kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Cara Instan Tarif PPN


Kamis, 06 Mei 2021 / 12:59 WIB
Cara Instan Tarif PPN
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Dua pekan terakhir ini Kementerian Keuangan mulai menggulirkan wacana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Saat ini tarif PPN di Indonesia rata 10%, berlaku sejak tahun 1984 silam.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang No 42 Tahun 2009, tentang Perubahan ketiga UU No 8 Tahun 1983 Tentang PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM), tarif pajak sebagaimana dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarif diatur Peraturan Pemerintah

Kalau kita membandingkan dengan tarif rerata di negara OECD, tarif PPN yang berlaku sebesar 19,3% artinya Indonesia jauh berada di bawah standar rata-rata. Tapi kalau menilik negara maju seperti Jepang, Australia atau Korea Selatan, tarif 10% masih mereka berlakukan. Tapi negara tetangga seperti Singapura malah cuma memasang tarif 7%. Bahkan di Malaysia hanya memberlakukan tarif PPN 6%.

Hasil pemungutan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari PPN. Karena itulah kebijakan pemungutan pajak seharusnya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan. Dengan kata lain, harus ada pertimbangan manfaat dan mudaratnya.

Negara jangan hanya berkeras menjalankan fungsi budgetair dari pajak, sehingga biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dengan hasil yang cukup untuk membiayai aktivitas negara. Kita bisa belajar dari Arab Saudi yang tahun lalu menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 15%. Dampaknya inflasi melonjak hingga 8%, karena kebijakan ini jelas membuat harga jual barang dan jasa akan terkerek naik.

Lonjakan inflasi ini, jelas akan membuat daya beli masyarakat yang saat ini masih belum pulih akibat pandemi virus korona Covid-19 makin tergerus. Harapan pemerintah untuk mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi jelas sulit terealisasi. Bahkan upaya pemerintah menggelontorkan berbagai insentif dua tahun ini menjadi percuma, termasuk diskon PPnBM mobil untuk membangkitkan ekonomi dari krisis akibat pandemi.

Lebih bijak jika pemerintah menggenjot kinerja pegawai pajak, dan membersihkan dari oknum korup, agar tidak menganut paradigma berburu di kebun binatang. Masih banyak wajib pajak belum patuh yang perlu dicari tahu apa alasan mereka, juga sektor-sektor yang berpotensi menjadi pembayar pajak tapi belum digali maksimal.

Penulis : Syamsul Ashar

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×