| Editor: Tri Adi
Dewasa ini isu bitcoin sebagai uang kripto telah meluas bukan hanya menjadi isu nasional tetapi global. Bitcoin seperti uang kripto lainnya pada dasarnya merupakan penciptaan uang digital yang dienkrip dan dikelola secara desentralisasi oleh teknologi blockchain. Sedangkan penciptaan dan pengedaran uang konvensional dilakukan oleh bank sentral.
Kebanyakan otoritas negara melarang peredaran dan jual beli bitcoin karena dianggap memiliki fluktuasi yang tinggi sehingga berpotensi menimbulkan gelembung keuangan atau financial bubble yang dapat memicu krisis keuangan.
Sejak diterbitkan tahun 2009, nilai bitcoin dari 0 terus berfluktuasi secara tajam hingga lebih dari US$ 10.000 pada tahun 2017. Sepanjang 2017, bitcoin telah melonjak sekitar 750% dan 40.000% dalam lima tahun terakhir. Selain itu bitcoin dikhawatirkan dapat digunakan sebagai sarana transaksi pencucian uang, karena bitcoin tidak diawasi oleh lembaga otoritas.
Isu penting lainnya adalah aspek perlindungan konsumen bitcoin dan uang kripto juga dianggap lemah pertanggungjawaban apabila terjadi permasalahan atau sengketa transaksi dalam masyarakat. Dalam praktiknya juga telah terjadi kasus pencurian oleh hacker terhadap bitcoin, ethereum di Inggris dan Coinchek di Jepang dalam nilai yang besar. Hal ini menunjukan bahwa uang kripto masih rawan kejahatan siber.
Sementara di negara lain yang mengakui uang kripto seperti Amerika Serikat, Swiss, Jepang dan Inggris menganggap bitcoin dan alternatif uang digital lainnya merupakan alat tukar atau uang (crypto exchanges) masa depan yang lebih efektif dan efisien bebas dari penanganan perantara lembaga keuangan. Kemunculan bitcoin diikuti dengan kemunculan uang kripto lainnya seperti Eutherum, Ripple, BitcoinCash, Cardano, Stellar, Litecoin, EOS, IOTA, Dash, atau Monero.
Uang kripto atau uang digital ini terus tumbuh berasal dari beberapa negara lain seperti di Korea Selatan (Korbit), Amerika Serikat (Evercoin), Taiwan (Cobinhood), Inggris (Cex.IO), Islandia (Auroracoin), hingga Januari 2018 terdapat 1.384 uang kripto yang beredar di internet. Perkembangan ini tentunya menjadi fenomena menarik untuk dicermati, untuk diambil sisi manfaatnya secara optimal dan tetap berasaskan prinsip kehati-hatian.
Bitcoin sendiri beroperasi dengan teknologi blockchain yang memungkinkan penciptaan uang digital secara desentralisasi dan memiliki kode unik yang tidak bisa dirubah. Teknologi blockchain ditemukan pada tahun 2008 dan hingga saat ini semakin popular dicermati para pakar, mulai dimplementasikan berbagai lembaga bisnis bahkan lembaga pemerintahan. Pada dasarnya blockchain menyediakan semacam buku besar atau ledger secara digital dimana semua transaksi bersifat transparan dan bisa dicek oleh semua orang sehingga dapat memastikan kredibilitas transaksi keuangan yang terjadi setiap waktu dan tempat secara global.
Dengan blockchain, transaksi keuangan dapat dipindahkan dari satu pengguna ke pengguna yang lain tanpa bantuan pihak ketiga. Untuk memprosesnya dengan kata lain bitcoin atau uang kripto berbasis blockchain, tidak perlu lagi bergantung pada satu server karena seluruh transaksi tereplikasi ke seluruh jaringan dan secara teknis sangat sulit untuk dimanipulasi atau diretas akunnya. Para pakar TI memandang bahwa blockchain akan menjadi pengubah arena atau game changer penerbitan uang dan peranan lembaga keuangan kedepan.
Bitcoin di konteks syariah
Dalam konteks syariah maka kita kembalikan pada khittah yang mendasar yaitu keuangan syariah berdasarkan pada tujuan maqashid syariah yaitu tujuan kemaslahatan agar mencapai keselamatan dunia dan akhirat (QS.Al Jasiyah:18
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui", kemudian Imam Asy-Syatibi "Sesungguhnya syariat itu ditetapkan bertujuan untuk tegaknya (mewujudkan) kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”.
Selain itu aturan muamalat Islam jelas melarang aktifitas keuangan yang mengandung unsur riba (tambahan terhadap transaksi utang piutang barang atau uang), gharar (transaksi yang mengandung ketidakjelasan atau keraguan), dan maisyir (transaksi yang seperti perjudian karena spekulasi). Dengan demikian dalam keuangan syariah itu sangat penting adanya aset yang melandasi (underlying assets) untuk menghindarkan adanya gharar dan maisyir serta mencapai tujuan kemaslahatan bagi masyarakat dan ekonomi.
Apabila kita kaitkan dengan bitcoin maka jelas tidak sesuai dengan prinsip syariah bebas gharar dan maisyir karena bitcoin mengandung ketidak jelasan aset yang melandasi dan ketidakstabilan harga yang menimbulkan spekulasi dan gelembung keuangan yang rawan menjadi krisis ekonomi. Bitcoin juga masih rawan hacker dan pencurian sehingga secara syariah kurang memberikan kemaslahatan terhadap stabilitas transaksi keuangan dan perlindungan masyarakat yang optimal.
Uang kripto yang sesuai dengan syariah tentunya harus dikaitkan dengan landasan syariah yaitu memiliki landasan aset yang jelas dan terukur agar bebas dari gharar dan maisyir misalnya dijamin oleh emas dan perak atau aset riil terukur lainnya.
Terdapat contoh implementasi uang kripto petro yang diterbitkan pemerintah Venezuela 3 Desember 2017 yang berlandaskan kepada cadangan minyak negara, tetapi tentu saja adanya landasan aset saja belum cukup. Karena secara syariah uang kripto juga harus memberikan kemaslahatan bagi rakyat yang berarti harus terjamin sebagai alat tukar yang aman, terjamin stabilitas nilainya dan meningkatkan kelancaran transaksi pada masyarakat.
Dengan demikian tetap diperlukan otoritas yang menjadi pengatur, pengawas dan pelindung transaksi uang kripto. Otoritas ini diperlukan untuk menjamin uang kripto sesuai dengan prinsip syariah dan aman dari kejahatan siber.Demikian pula dengan teknologi blockchain dimana semua teknologi hanya tinggal waktu saja akan datang dan menguasai kehidupan manusia, sehingga penting untuk terus menggali ilmu dan menguasai teknologi yang bermanfaat.
Dalam berbagai surat Al Qur’an (Al Mujadalah:11, Ar Rahman:33) dan hadist (HR.Ibnu Abdil Barr, HR.Turmudzi) banyak diuraikan pentingnya mencari ilmu dan menguasai teknologi. Dengan demikian otoritas akan terus melakukan adaptasi dan inovasi dengan teknologi keuangan yang semakin berkembang untuk kelancaran transaksi masyarakat sepanjang sesuai dengan maqashid syariah yang bebas riba, gharar, maisyir dan berpondasikan kepada kemaslahatan masyarakat luas dan stabilitas ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News