan swasta kebanyakan di daerah yang sudah maju pesat dan permintaannya tinggi. Makanya, pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh swasta kebanyakan di daerah-daerah yang sudah berkembang seperti di Pulau Jawa.
Menurut saya, dalam pembangunan infrastruktur yang melibatkan swasta, tentu pemerintah sudah memperhitungkan kemampuan kelompok atau golongan tertentu yang membutuhkan infrastruktur tambahan tersebut.
Misalnya, untuk proyek jalan tol yang memang ditujukan untuk orang atau pengguna jalan yang mampu membayar dan merasa untung menggunakan fasilitas itu meski membayar.
Sementara untuk daerah-daerah yang permintaannya rendah, infrastruktur tetap dibangun oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bantuan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Jadi sebetulnya memang sudah ada pembagian dengan melihat lokasinya. Kalau mau membangun infrastruktur seperti di daerah luar Jawa, seperti di Kalimantan misalnya, mungkin pasarnya masih rendah.
Dengan demikian, tidak bisa pembangunan proyek itu diserahkan ke swasta yang mengharapkan pengembalian modal dalam jangka waktu yang wajar.
Untuk di Pulau Jawa, pembangunan jalan tol 100% bisa dilakukan oleh swasta. Itu tidak masalah. Tetapi tetap ada partisipasi pemerintah. Misalnya melalui regulasi atau pembebasan lahan.
Jadi pembangunan infrastruktur oleh swasta tidak masalah, yang penting tidak mengurangi fasilitas yang bebas bayar. Artinya, masyarakat tetap memiliki pilihan untuk mau menggunakan yang berbayar atau yang bebas bayar.
Nah, untuk memastikan agar pelayanan publik tetap terjaga kualitasnya, pemerintah perlu tetap memberikan standardisasi pengelolan yang mengacu ketentuan perundang-undangan yang berlaku misalnya UU Pelayanan Publik. Bila perlu, ada indikator yang dibuat agar ada keseragaman pelayanan publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
