Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Tri Adi
Bagi saya, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga. Sebab untuk menaikkan bunga acuan, Bank Indonesia (BI) harus memiliki data yang cukup. Sementara saat ini belum terlihat adanya tekanan inflasi. Sampai April, inflasi masih di level 3,41% year on year. Selain itu, produk domestik bruto kuartal I-2018 masih di bawah ekspektasi yakni 5,06% meskipun tidak turun drastis.
Padahal untuk menaikkan suku bunga acuan, BI harus mempertimbangkan riil interest rate yang saat ini masih rendah. Kalau Bank Sentral ingin menaikkan suku bunga acuan, maka waktu yang tepat menurut saya adalah setelah paruh kedua tahun ini atau pun setelah lebaran atau pilkada tepatnya setelah Juni. Sebab di situ baru terlihat tekanan inflasi.
Pada paruh kedua nanti juga baru akan terlihat indikator perbaikan permintaan dari waktu ke waktu. Selain itu, The Fed di Juni juga menaikkan suku bunga dan akan memberi prediksi yang lebih jelas mau menaikkan suku bunganya berapa lagi. Hal ini memberi informasilengkap kepada BI dalammempertimbangkan penyesuaian suku bunga acuan.
Terkait berapa jumlah kenaikan bunga acuan yang tepat, kami belum punya analisa yang bisa dipublikasikan sekarang. Tapi menurut saya, tergantung assessment BI dalam melihat kombinasi itu. Bagi saya, as long as ada justifikasi yang cukup, maka lumrah saja.
Misalnya, dari tahun 2012–2013, BI menaikkan suku bunga 175 basis points. Tapi sekarang kita tidak perlu menaikkan sebanyak itu karena struktur negara kita sudah banyak berbeda. Cadangan devisa tinggi, defisit transaksi berjalan juga lebih kecil. Jadi secara fundamental makro, kita sudah lebih kuat.
Secara timing, official 25 basis points kenaikan di kuartal keempat 2018, itu forecast kami. Sementara kondisi rupiah di semester kedua nanti memang tergantung penguatan dollar AS. Mungkin setelah Juni, kalau Fed tidak hawkish, dollar melemah kembali, artinya rupiah bisa ada di bawah Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News