kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Calon ibu kota baru dari kacamata statistik


Sabtu, 31 Agustus 2019 / 10:00 WIB
Calon ibu kota baru dari kacamata statistik


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Setelah menjadi kontroversi, Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan secara resmi calon ibu kota baru. Presiden memilih Kalimantan Timur (Kaltim), tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, sebagai lokasi baru ibu kota negara pengganti DKI Jakarta.

Ada sejumlah alasan yang disampaikan Jokowi terkait pemilihan Kaltim sebagai ibu kota baru. Berdasarkan statistik, Kaltim memiliki luas 129.066,64 km atau 12,18% dari seluruh luas Indonesia. Wilayah ini jauh lebih luas dibanding Jakarta yang hanya 0,04% dari luas Indonesia atau 664,01 km (BPS, Statistik Indonesia Tahun 2018).

Sementara jumlah penduduk berdasarkan proyeksi BPS pada 2020 di DKI Jakarta akan mencapai 10,65 juta orang sedangkan di Kaltim cuma 4,56 juta orang. Fakta kepadatan penduduk yang masih rendah di Kaltim menjadi faktor yang sangat mendukung proses perpindahan ibu kota negara yang rencana regulasi dan masterplan akan dilakukan mulai 2020.

Pertimbangan penting lainnya adalah Kaltim minim risiko bencana alam, baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, maupun tanah longsor. Tercatat pada 2016 di Kalimantan secara umum hanya terjadi 21 kali gempa, tidak ada yang lebih dari 5.0 skala richter (SR). Sementara di Jawa ada 714 gempa dan tujuh diantaranya skala besar (BPS, 2017).

Apakah Sumber Daya Manusia (SDM) di Kaltim siap dengan proses penting ini? Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis BPS, IPM Kaltim menduduki peringkat ketiga setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Pada 2018, IPM DKI Jakarta 80,47 sedangkan IPM Kaltim 75,83. Ini menunjukkan SDM Kaltim sudah unggul dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

IPM yang menggambarkan kualitas SDM di suatu wilayah meliputi tiga aspek penilaian. Yaitu indeks kesehatan yang diwakili umur harapan hidup , indeks pendidikan dari rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah, serta indeks ekonomi yang diwakili pengeluaran per kapita.

Umur Harapan Hidup (UHH) 2018 di DKI Jakarta pada level 72,67 tahun sedangkan di Kaltim 73,96 tahun. Ini menunjukkan pencapaian pembangunan bidang kesehatan dasar di Kaltim sudah sangat bagus. Penduduk di Kaltim sudah memiliki umur harapan hidup pada level lebih tinggi dibanding penduduk DKI Jakarta. Ini menunjukkan kualitas lingkungan lebih bagus, tingkat polusi lebih rendah dan pola hidup masyarakat lebih bagus dan stressless.

Adapun rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas untuk bersekolah di DKI Jakarta selama 2018 adalah 11,05 tahun, sedangkan di Kalimantan Timur 9,48 tahun. Pendidikan menjadi syarat utama pembangunan sehingga diharapkan dengan adanya pemindahan ibu kota negara ini dapat memacu kecepatan dan ketepatan pembangunan di Kalimantan Timur serta wilayah sekitarnya agar dapat memperkecil kesenjangan dengan pembangunan pendidikan di Jawa.

Walaupun RLS Kalimantan Timur di bawah level DKI Jakarta dan beberapa provinsi lain di Jawa, tetapi Harapan Lama Sekolah (HLS) Kaltim lebih tinggi dibanding Jakarta. Pada 2018, HLS Kaltim pada level 13,67 tahun sedangkan DKI Jakarta hanya level 12,95 tahun. HLS yang menggambarkan harapan lama sekolah anak-anak usia 7 tahun ke atas ini memberikan harapan yang tinggi bagi anak-anak di Kaltim. Mereka sudah memiliki harapan akan menempuh pendidikan hingga level pendidikan tinggi di universitas atau perguruan tinggi lainnya.

Sementara itu, apabila ditinjau dari aspek ekonomi yang tergambar dari pengeluaran per orang per tahun, besarnya pengeluaran per orang per tahun di DKI Jakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Kaltim. Pada 2018, penduduk DKI Jakarta mengeluarkan Rp 18,13 juta per orang per tahun sementara penduduk di Kalimantan Timur hanya Rp 11,92 juta per orang per tahun. Ini disebabkan perbedaan upah minimum regional serta standar harga komoditas antar kedua wilayah tersebut.

Setelah ditunjuk, nama Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara tiba-tiba menjadi primadona baik di media cetak maupun media sosial melalui status Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya. Masyarakat mencari informasi seperti apa profil dari kedua wilayah ini.

Kabupaten Penajam Paser Utara mungkin adalah nama yang cukup asing di sebagian besar masyarakat Indonesia. Kabupaten dengan luas wilayah 2.923,73 km ini memiliki jumlah penduduk 159.386 orang. (BPS, Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2019). Kabupaten ini memiliki IPM cukup tinggi yaitu 71,13 dan tingkat kemiskinan 7,40%.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Penajam Paser Utara selama 2018 adalah sebesar 1,24%. Dengan dipilihnya sebagian wilayah kabupaten ini menjadi ibukota baru RI maka pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan penduduknya diproyeksi mengalami pertumbuhan yang pesat di tahun mendatang.

Sementara itu Kabupaten Kutai Kertanegara terdengar lebih familier bagi sebagian masyarakat Indonesia karena banyak tokoh nasional berasal dari daerah kaya ini. Selain karena sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara yang sangat dikenal, pelaksanaan banyak festival daerah yang diselenggarakan oleh kabupaten ini membuat banyak wisatawan datang ke Kabupaten Kutai Kertanegara.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 25.988,08 km dengan jumlah penduduk 769.337 orang. IPM Kutai Kertanegara lebih tinggi dibanding wilayah lain di luar Pulau Jawa, yaitu 73,15. Pada 2018, laju pertumbuhan ekonominya mencapai 2,12%. (BPS, Provinsi Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2019).

Kedua kabupaten di atas memiliki potensi alam, budaya serta SDM yang cukup andal untuk menyambut status baru mereka sebagai calon ibu kota negara Republik Indonesia. Pembangunan infrastruktur yang cukup lengkap serta kemudahan akses kabupaten-kabupaten ini dari Balikpapan dan Samarinda yang sudah memiliki bandara maju menjadi modal awal yang sangat berharga untuk proses pembangunan ibukota baru tersebut.

Presiden menyatakan bahwa di lokasi tersebutlah terdapat lahan pemerintah, yakni seluas 180.000 hektare yang akan dibangun menjadi ibu kota negara baru menggantikan DKI Jakarta yang memang sudah terlalu berat akan beban alam, beban penduduk yang sangat padat serta beban ekonomi biaya tinggi karena tingginya upah minimum regional (UMR) serta mahalnya standar hidup masyarakat.

Dengan semua keunggulan wilayah, baik secara geografis, budaya dan SDM, maka pemilihan Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru Republik Indonesia diharapkan akan membawa kebaikan di masa depan. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan lebih merata di wilayah lain serta akan mempercepat usaha pemerintah untuk mengurai gap yang sangat dalam antarwilayah. ♦

Asriana Ariyanti
Statistisi BPS Kota Bogor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×